Chapter 15

627 99 5
                                    

Jo Woori bisa merasakan napasnya seolah tengah terlilit di kerongkongan.

Menghela napas dengan perlahan-lahan dan sejenak mencoba menenangkan diri yang mulai berdebar janggal, jemari tersebut akhirnya lambat laun memberanikan diri guna memutar kenop pintu ruangan yang tertutup. Lantai dua, ruangan kedua, katanya. Woori juga sempat menolehkan kepala pada ruangan pertama yang berada di dekat bibir anak tangga, berpikir kalau kemungkinan besar itu merupakan kamar tidur milik Jungkook. Terdiam sekejap, wajahnya lantas memerah—dalam beberapa sekon terasa hangat dan panas. Memikirkan kalau ia akan menghabiskan waktu berdua saja dengan seseorang yang sudah lama mencuri perhatiannya memang benar-benar sukses membuat jantung berkerja ekstra.

Namun, astaga. Agaknya memang ada hal yang membuat dirinya merasa tak nyaman; sesuatu yang mendorong ia untuk mengecap perasaan sangsi kalau-kalau ada sesuatu yang salah di sini. Masalahnya, apa? Entahlah. Terlebih lagi hujan yang sekarang sudah menyambar-nyambar di luar rumah sama sekali tidak membantu memperbaiki keadaan. Banyak gosip aneh terdengar, sekali atau dua kali.

"Jeon bersaudara itu memang terasa tak beres. Lagi pula mana ada terikat darah tapi terlihat tak mirip sama sekali. Dua-duanya sama-sama punya penampilan yang wah, jelas-jelas patut dicurigai," kata Kak Haemi, tepat beberapa hari yang lalu tatkala Woori mengemasi buku-bukunya dari atas meja ruang klub. "Aku dengar gosip panas. Katanya, mereka berdua itu sebetulnya berkencan diam-diam. Untuk menutupi hal tersebut dari publik serta reputasi yang selama ini dibawa ke mana-mana, Jungkook pasti mengencani sembarang gadis untuk dimanfaatkan. Tahu sendiri hubungannya tak pernah berlangsung lama."

"Aduh, Kak. Banyak kakak-adik di luar sana yang tidak memiliki kemiripan fisik tapi memang terikat darah, kok." Eunjoo mendadak menyahut seraya tertawa, "Tapi kalau gosipnya dibicarakan begitu, rasanya memang agak masuk akal. Tetapi bukankah hubungan Jungkook dengan Minhee berlangsung lebih lama daripada yang sebelum-sebelumnya?"

"Mana ada. Sekarang memangnya Minhee ada di mana? Tak jelas kabarnya, entah masih hidup atau tidak. Bahkan teman-temannya sendiri tidak tahu dia akan melanjutkan kuliah atau tidak." Haemi mendecakkan lidah, mendadak memalingkan wajah pada Woori, "Nah, Woori. Oleh karena itu, kalau-kalau kau berhasil menggaet si pemuda gemilang, jaga dia baik-baik. Gunakan momen wawancara ini sebaik mungkin. Rayu habis-habisan! Bahkan kalau bisa, jangan terlalu mendekatkan diri dengan adiknya. Mencurigakan."

Woori tertawa gugup. Wajahnya memerah saat menyahut, "Eiy, Kakak ini ada-ada saja. Aku pernah melihat Jian beberapa kali. Dia tidak terlihat begitu, kok."

Haemi mengerutkan kening protes. "Memangnya bisa menilai seseorang dari luarnya saja? Sekarang banyak serigala berpakaian domba. Kalau sampai lengah, kau sendiri yang akan diterkam sampai tak tersisa. Manusia zaman sekarang sulit diprediksi bagaimana rupa aslinya."

Sial.

Woori mendadak menggigit bibir bawahnya—terkesiap sadar dan seolah dilempar kembali dari kilasan kemarin. Tidak, Woori. Gadis itu menggeleng, melangkahkan kaki memasuki ruangan yang memiliki dinding sewarna buah persik dan kembali membatin tak nyaman, lebih baik jauhkan pikiranmu yang bernuansa negatif begitu. Terlebih lagi buktinya sekarang, Jian memang terlihat seperti gadis baik-baik. Sikapnya manis, ramah pula.

Mungkin saja 'kencan' yang dimaksudkan tadi hanya seperti kegiatan menghabiskan waktu bersama layaknya acara piknik keluarga di akhir pekan untuk mempererat ikatan satu sama lain. Bahkan ia sendiri juga masih melakukannya dengan kedua orang tua serta sang adik lelaki setiap dua kali dalam satu bulan—meski kebanyakan hanya dilakukan di dalam rumah dengan macam-macam hidangan istimewa. Toh, yang harusnya paling dihargai itu makna serta kenangan dari momen tersebut, bukan yang lain.

Benar, bukan?

Menarik napas sekali lagi dan mendudukkan diri di karpet tengah ruangan di mana meja kecil persegi diletakkan bersama satu buah kursi udara, Woori lantas menanti. Pandangannya berputar menelisik isi kamar dipenuhi kuriositas yang menjadi-jadi. Namun, kalau ia berharap menemukan sesuatu yang ganjil, tentu saja tak ada.

The IssuesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang