09

1.4K 110 14
                                    

Seragam Azeline kembali bahas kuyup hingga pakaian dalam yang ia kenakan terlihat dengan jelas. Gadis itu hanya bisa menunduk dalam ketika lagi-lagi tubuhnya diguyur air seember oleh Danisa—meskipun sebenarnya ia sedikit bernapas lega karena setidaknya kali ini Danisa menggunakan air bersih untuk menyiramnya. 

"Berani banget lo deket-deket sama Arjuna, ngerasa cantik?"

"A-aku gak deketin Arjuna, sumpah." Gumam Azeline membela diri.

"Oh, jadi maksud lo Arjuna duluan yang deketin lo? Mau pamer?" Flora menerjang punggung Azeline hingga gadis itu tersungkur.

Ketika Tantri hendak menjenggut rambutnya—yang tergerai—sebuah ransel mendadak melayang dan mengenai kepala Tantri sebelum gadis itu sempat menyentuh rambut Azeline. Keempat orang yang berada di rooftop sekolah itu segera menoleh penasaran pada pemilik ransel yang ternyata adalah Arin.

"Wah, 17 tahun gue hidup baru kali ini gue nyaksiin pembully-an secara langsung. Gue pikir yang begitu cuma ada di film-film doang." Arin berseru dengan nada terkejut yang dibuat-buat, gadis dengan rambut dicepol acak-acakan itu memungut kembali ranselnya yang tergeletak di lantai.

Danisa dan dua temannya mundur perlahan, merasa sedikit terancam dengan kedatangan primadona sekolah yang sebelumnya tidak pernah berurusan dengan mereka. "Eitss, nyantai kali, kenapa pada mundur? Gue cuma mau ngambil tas gue," ejek Arin sambil terkekeh geli.

"Kita gak ada urusan sama lo," rupanya Danisa mencoba untuk tidak terintimidasi, ia memberanikan dirinya dengan angkat bicara dan menatap Arin tajam.

Arin mengangguk sok paham, "iya-iya, gue juga gak mau kali berurusan sama lo pada. Gak berani gue, takut disiram air seember,"

Danisa, Flora dan Tantri saling dorong-dorongan, bermaksud ingin kabur sesegera mungkin dari sini. Menyadari hal itu Arin pun menatap ketiganya dengan alis bertaut, "lah, pada mau kemana? Main cabut-cabut aja, minta maaf dulu kali."

"Ngapain gue harus minta maaf? Gue gak punya salah! Si udik itu kali yang udah cari gara-gara sama gue," balas Danisa.

Mendengar itu Arin refleks tertawa kencang, "lucu banget lo sumpah, siapa sih nama lo?" Setelah berhasil membaca name tag lawan bicaranya, Arin pun kembali berujar, "Danisa, lo ngamuk-ngamuk ke Azel karena sekarang dia deket sama Arjuna kan? Gue tadi dengernya gitu sih kalo gak salah."

"Dan lo dengan pedenya bilang kalo Azel yang udah cari gara-gara sama lo? Sejak kapan orang yang deket sama Arjuna harus berurusan sama lo? Sejak kapan urusan cowok gue jadi urusan lo juga?!" Awalnya terdengar santai memang, namun Arin sedikit menekankan kata cowok gue pada perempuan tidak tahu diri yang sok berkuasa ini. Setidaknya supaya Danisa paham dengan posisinya yang tidak punya hak apa-apa.

"Kalopun ada yang harus marah sama ini cewek, gue rasa yang berhak untuk itu ya cuma gue. Kok malah elo? Emangnya lo siapa, anjir?" Arin semakin mendekati Danisa dan menepuk pelan bahu gadis itu dua kali. "Minta maaf selagi gue masih ngomong baik-baik sama lo."

Peringatan penuh ancaman itu membuat Danisa dan antek-anteknya tanpa pikir segera meminta maaf pada Azeline meski terdengar sangat tidak ikhlas dan terpaksa. Ketiga cewek sok hits itu langsung berlarian ketika sudah menuruti perintah Arin tadi, sama sekali tidak terpikirkan oleh mereka bahwa hari ini akan dipermalukan seperti tadi.

"Gue bakal panggil Arjuna buat nganter lo balik, terserah lo mau ngarang cerita yang gimana asal jangan lo bilang kalo si cewek-cewek gak jelas tadi yang bully lo. Panjang urusannya kalo dia sampe tau, nanti abis bocah-bocah tadi dimaki-maki Juna." Arin terkekeh pelan membayangkannya.

"Arin, makasih banyak ya?"

"Nope, lo gak perlu bilang makasih sama gue. Sebagai gantinya lo cukup turutin omongan gue tadi,"

One in Ten Thousand || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang