23

2.4K 125 3
                                    

Acara api unggun berlangsung sangat meriah dan menjadi yang paling ditunggu-tunggu oleh semua orang. Dengan tubuh terbalut jaket parasut tebal milik Arjuna, Arin terkekeh saat menyaksikan beberapa temannya asik bersenda gurau satu sama lain. Beberapa menit yang lalu, tempat kosong di sebelahnya ini diisi oleh Arjuna yang meminjamkan jaketnya untuk Arin lalu pamit pergi dan sampai saat ini masih belum kembali.

Nyanyian dan tepuk tangan meriah semakin menambah kesan tak terlupakan pada malam hari ini. Sayang sekali sebab Arin harus menyaksikan itu semua sembari terbatuk-batuk akibat kepulan asap yang tak kunjung berhenti sebab berasal dari api unggun itu sendiri. Tiba-tiba tangannya ditarik pelan—pelakunya adalah Arjuna, laki-laki itu menyuruhnya untuk beranjak berdiri tepat menghadap padanya.

"Asapnya ganggu?" Tanya Arjuna begitu Arin sudah berdiri tepat di depannya, mendapati anggukan pelan dari Arin membuatnya merogoh sakunya dan mengeluarkan sebungkus masker berwarna putih, lalu memakaikannya pada Arin tanpa meminta persetujuan, "Munduran aja duduknya," titahnya setelah itu, ia menuntun Arin untuk berjalan dan pindah ke belakang agar terjauh dari api unggun dan asapnya yang tidak baik untuk kesehatan gadisnya ini.

"Arjuna... stop, jangan bikin gue bingung sama sikap lo yang—" Perkataannya terhenti karena Arjuna sudah lebih dulu menyuruhnya untuk duduk dan kembali menikmati acara yang kian meriah.

"Gak usah dibahas dulu, ya? Bisa kita nikmatin acara malem ini tanpa harus bahas masalah itu?" Pinta Arjuna, tatapan matanya lembut dan penuh permohonan. Ia juga terlihat lelah dan butuh istirahat di waktu bersamaan.

"Arjuna, selama ini lo punya banyak kesempatan tapi selalu lo sia-siain. Dan sekarang lo udah kehabisan kesempatan, jadi lo gak perlu—"

"Arin, please... gue harus apa biar lo bisa—"

Seakan tak mau kalah dari Arjuna yang terus-terusan memotong ucapannya, Arin pun melakukan hal yang sama. "Jauh-jauh dari gue, lo cuma harus pergi jauh dan jangan tunjukin diri lo dihadapan gue lagi."

Sudah cukup bagi Arin untuk berkelahi dengan hati dan pikirannya setiap hari, kini ia sudah memutuskan untuk benar-benar mengakhiri semuanya. Ia bahkan menjadi tidak sudi jika harus berdekatan dengan Arjuna, baginya kesempatan itu sudah habis. Semata-mata bukan karena ia yang jahat lantaran tidak mau memberikan kesempatan pada Arjuna untuk kembali memperjuangkan hubungan mereka, namun karena sejak awal baginya Arjuna sudah kehabisan kesempatannya.

Ia terlalu terlena dan abai dengan semua itu, terlalu menyia-nyiakan hingga tak sadar kalau Arin sudah hanyut terlalu jauh. Gadis itu hanya tidak ingin kembali merasakan sakit hati oleh orang yang sama, padahal jauh di dalam hatinya ia juga belum bisa melupakan sosok Arjuna begitu saja. Ia benar-benar sudah jatuh cinta pada semua hal yang ada pada lelaki itu, walaupun yang selama ini ia dapatkan hanyalah luka.

Genggaman tangan Arjuna pada tangan Arin terlepas, diikuti kehangatan yang juga ikut hilang. Dengan begitu kehampaan kembali menampar Arjuna, ia kembali dihadiahi punggung kecil yang lambat laun mulai mengecil dan kemudian hilang ditelan oleh keramaian. Ia turut merasakan sesak yang menghantam keras dadanya, mempersulitnya untuk menghirup pasokan udara. Padahal jelas-jelas perpisahan adalah hal yang paling ia inginkan, namun mengapa ia merasa tidak akan pernah sanggup jika harus kehilangan?

Rupanya selama ini Arjuna sudah salah mengartikan, ketidakpantasannya bersanding dengan Arin sama sekali tidak membuatnya ingin menyudahi, yang ada ia malah berusaha untuk semakin memantaskan diri. Selain hanya bisa menyakiti Arin dengan tingkah jahatnya, ternyata Arjuna juga tidak bisa mempertahankan Arin untuk terus berada di sisinya dan membuat gadis itu paham dengan bagaimana caranya mencintai selama ini.

****

Seminggu berlalu sejak kejadian waktu itu, Arin menghabiskan sisa waktu perkemahannya dengan biasa saja. Kini mereka sudah kembali bersekolah seperti biasanya dan gadis itu tengah duduk di sudut perpustakaan sekolah dengan isi pikiran yang terus berkecamuk. Baik ia dan Arjuna sama-sama menjaga jarak lagi, terlalu merasa canggung jika harus kembali berinteraksi akibat kejadian kemarin. Meski sesekali ia memergoki Arjuna tengah memperhatikannya, ia tetap berpegang teguh pada pendiriannya dan berlagak sok tidak peduli.

One in Ten Thousand || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang