Chapter 02

945 167 5
                                    

Saat aku berkata aku tidak tahu banyak mengenai acara bowling ini, aku benar-benar serius saat mengatakannya. Jadi, secara sederhana, aku hampir menganalogikan diri sendiri seperti sedang melompat ke dalam jurang antah berantah. Apalagi yang kepalaku tahu sejauh ini hanyalah bahwa pertandingan bowling biasanya dilakukan hanya untuk mempererat hubungan diantara senior dan junior.

Tidak semua kelas dari setiap angkatan yang bergabung, melainkan hanya beberapa mahasiswa yang memang sebelumnya sudah mengenal dekat karena kegiatan organisasi atau semacamnya. Well, kurang lebih begitu. Aku tidak pernah datang sekali pun ke sini karena malas. Hari ini percobaan pertama, dan barangkali juga yang terakhir.

Sebetulnya selama di dalam mobil menuju tempat pertandingan, Minhee berusaha keras membuatku tersisih sementara dia terus mengobrol bersama Jungkook. Sesekali gadis itu memang menoleh ke jok belakang hanya untuk menatapku seolah berkata, "Nah, sekarang tahu tempatmu di mana, bukan?" — yang hanya bisa kubalas dengan menahan nafsu untuk membunuh. Minhee tahu apa saja yang sedang beredar di kampus, siapa saja yang sedang berkencan, status sosial tiap orang, gosip terpanas, masalah cat kukunya yang gampang mengelupas, atau tren model rambut yang sedang naik daun.

Kalau saja dia tidak berkencan dengan abangku dan memiliki manner bagus sebanyak 75% saja, aku mau berteman dengannya. Serius. Dia cukup menyenangkan untuk diajak ..., kau tahu, membicarakan orang lain dan menimbun dosa. Aku tidak keberatan. Toh, nanti setiap manusia juga ada di neraka. Sayangnya, fakta yang tersedia di lapangan bukan seperti itu.

Selama perjalanan menuju tempat bowling, telingaku seperti sedang mendengar saluran radio rusak yang nyaris bangkrut. Entah bagaimana Jungkook bisa tahan dan melempar tanggapan-tanggapan tak bermutu seperti, "Eh, sungguh?", "Masa?", "Bagus untukmu, ya.", atau bahkan, "Aku tidak pernah dengar.", yang menurutku sangat basi sekali. Namun, Minhee terlihat begitu bahagia sampai-sampai aku hampir merasa kasihan padanya. Dia bahkan mengeluh tentang betapa sulitnya membuat feeds Instagram agar terlihat bagus (iya, yang ini aku juga setuju), dan mendadak membuatku tersadar bahwa aku tidak memiliki sosial media apa pun selain kakao untuk bertukar pesan dengan Mama, Jungkook, dan Eri. Aku sudah berhenti menggunakan mereka karena tidak tahu harus kubuat apa.

Well, mungkin sekarang aku bisa membuat satu yang sekurang-kurangnya memiliki sebuah username cantik seperti @aku_mengutuk_minhee_menjadi_kuda_nil, ya? Heh, lumayan juga. Cukup menarik, tetapi itu sama saja seperti mendedikasikan waktuku hanya untuk membenci seseorang. Tidak berguna. Dapat uang, tidak. Menghabiskan waktu, iya. Melalui kaca spion depan, irisku sejenak menemukan netra gelap Jungkook sempat menangkapku sedang menatapnya dan aku segera membuang muka.

"Kalau Jian bagaimana? Aku yakin, kau pasti juga punya sosial media, bukan?" tanya Minhee sesaat kemudian. Aku yakin dia sedang menyusun rencana untuk membuatku terlihat semakin menyedihkan. Ada ekspresi, 'kau itu tak lebih populer dari aku,' yang terlukis jelas di wajahnya. Ia tak lupa melanjutkan, "Maksudku, kebanyakan para gadis selalu memamerkan betapa menariknya diri mereka di sana, 'kan?"

"Tidak juga?" Aku menaikkan satu alis. "Kenapa pula aku ingin mengunggah fotoku ke media hanya untuk mendapatkan pengakuan? Aku sudah terlahir cantik dari rahim ibuku. Itu sudah cukup."

Aku bersumpah kalau dalam beberapa sekon cepat, kutangkap Jungkook yang terlihat seperti sedang menahan tawa mati-matian sementara Minhee menekuk wajah. Mereka kemudian berbincang lagi dan aku tahu aku sedang diasingkan lagi. Okelah, tak apa. Dalam skenario terburuk, toh mentalku memang sudah mempersiapkan diri untuk menjadi kacang atau obat nyamuk diantara mereka berdua. Namun, cara sempurna untuk membalas Minhee itu bagaimana?

Ketika mobil Jungkook bergerak memasuki areal parkir lapangan, atensiku mendadak teralihkan. Tidak banyak kendaraan pribadi yang terparkir di sana, sedikit mengecewakan. Lampu neon yang mulai menyala menampilkan deret 'BOWLING HOUSE' yang dicetak besar-besar. Aku mendadak penasaran apakah Eri juga ada di sini sebab kekasihnya biasanya selalu muncul dan bertaruh sebotol soju kalau bisa mencetak skor sempurna. Tanpa menunggu Jungkook dan Minhee, jemariku segera membuka pintu mobil, melangkah keluar dan melihat beberapa anak dari kelas sebelah yang kukenal sedang menatapku dengan alis terangkat.

The IssuesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang