Menjadi salah satu murid yang eksistensinya sama sekali tidak terlihat di sekolah jika saja ia tidak tergolong menjadi salah satu murid berprestasi, mungkin itulah perumpamaan yang cocok untuk mendeskripsikan Azeline. Sangat-sangat tidak sesuai dengan nama Azeline yang artinya percaya diri, gadis itu mungkin hanya memiliki tingkat kepercayaan diri tidak lebih dari 20 persen.
Ia tidak banyak bicara, otak pintarnya terkadang menjadi tidak dimanfaatkan dengan benar karena ia terlalu banyak diam dan tidak berani untuk menjadi siswi aktif di kelas. Bahkan berkali-kali ia bersikeras menolak tawaran guru untuk mengirimkannya menjadi salah satu perwakilan sekolah dalam banyak lomba olimpiade.
Hingga akhirnya kesialan menimpa si gadis pemalu ini tepat di tahun ketiga ia bersekolah di sekolah elit ini sebagai penerima beasiswa tetap. Azeline menjadi ceroboh karena tubuhnya yang ia rasa kurang sehat, ia yang sudah sempoyongan memaksakan diri untuk berlari kecil dari kantin dengan membawa se-cup teh hangat yang ia beli.
Niat awalnya untuk bergegas ke UKS guna beristirahat sambil menikmati segelas teh hangat langsung terurung kala ia menambrak Arjuna Syaakir Baryn—si pentolan sekolah—dan alhasil membasahi kemeja putih laki-laki itu dengan tumpahan teh hangatnya.
Azeline dan Arjuna menjadi tontonan orang-orang di kantin yang ramai, yang berteriak bukannya Arjuna, melainkan para perempuan penggemar Arjuna juga seruan terkejut teman-teman tongkrongan Arjuna yang tak kalah famousnya dengan cowok itu.
"Duh, astaga, m-maaf ya, Arjuna. Aku gak sengaja, biar aku bantuin ber—"
"Gak usah," potong Arjuna cepat, ia dengan kasar mengusap-usap sendiri kemeja sekolahnya yang basah pada bagian perut—meski terasa sedikit hangat.
"Arjuna, maaf banget ya, sini—" Azel sudah dengan kesusahan mengambil sebungkus tisu kecil dari dalam saku seragamnya dan masih berusaha mencoba untuk membantu Arjuna mengelap jejak basah akibat tumpahan tehnya.
"Gak usah, gak pa-pa." Katanya.
"M-maaf ya,"
"Minggir." Lalu tanpa memperdulikan orang di sekitarnya yang secara kompak membentuk lingkaran besar untuk menonton kejadian tersebut, Arjuna berlalu begitu saja dengan wajah dinginnya.
Sontak kerumuman tadi perlahan ikut membubarkan diri pula, namun sebelum itu gerombolan cewek-cewek sempat mendelik tak suka pada Azeline. Bahkan ada pula yang terang-terangan mengatainya hanya cari perhatian saja pada Arjuna.
****
Jika tadi ada Azeline si gadis pendiam, maka ada pula si gadis kelewat ceria dan pecicilan bernama Auristella Arin atau lebih akrab disapa Arin. Lalu, jika Arjuna adalah most wanted laki-laki di sekolahnya, maka bisa dikatakan bahwa Arin adalah si most wanted perempuan—pasangan Arjuna.
Rupanya benar-benar cantik macam bidadari, gadis itu disukai oleh hampir seluruh masyarakat sekolah terkecuali Arjuna tentunya. Meskipun mereka sudah kenal lama sekali lantaran orangtua mereka bersahabat, Arjuna dan seluruh sikap dinginnya tetap saja belum bisa menerima fakta bahwa ia dan gadis itu sudah bertunangan.
Mereka ditakdirkan bersama sedari berumur lima tahun, selalu berada di satu sekolah yang sama sejak Taman Kanak-kanak hingga sekarang ini—SMA. Di mana ada Arjuna maka di situ ada Arin pula, tentu saja itu karena kehendak si tuan putri—Auristella Arin. Terlahir sebagai anak tunggal yang manja, membuat Arin menjadi bergantung dengan Arjuna yang selalu berada di sisinya.
Arin tidak peduli dengan fakta bahwa semua itu terpaksa lantaran orangtua mereka yang selalu menitipkan satu sama lain, jika bukan Arjuna yang dititipkan di rumahnya maka Arin lah yang dititipkan di rumah Arjuna. Arin tentu paham bahwa Arjuna sama sekali tidak menyukainya dan merasa risih jika ia selalu mengikuti Arjuna, namun Arin menutup mata dan menghiraukan hal tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
One in Ten Thousand || Na Jaemin
Fiksi Remaja"Gue suka sama Azeline, bukan sama lo." "Seriously, Arjuna? Gue tunangan lo!" "Stop bilang kalo gue tunangan lo! Gue udah muak sama fakta itu, gue capek harus ngimbangin sikap sok princess lo yang makin ke sini makin bikin gue jijik tau gak? Lo kalo...