BONUS CHAPTER 2

322 26 4
                                    

Saat ini California tengah dijajah oleh musim panas dengan suhu 29°C. Laki-laki dengan setelan kemeja kotak-kotak yang tidak dikancingkan sehingga memperlihatkan kaus oblong warna putih itu melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Rupanya masih pukul sembilan lewat tiga puluh menit, artinya kelasnya barusan disudahi setengah jam lebih cepat dari waktu yang seharusnya.

Memasuki akhir tahun pertamanya hidup di negara orang, membuat Arjuna mulai terbiasa dengan banyak sekali perbedaan yang ia temui. Ia hanya harus bersabar sedikit lagi, sampai akhirnya bisa pulang ke negara asalnya dengan gelar Magister yang selama ini selalu ia damba-dambakan.

Arjuna tidak akan menyangkal ketika ada yang mengatakan kalau hidup di tanah kelahiran rasanya jauh lebih menyenangkan, sebab memang seperti itulah yang ia rasakan. Meski demikian, bukan berarti ia menyesali pilihannya untuk melanjutkan pendidikan S2-nya di luar negeri, sesekali ia hanya merindukan keluarganya di rumah juga teman-temannya di Indonesia.

Terlebih Arin. Memikirkan gadis itu membuat Arjuna jadi semakin merindukannya, ingin sekali rasanya ia menghubungi Arin saat ini juga, sayangnya ia urungkan mengingat perbedaan waktu Indonesia-California yang lebih cepat 14 jam. Kalau di sini masih pukul setengah sepuluh pagi, maka di Indonesia sudah pukul setengah dua belas malam.

Kemungkinan besar gadisnya sudah tertidur, terlebih pesan terakhir yang ia kirimkan tak kunjung mendapatkan balasan hingga detik ini. Akhir-akhir ini hubungan keduanya mulai merenggang, bukan karena sengaja, tapi karena waktu seakan tak pernah merestui mereka setidaknya untuk bercengkrama sebentar saja. Selalu ada penghalang yang membuat Arjuna atau Arin sendiri lama-lama jadi terbiasa menjalani hidup masing-masing.

Arjuna sibuk mengerjakan berbagai tugas akhir yang akan menjadi ujung dari kerja kerasnya selama satu tahun terakhir, dan Arin juga sedang asik dengan dunianya sendiri—menjadi mentor kelas musik di sebuah tempat kursus hanya untuk menyibukkan dirinya saja agar tidak terlalu suntuk di rumah dan malah berakhir dengan ia yang kewalahan sendiri hingga terkadang lupa makan dan lupa beristirahat.

Arjuna akan memimpin perusahaan keluarganya setelah ia menyelesaikan studinya di sini, kemudian ia akan sesegera mungkin menikahi Arin. Dan selama menunggu impian kecil itu terwujud, Arjuna mempersilahkan Arin untuk mencari kesenangannya sebelum ia akan menyandang status sebagai istrinya yang tidak akan ia perbolehkan bekerja.

Waktu terus berjalan sampai Arjuna menghentikan langkah kaki panjangnya di sebuah kafetaria dengan nuansa klasik, aroma pekat kopi langsung menyapa indera penciumannya ketika ia membuka pintu kaca yang digantungi tulisan 'OPEN'. Seperti seorang pengunjung tetap pada umumnya, ia langsung menuju ke kursi untuk dua orang yang terdapat di sudut ruangan—tempat favoritnya.

Dari sana ia bisa mendapatkan pemandangan jalanan California yang tidak pernah sepi, baik itu kendaraan ataupun orang yang berlalu lalang dengan berjalan kaki. Ia selalu menyukai iced americano di kafe ini, kawannya adalah croffle original yang selalu ia pesan tiap kali berkunjung.

Arjuna, aku baru pulang ke rumah.
Hari ini panjang dan berat banget, kamu mau dengerin cerita aku gak?

Dua bubble chat itu membuat Arjuna terkejut, ternyata Arin masih belum tidur, terlebih mengabarinya kalau gadis itu baru saja kembali ke rumah tengah malam begini. Arjuna khawatir bukan main, tapi ia tidak bisa jika harus melakukan panggilan telepon atau video di tempat umum seperti ini, apalagi sepertinya obrolan yang akan Arin bahas sangatlah serius. Untuk itu, ia segera mengetikkan sebuah pesan dan beranjak berdiri untuk kembali ke apartemennya—melupakan pesanannya yang sudah ia bayar namun belum sempat ia cicipi.

One in Ten Thousand || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang