10

2K 140 4
                                    

Arin berulah lagi pagi ini. Sama seperti yang sudah-sudah, Arjuna tidak akan banyak mengomel pada gadis keras kepala yang selalu membantah semua omongannya. Pasalnya pagi ini kelas mereka sedang ada jam pelajaran olahraga dan—setelah memberikan sedikit materi yang sebenarnya menurut Arjuna sangat tidak penting itu—Pak Danang seperti biasanya membebaskan para muridnya untuk melakukan permainan atau olahraga bebas selama sisa jam pelajaran berlangsung. Arin yang pada dasarnya memang sangat suka mencari perhatian dan memancing amarah Arjuna itu pun berlagak ingin bergabung dalam perlombaan estafet ala-ala yang dilakukan oleh gerombolan anak perempuan.

Gita menatap Arin sembari terkekeh geli, "yakin lo? Itu cowok lo udah kayak mau nelen orang mukanya, serem banget."

Gadis yang sedang sibuk mengeratkan cepolan rambutnya itu nampak tak peduli dan mencoba untuk tidak terintimidasi oleh tatapan nyalang Arjuna yang masih setia memperhatikannya. "Bodoamat, gue mau seneng-seneng hari ini. Bisa stres gue kalo diem-dieman terus,"

Sedangkan di tempatnya, Arjuna menghela napas panjang ketika menyaksikan sendiri aksi merajuk Arin yang mendadak seolah mengacuhkannya, tidak seperti Arin yang biasanya selalu tak bisa diam dan terus mengoceh kala berada di sekitar Arjuna. Biasanya Arin akan langsung tersenyum geli kala berhasil membuat Arjuna terpancing dan berakhir marah-marah akibat sikap pembangkangnya, bedanya kali ini Arjuna sama sekali tidak menemukan ekspresi seperti itu di wajah cantik Arin.

"Gue mau yang jarak larinya paling jauh dong!" Arin berseru semangat. Rupanya ia masih melanjutkan aksi cari perhatiannya pada Arjuna, lebih tepatnya cari perhatian sambil merajuk.

"Jangan goblok deh lo, nanti bengek." Salah satu teman kelasnya yang bernama Senza membantah dengan nada yang terdengar sewot.

"Lah, apaan banget tiba-tiba lo ngomong begitu?!" Datang bulan sepertinya membuat Arin semakin mudah terpancing emosi dan menanggapi omongan Senza dengan sedikit ketus. Arin jelas tersinggung mendengarnya.

"Lo suka ngerusak suasana soalnya, mending gak usah ikut main sekalian kalo emang fisik lo gak nyanggupin." Saat itu Arin dapat menyimpulkan bahwa Senza memang serius dengan ucapannya, sama sekali tidak bermaksud untuk sekedar bergurau.

Belum sempat Arin menjawab, Gita sudah lebih dulu menyela. "Maksud lo ngomong begitu apa?"

"Gue cuma ngomong apa adanya aja sih, gak ada maksud apa-apa. Toh yang gue omongin tuh fakta, biar sekalian ngewakilin anak-anak yang lain juga."

"Sinting! Harus banget lo ngomong begitu?"

"Lo yang sinting kali, mau aja temenan sama orang penyakitan, dikira semua orang seneng apa sama dia yang suka bertingkah tapi ujungnya ngerusak suasana? Sumpah ya, gue udah gak bisa lagi nahan buat sok baik di depan lo, Rin."

Gita mendekati Senza dengan cara maju dua langkah, "Gak ada bagus-bagusnya emang manusia modelan kayak lo nih, punya hati sama otak tapi cuma buat pajangan doang. Lo kira sakit tuh enak? Lo kira kambuhnya juga disengajain? Lo kalo gak tau apa-apa mending diem, anjing."

"Omongan lo gak usah kemana-mana, Git. Gue cuma bilang kalo Arin suka caper sok asik sana-sini tapi ujungnya bengek gak jelas, bikin suasana jadi heboh terus jadinya gak enak lagi."

Keterlaluan. Arin bahkan tidak sanggup lagi untuk berkata-kata barang satu kata pun. Ia terlalu terkejut dengan lontaran kalimat memojokkan yang Senza persembahkan untuknya. Selama ini Arin memang cukup sadar bahwa ia kerap kali merusak suasana sebab penyakitnya yang sering kambuh ketika ia dan teman-temannya sedang melakukan hal-hal yang dapat membuatnya kelelahan, namun gadis itu tak lupa untuk selalu meminta maaf setelahnya karena sudah membuat kehebohan.

"Udah dong, jangan malah pada berantem gini."

"Yang begini malah bikin suasana tambah gak enak, anjir."

One in Ten Thousand || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang