*Full flashback kejadian sebelum pertunangan Arjuna-Arin;
_______________
Seminggu setelah Arjuna menginjak umur diangka 17, ia dikejutkan dengan informasi yang baru saja diumumkan oleh kedua orangtuanya. "Arjuna sama Arin bakal tunangan dua minggu lagi." Begitu kata Mama saat itu. Arjuna sudah sebisa mungkin berusaha untuk menolak namun seperti yang sudah-sudah; persetujuannya sama sekali tidak dibutuhkan, ia hanya harus menurut tanpa membantah barang sedikitpun.
Karena itulah malam-malam seperti inj Arjuna masih berkeliaran di luar rumah dengan motor besarnya. Ia sama sekali tidak menghiraukan ponselnya yang terus bergetar tanpa henti, nampaknya ia terlalu marah akan keputusan orangtuanya yang selalu seenaknya. Pemuda itu memutuskan untuk duduk di kursi yang tersedia di teras Indomaret yang jaraknya agak jauh dari rumahnya, ia menunduk dalam seraya berulang kali mengusap kasar wajahnya.
"Ah, anjing! Bisa diem gak, sih?!" Arjuna berteriak frustasi dan merogoh saku jaket kulit yang ia kenakan—bermaksud untuk mengambil ponselnya yang lama-kelamaan mengusiknya akibat tak berhenti bergetar.
Nama gadis yang menjadi penyebab kemarahannya malam ini muncul di layar ponselnya yang menyala. Setelah menimbang beberapa kali akhirnya Arjuna menerima panggilan tersebut, hitung-hitung untuk melampiaskan kekesalannya—pikirnya saat itu.
"Kenapa, Njing?! Bisa gak lo sehari aja gak ganggu gue?" Maafkan Arjuna jika ia tega memanggil gadis diseberang sana dengan kata umpatan yang seharusnya tak ia pakai, karena rasa-rasanya ia belum merasa lega jika hanya sekedar membentak.
"Gue nelpon lo hampir 30 kali dan baru lo angkat sekarang, Jun, parah lo."
"To the point, lo mau apa?" Geram Arjuna.
"Lo udah tau kan? Barusan bokap gue bilang kalo—"
"Gak usah sok kaget, pasti lo yang minta kan?" Potong Arjuna bahkan sebelum Arin sempat menyelesaikan ucapannya.
"Hah, apa sih?" Diseberang sana gadis itu kebingungan.
"Mau lo apa sih sebenernya? Lo mau gue seberapa menderita, Rin? Lo kenapa egois banget?"
"Arjuna, maksud lo apa?"
"Gak usah sok polos, gue tau kalo lo yang minta biar kita tunangan kan? Lo bisa apa selain nyusahin gue, Rin? Kenapa lo terus-terusan jadi benalu buat hidup gue?"
Lidah Arin mendadak kelu, ia ingin mengatakan bahwa hal tersebut bukanlah permintaannya namun ia seakan tak bisa berkata-kata karena terlanjur merasa terhenyak mendengar kalimat yang Arjuna ucapkan untuknya.
"Mau sejauh apa lagi lo ngebatesin pergerakan gue? Lo siapa? Lo siapa gue tanya, bangsat?! Hak lo buat terus-terusan nyusahin gue tuh apa?!" Arjuna berteriak marah, kemudian ia memijat keningnya yang terasa pening. "Gue bakalan buat lo nyesel karena udah kenal sama gue, Rin. Gue benci banget sama lo!"
Setelah itu Arjuna memutuskan sambungan telepon secara sepihak, membuat Arin mengerjapkan matanya kebingungan. Gadis itu masih berusaha untuk menangkap semua kalimat kejam yang Arjuna tujukan untuknya. Hatinya terasa mencelos, kesenangan dan semangatnya yang beberapa menit lalu terpancar seketika hilang begitu saja.
"Salah gue apa, Arjuna?" Bisiknya lebih kepada diri sendiri.
Kalau boleh jujur; sama seperti Arjuna, Arin sebenarnya tidak tahu apa-apa perihal pertunangan itu. Ia bahkan baru saja diberi tahu oleh Ayahnya beberapa waktu lalu. Arin yang memang sudah menyukai Arjuna sejak lama pun merasa senang bukan main dengan fakta tersebut, tapi ketika ia mendapati Arjuna sekesal dan semarah itu ia langsung berjalan gontai menemui Ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One in Ten Thousand || Na Jaemin
Teen Fiction"Gue suka sama Azeline, bukan sama lo." "Seriously, Arjuna? Gue tunangan lo!" "Stop bilang kalo gue tunangan lo! Gue udah muak sama fakta itu, gue capek harus ngimbangin sikap sok princess lo yang makin ke sini makin bikin gue jijik tau gak? Lo kalo...