24

2.6K 123 13
                                    

Ingat waktu Arjuna berkata pada Gita, bahwa ia sama sekali tidak akan melarang jika Arin sewaktu-waktu didekati oleh laki-laki lain? Katanya ia akan turut membantu laki-laki tersebut untuk mengetahui hal-hal yang harus ia pahami sebelum benar-benar menjalin hubungan bersama Arin. Ia akan memastikan sendiri apakah orang itu pantas menjadi tempat ia mempercayai Arin setelah ia akhirnya melepaskan gadis yang sangat berharga untuknya itu.

Tapi detik ini juga Arjuna langsung bepikir untuk tidak akan pernah bisa mempercayakan Arin pada laki-laki manapun. Kekhawatiran menggerogoti dirinya, beriiringan dengan langkah kaki panjangnya yang secepat kilat menelusuri koridor rumah sakit tempat Arin dirawat.

Di dalam sana, gadisnya masih tidak sadarkan diri dan terbaring tak berdaya di atas brankar rumah sakit. Arjuna tidak masuk, hanya mengintip dari balik kaca kecil yang ada di pintu ruangannya. Rasa-rasanya kehadirannya tidak akan ada gunanya, sebab di dalam sana sudah ada beberapa orang yang keberadaannya mungkin lebih diharapkan oleh Arin ketika ia sadarkan diri nanti.

Setelah puas memandangi wajah sayu itu dari balik kaca pintu, kaki Arjuna bergerak pelan menuntunnya untuk menghampiri satu orang yang juga terlihat sama kacaunya dengan Arin. Laki-laki itu bernama Yaafi—teman angkatannya yang mengalami kecelakaan bersama Arin, lukanya cukup banyak namun ia masih sadar dan tidak diharuskan untuk dirawat seperti Arin.

Yaafi yang sedang terduduk di kuris depan ruang rawat Arin sambil sesekali meringis pelan memegangi lukanya yang terbalut oleh perban pun mendongak ketika netranya mendapati sepasang sepatu milik Arjuna yang berdiri di depannya. Ada sepercik rasa cemas kala ia menyelami mata elang Arjuna, takut karena ia belum bisa menepati janjinya pada Arjuna yang dua hari lalu baru saja mereka sepakati.

"Jun, sorry, gue—" Detik itu juga Yaafi merasa bahwa tubuhnya melayang, kerah bajunya dicengkram kuat oleh Arjuna hingga ia berdiri dan sedikit berjinjit. Rintihan kesakitannya diabaikan oleh Arjuna yang masih setia menatapnya tajam penuh penilaian.

"Jangan main-main sama gue, Yaf. Lo anggap ancaman gue kemarin cuma bercandaan gak jelas, ya?"

Yaafi menggeleng kuat sampai kepalanya terasa pening tapi berusaha ia tahan. "Enggak, Jun. Kejadian ini murni kecelakaan karena gue kurang hati-hati, g-gue gak sengaja."

"Lo yang kurang hati-hati tapi kenapa justru Arin yang lebih parah?!" Nada biacaranya sedikit meninggi, urat-urat lehernya bahkan sampai bermunculan. Benar-benar menggambarkan semarah apa pemuda ini sekarang. "Gue minta lo buat jagain Arin, Yaf. Gue ngasih tau lo banyak hal soal Arin karena gue percaya lo bisa jagain dia. Tapi apa? Baru dua hari yang lalu lo bilang kalo lo siap buat jagain dia dan sekarang lo malah bikin dia celaka!"

Yaafi meringis lagi karena Arjuna semakin mengeratkan cengkraman pada kerah kemejanya. Tak kuasa untuk melawan karena ia turut menyalahkan dirinya yang sudah lalai, terlebih kebaikan dari Ayah Arin yang sempat ia temui beberapa waktu lalu semakin membuatnya merasa bersalah. Untuk itu ia menerima dengan pasrah apa yang akan Arjuna hadiahkan padanya karena sudah menyelakahi nyawa gadis yang masih belum sadarkan diri sampai saat ini.

Tapi yang terjadi hanyalah benturan antara tubuhnya dengan kursi tunggu yang tadi sempat ia duduki. Alih-alih menghajarnya sampai babak belur, Arjuna hanya melepaskan cengkramannya hingga ia terhempas.

Tanpa mengatakan apa-apa Arjuna berlalu begitu saja, ia berjalan gontai sembari memejamkan matanya—mencoba menghalau amarahnya. Sebab seperti yang sangat ia tahu, Arin pasti akan marah jika tahu kalau orang terdekatnya terlibat perkelahian, terlebih gadis itu tidak akan suka jika melihat wajah penuh luka Yaafi ditambahi oleh lebam-lebam hasil kepalan tangan Arjuna nantinya.

One in Ten Thousand || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang