Tidak ada yang abadi di dunia ini, setidaknya Arjuna sudah sangat memahami makna kalimat tersebut. Ia tidak akan pernah siap jika harus kehilangan orang terdekatnya, meskipun ia tahu bahwa kematian itu akan datang tanpa sepengetahuan siapapun—terlalu tiba-tiba. Sama halnya dengan Ibu Arin yang meninggal beberapa tahun lalu, ikan nemo peliharaan Arjuna yang mendadak mengapung di aquarium tepat di hari ke sembilan ia pelihara, kemudian pernah ada teman sekelas Arjuna dan Arin yang meninggal karena demam berdarah.
Semasa hidupnya setidaknya Arjuna sudah beberapa kali kehilangan orang-orang kenalannya. Semakin ia beranjak dewasa—semakin mengerti pula ia dengan arti kehilangan—Arjuna bertekad untuk menjaga orang-orang yang ia sayang, sebab ia tahu kalau ia belum tentu mampu bertahan jika kehilangan seseorang yang terbiasa berada disisinya.
Untuk itu, Arjuna sontak berlari sekuat tenaga dengan memanfaatkan kaki panjangnya yang langkahnya besar-besar ketika mendapat kabar bahwa Arin dilarikan ke rumah sakit. Rasa takut menggerogoti dirinya, raut wajah paniknya membuat siapapun yang melihat akan merasa prihatin. Ia bahkan menerobos gerbang sekolah tadi—mengabaikan panggilan satpam sekolah yang melarangnya untuk keluar, mengendarai motornya dengan kecepatan penuh—menyalip kendaraan lain dengan lihai.
Awalnya Arjuna benar-benar marah lantaran mendapat kabar bahwa Arin dilarikan ke rumah sakit dengan ambulan—tanpa sepengetahuannya sebab ia sedang berada di lapangan basket in-door tadi, untungnya ia dapat memahami dengan baik penjelasan dari Huga yang mengatakan bahwa mereka kesusahan mencari keberadaan Arjuna sedangkan kondisi Arin sudah semakin bertambah parah dan tak bisa menunggu terlalu lama lagi. Akhirnya Arin berangkat dengan ditemani oleh Gita dan dokter UKS yang bertugas.
"Arin dibawa ambulan sekolah ke rumah sakit barusan, alerginya kambuh." Kiranya begitu penjelasan singkat yang ia dengar sekilas dari Huga tadi. Ketika sampai di rumah sakit—tepatnya di IGD—Arjuna menahan amarah, dalam diam ia berpikir siapa kiranya orang yang sudah memberikan Arin makanan yang mengandung kacang, sebab ia tahu bahwa Arin tidak akan seceroboh itu. Dibalik tirai yang tertutup itu Arin masih ditangani oleh dokter dengan ditemani oleh dokter UKS yang ikut masuk ke dalam—mendampingi.
Gita menahan Arjuna untuk tidak menerobos tirai tersebut, menuntun tunangan sahabatnya untuk duduk di kursi tunggu. "Lo duduk di sini aja,"
Arjuna menurut, mengusap kasar wajah piasnya kemudian menoleh pada Gita dengan tatapan mata kosong—benar-benar clueless. "Siapa? Siapa yang ngasih Arin makanan yang ada kacangnya?"
Gita terdiam, menimbang-nimbang kiranya Arjuna lebih baik diberitahu atau tidak. Ia takut salah langkah. "Sepuluh menitan, Jun. Kali ini bahkan belum sampe setengah jam setelah Arin ngonsumsi kacang, kayaknya karena dia udah kebanyakan makannya." Jawab Gita melenceng dari pertanyaan. Ia malah menjelaskan keadaan Arin tadi, berusaha menghindari pertanyaan Arjuna tentang siapa yang menjadi penyebab kambuhnya alergi Arin.
Biasanya alergi Arin terhadap kacang akan bereaksi sekitar tiga puluh menit setelah ia mengonsumsi makanan yang tak seharusnya masuk ke tubuh rentannya itu. Ketika di kantin tadi Arin mendadak terbatuk-batuk sambil memegangi lehernya—tenggorokannya tercekat, terjadi peradangan atau penyempitan di area pernapasannya. Kulit putih pucatnya ditumbuhi ruam kemerahan, membuat siapapun yang melihatnya pasti akan segera tahu bahwa Arin mengalami gejala alerginya.
Kue kering dari Azeline menjadi tersangka. Tadi Gita langsung berteriak mencecar Azeline dengan pertanyaan seputar komposisi dari kue yang katanya ia buat sendiri itu. Azeline panik dan dengan suara bergetar menyebutkan bahwa memang ada bubuk kacang yang ia tambahkan di dalam adonan kue, meski tidak banyak.
"Gue gak tau apa yang bakalan terjadi kalo gak ada Huga tadi, Arin pasti udah kehabisan napas kalo gak cepet-cepet dibopong ke UKS dan ditolongin sama Dokter Nike." Lanjut Gita lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
One in Ten Thousand || Na Jaemin
Jugendliteratur"Gue suka sama Azeline, bukan sama lo." "Seriously, Arjuna? Gue tunangan lo!" "Stop bilang kalo gue tunangan lo! Gue udah muak sama fakta itu, gue capek harus ngimbangin sikap sok princess lo yang makin ke sini makin bikin gue jijik tau gak? Lo kalo...