"Aku sudah melakukan apa yang kau minta." Gigi si gadis bergemeletuk menahan amarah yang terasa berkobar, berusaha diredam, tetapi kini malah menjilat-jilat relung batin. Berusaha agar tak meledak, merapatkan sweater yang membalut tubuh kurusnya, Minhee lantas melanjutkan dengan nada yang seolah tersendat di kerongkongan, "Sekarang giliranmu. Hapus semua ..., ah, tidak. Ralat. Maksudku, tolong hapus semua foto-fotonya tanpa sisa. Kumohon."
Gelitik rasa geli tersebut semerta-merta menjalar layaknya ujung sulur tanaman rambat—bergerak cepat, melilit hatinya. Ingatan beberapa tempo yang lalu seperti masih berkobar-kobar tipis di dalam relung memori; wajah congkak Minhee, caranya menatap dan tertawa. Kini semua lenyap sudah. Di hadapannya tak ada lagi sosok gadis yang dipenuhi oleh kesempurnaan diri sendiri, melainkan hanya seseorang yang tengah digulung teror, berusaha tetap hidup, dan amat sangat rapuh. Jian bahkan merasa jika dia melemparkan cangkir di atas meja pada kepala Minhee, gadis itu bisa saja langsung berdarah-darah dan mati di tempat.
Menarik napas, menghirup aroma kopi yang baru saja diseduh memenuhi café di mana mereka berada sekarang, si Jeon bungsu mendadak tersenyum kecil saat mengambil cangkir tehnya. Tanpa diketahuinya, Minhee sepenuhnya meremang hebat menyadari bagaimana si gadis dapat tersenyum menyerupai Jungkook sebelum berkata, "Tenang, Minhee. Aku bahkan sudah repot-repot memesan secangkir earl grey milk tea khusus hanya untukmu. Kita nikmati dulu sore hari yang indah ini, ya? Minuman itu juga memiliki khasiat yang bagus sekali, jadi—"
"Jian, kau—"
"Tidak dengar?" Gadis itu mengerutkan kening tak mengerti, dalam hitungan detik sukses membuat lawan bicaranya mengerut takut—meremas ujung sweater yang sudah kusut. "Kubilang minum dulu, Minhee."
Gadis sial.
Minhee sontak meneguk saliva kaku. Kepalanya sakit, kerongkongannya kering. Ia lantas melirik cangkir teh di hadapannya yang masih mengepul hangat, dipenuhi kecurigaan serta asumsi yang luar biasa buruk. Namun, Jian agaknya tidak akan mungkin jadi sebodoh itu untuk bertindak nekat. Benar, bukan? Si Sinting di hadapannya tersebut tidak akan memasukkan racun ke dalam minumannya di tempat umum seperti ini.
Namun, tatkala melirik jari manisnya yang telah lenyap, Minhee mau tak mau hanya sanggup merasakan getir luar biasa yang kembali menghantam. Dia bahkan tak punya pilihan.
Dengan menggigit bibir bawah dan mengangkat cangkir untuk disesap sejengkal, Minhee dapat merasakan cairan hangat tersebut meluncur turun melewati kerongkongan, mengundang senyum lawan bicaranya yang kemudian menyahut lucu, "Nah, lihat? Tidak seburuk itu, bukan?"
"Jian," gadis itu bergumam lirih—merengek dan memohon saat berkata, "Kumohon, cepat selesaikan. Aku hanya ingin segera kembali pulang ke rumah."
"Kau sudah berada di rumah terlalu banyak, Minhee. Ke mana perginya gadis pongah yang dulu kerap mengejekku karena aku tak memiliki lingkar pertemanan seluas dirimu?" Jian menghela napas, menatap lurus. Gadis itu menurunkan cangkirnya, menanti jawaban. Namun, alih-alih menyahut, Minhee seperti menempel jadi satu pada kursi di mana ia terduduk, tak memandang dan hanya bernapas cepat dengan jari-jemari bertautan erat.
Jujur saja? Ah, ini tidak menyenangkan.
Memang tidak akan ada hal menyenangkan daripada menerkam mangsa yang bahkan tak sanggup berlari lagi. Mereka hanya ada di sana, pasrah menunggu, tak memicu adrenalin barang sedikit pun. Akhirnya memilih untuk menyerah seraya mengendikkan bahu, Jian melanjutkan malas, "Well, kalau kau memang ingin agar semuanya cepat selesai, maka ..., ya sudah. Jadi, mana daftar nama yang kuminta?"
Seolah terpelatuk dan diburu, Minhee lantas bergegas mengeluarkan sesuatu dari dalam tas selempangnya. Gadis itu mengaduk isi, menarik keluar selembar kertas lecek seukuran telapak tangan orang dewasa yang sudah terlipat-lipat tak karuan. Nyaris menyenggol cangkir earl grey di atas meja sementara Jian menerima lalu membaca lima nama yang tertera di lembar kertas tersebut, senyumnya merangkak melewati bibir tatkala berbisik lirih, "Minhee, kau tahu apa akibatnya jika kau sembarangan memasukkan nama ke dalam sini, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Issues
FanfictionJika dilihat sekilas saja, tak ada yang mengira bahwa ada yang salah dengan Jeon Jungkook serta Jeon Jian. Kedua bersaudara tersebut terlihat sebagaimana wajarnya seorang kakak dan adik perempuan. Namun apabila diperhatikan sedikit lebih cermat, kau...