12

1.6K 118 8
                                    

Arjuna benar-benar tidak tahu mengapa ia menjadi berakhir di kediaman Arin dan dengan pasrah menontoni kericuhan yang diciptakan teman-temannya, ia juga tidak mengerti apa yang membuatnya mendadak meninggalkan Azel begitu saja ketika mendapati Randu meneleponnya dan pamer bahwa ia dan yang lainnya sedang membeli bahan makanan untuk acara bakar-bakar di rumah Arin tanpa mengikut sertakan Arjuna.

Ia bahkan mengumpati tiga temannya yang asik mengolok-oloknya dengan wajah menyebalkan sembari berseru 'lo gak diajak sama Arin' sambil tertawa renyah. Arjuna berujung bergegas pulang setelah sebelumnya mengatakan pada teman-temannya untuk menunggu kedatangannya, berlagak mengancam akan menghajar muka-muka tengil mereka jika sedikit saja mereka berani menginjakkan kaki di rumah Arin tanpa menunggu kehadirannya.

Tidak ada alasan. Benar-benar tidak ada alasan apapun yang Arjuna temukan sekalipun ia berpikir keras mencari di mana letak kewarasannya yang mendadak hilang akibat rasa kesal dan... cemburu, sebab ia sengaja tidak diajak oleh Arin yang selama ini setahunya selalu membuntutinya dan ingin
terus-terusan berada didekatnya. Akibat terlanjur mempermalukan diri sendiri lantaran sudah berani datang tanpa diundang, Arjuna akhirnya beranjak berdiri dari duduknya dan menatap malas pada teman-temannya yang lesehan di atas alas piknik di pinggir kolam renang sana.

Jaka yang tadinya sibuk berkutat dengan barbeque grill itu akhirnya menyadari Arjuna yang mendadak bangkit berdiri. Melalui gerakan kepalanya ia seakan bertanya mau pergi ke mana temannya itu, Arjuna yang dapat menangkap dengan jelas kode dari Jaka itu hanya mengangkat kedua bahunya malas. Kemudian tanpa pamit berlalu begitu saja dari sana, berjalan cepat ke arah pintu utama rumah Arin.

Arjuna yakini bahwa ia akan benar-benar sampai ke rumahnya sendiri seandainya saja ia tidak berpapasan dengan pemilik rumah yang datang dari gerbang depan rumah. Gadis itu terlihat kesusahan membawa dua plastik berlogo restoran pizza di kedua tangannya, tatapan mereka sama-sama terkunci di manik masing-masing.

Sekali lagi Arjuna yakini bahwa ia sudah akan berbaring di kasur kamarnya jika saja suara halus Arin yang memanggilnya tidak masuk ke indera pendengarannya. "Arjuna," panggilnya pelan.

Yang laki-laki menoleh dengan wajah tanpa ekspresi paling andalan, meskipun nyalinya menciut, Arin tetap melanjutkan kalimatnya. "Lo mau ke mana?"

"Pulang," Jawab Arjuna secepat kilat.

"Kenapa? Kenapa pulang?"

"Kenapa nanya? Bukannya gue emang gak lo ajak?" Dibalik raut wajah datarnya, mati-matian Arjuna merutuki dirinya sendiri yang malah terlihat seperti sedang merajuk dan kekanakan.

Arin kebingungan mendengar penuturan itu. "Kapan gue bilang gitu?" Bisiknya lebih seperti untuk diri sendiri, sayangnya Arjuna juga dapat mendengar kalimat itu secara jelas dan malah ikut bingung.

Lama terdiam membuat Arjuna akhirnya dapat mengartikan tatapan mengejek teman-temannya ketika ia datang tadi, hembusan napas kasarnya membuat Arin mengerjapkan matanya penasaran. "Wah, gila mereka ngerjain gue." Kata Arjuna seakan tak habis pikir dengan kerjaan manusia-manusia yang mengaku sebagai sohibnya tapi justu malah tega membuat harga dirinya hancur seperti inj.

"Maksudnya, Jun?"

Untuk menutupi rasa malunya, Arjuna menggeleng cepat agar Arin tidak mengetahui penyebab kedatangannya yang sebenarnya, "enggak, bukan apa-apa,"

"Oh oke, lo jadi balik?"

"GAK!" Refleks. Sumpah demi apapun, Arjuna refleks menjawab dengan setengah berteriak. "Eh, sorry, sorry. Gue gak maksud ngebentak lo, gak sengaja sumpah."

"Kenapa lo panik? Biasanya juga lo sering bentak-bentak gue gitu," sarkas Arin, sebenarnya tidak ada niat untuk seperti itu, hanya saja ia mendadak dilanda kekesalan.

One in Ten Thousand || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang