Terlahir dalam keluarga kaya raya dan memiliki paras rupawan, rupanya masih belum cukup untuk membuat hidup seorang Auristella Arin menjadi sempurna. Dibalik dua hal yang diimpi-impikan orang itu, ia juga memiliki beragam penderitaan dan luka. Ibunya meninggal saat ia beranjak berusia sembilan tahun, masih terlalu kecil untuk terpaksa mandiri tanpa sosok seorang Ibu. Ayahnya terlalu menyibukkan diri dengan pekerjaannya lantaran merasa tak sanggup jika harus memperbanyak waktu di rumah tanpa Istrinya, terlebih ia lebih merasa sesak melihat bahwa anak gadis satu-satunya tumbuh menjadi duplikatan Istrinya mulai dari wajah, cara bicara dan sifatnya.
Lalu Arin juga terjebak dalam perasaan yang dengan tidak tahu dirinya malah dijatuhkan pada Arjuna, padahal ia cukup sadar bahwa cowok itu sama sekali tidak bisa membalas perasaannya. Setiap hari—dibalik tawanya—Arin selalu diam-diam berpikir, kiranya usaha apa lagi yang harus ia lakukan supaya Arjuna bisa menyukainya? Tidak cukupkah waktu kebersamaan mereka sejak kecil itu membuat setidaknya sedikit saja hati kecil Arjuna menjadi tergerak untuk menyayanginya tanpa embel-embel terpaksa atau karena rasa kasihan.
Selama ini kebahagiaan yang ia rasakan hanyalah semu, tampak asli namun sebenarnya tidak. Semuanya hanya kebohongan dan berlaku sementara. Arin benar-benar sadar namun berlagak tidak tahu dan memilih untuk mengabaikannya saja, ia hanya ingin menikmati segala kebahagiaan sesaatnya bersama Arjuna, bersama teman-teman sekolahnya yang bermuka dua. Tidak apa-apa asalkan ia tidak sendirian dan tidak berlarut dalam kesedihan.
Keterdiamannya di dekat rak buku perpustakaan paling pojok itu terusik akibat mendengar suara seorang pemuda yang ia kenal dengan baik—Arjuna. Arin dengan sigap bersembunyi di balik rak-rak tinggi ketika mendapati bahwa Arjuna sedang tidak sendirian, melainkan bersama Azeline.
Suara kekehan pelan Arjuna terdengar—terlihat sedang menertawakan Azeline yang kesusahan meraih sebuah buku dari rak paling atas. Yang perempuan memberengut kesal, kemudian memukul bahu Arjuna dengan wajah tertekuk. "Pendek sih," ejek Arjuna, namun tak urung tetap mengambilkan buku yang hendak Azeline raih tadi.
"Aku enggak pendek, cuma kurang tinggi aja!" Kata Azeline tak terima, ia mencoba membela dirinya.
"Sama aja," ketika Azeline menoleh, betapa terkejutnya ia kala mendapati bahwa Arjuna saat ini hanya berjarak satu jengkal darinya. Membuat gadis itu sontak menahan napasnya, bukan hanya ia tetapi juga berlaku pada Arin yang mengintip mereka dari celah-celah buku.
"Ini kenapa, sih? Kok merah?" Tangan kanan Arjuna terulur untuk mengusap pipi Azeline yang tampak memerah padam, rupanya gadis itu tak bisa menghalau rasa malunya sebab berada dalam posisi sedekat ini dengan sang pujaan hati.
Sedangkan masih ditempat yang sama—Arin mengepal kuat kedua tangannya, bahkan kuku-kuku panjangnya itu tanpa sadar menancap kuat di telapak tangannya. Tak peduli jika hal tersebut dapat melukai dirinya sendiri, baginya rasa sesak di dadanya jauh lebih terasa menyakitkan dibanding dengan tancapan kuat kuku panjangnya di telapak tangan yang terkepal.
Ia sebisa mungkin menahan teriakan dan raungan tangisnya dengan cara menghela napas berat berkali-kali. Bahkan tanpa sadar gadis itu sudah bergerak melangkah mundur secara perlahan, dengan kepalan tangan kanannya yang kini sudah memukuli dadanya dengan brutal. Gak apa-apa, Arin. Jangan nangis kalo lo gak mau Arjuna makin benci sama lo. Ia berteriak menenangkan dirinya sendiri dalam hati.
Berhasil menetralkan perasaannya, Arin pun keluar dari persembunyiannya. Ia menatap dua sejoli itu dengan senyuman jenaka. "Hayoloh, ngapain kalian?"
Azeline tersentak dan langsung terserang panik, secara refleks ia dorong Arjuna untuk mengembalikan jarak yang sempat terkikis.
"Parah, Arjuna. Berduaan di tampat sepi begini, mau lo apain si Azel?" Arin menatap Arjuna dengan tatapan menyelidik, berusaha sebiasa mungkin—bersikap seakan tadinya ia tidak melihat apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
One in Ten Thousand || Na Jaemin
Teen Fiction"Gue suka sama Azeline, bukan sama lo." "Seriously, Arjuna? Gue tunangan lo!" "Stop bilang kalo gue tunangan lo! Gue udah muak sama fakta itu, gue capek harus ngimbangin sikap sok princess lo yang makin ke sini makin bikin gue jijik tau gak? Lo kalo...