Chapter 12

749 135 7
                                    

Hujan masih tidak berhenti sejak lima belas menit yang lalu dan Jian agaknya masih terlihat betah untuk tidak memalingkan pandangan dari angkasa yang digelayuti mendung. Gadis itu sesekali melirik ponsel, memastikan tidak ada pesan atau panggilan yang terabaikan kemudian melempar pandangan keluar jendela kelas untuk yang kesekian kali.

Suara langkah kaki di lorong lantai lima sudah hampir lenyap, tinggal ketukan langkah kecil-kecil—satu per satu pergi, meninggalkan sunyi yang merayap ke dalam udara. Butuh lima menit terlewati bagi Jian untuk tetap menunggu sampai satu denting ponsel terdengar, berpacu dengan hujan dan ia menemukan Jungkook mengirim pesan, "Kelasku selesai sekitar lima belas menit lagi. Jangan lupa makan. Tunggu di kafetaria saja."

Satu kurva melengkung di bibir mendadak tersemat secara manis. Jian bangkit berdiri, memiringkan kepala dengan kegembiraan meletup-letup kecil sembari mengetik, "Oke. Nanti cari gadis yang paling cantik di sana. Itu pasti aku."

Menatap ponselnya, Jian mendadak membayangkan wajah sang kakak yang pasti tengah berusaha mati-matian menahan senyum di dalam kelas. Namun, kembali pada situasinya dan mengingat sekarang sudah hampir menjelang senja, kafetaria jelas terlihat lenggang. Well, itu memang benar. Gadis tersebut menarik napas sebelum melangkah keluar dari elevator, perlahan memacu kaki dan membelokkan diri mengantre pada vending machine di sudut kafetaria.

Keputusan bagus? Oke, tidak juga.

Sebab selagi menanti di belakang dua orang gadis di hadapannya—yang sepertinya membutuhkan waktu lebih banyak untuk mengobrol daripada memasukkan uang dan membeli minuman, Jian mendengar satu dari kedua gadis berkata, "Aku dengar Minhee tidak pernah muncul lagi. Sudah hampir lima hari, bukan?" katanya, menarik napas—mendecakkan lidah. "Banyak desas-desus yang terdengar. Aku jadi ingin tahu apa yang terjadi dengannya selepas pesta. Jarinya benar-benar terpotong karena kecelakaan? Ha, memangnya berapa gelas alkohol yang dia tenggak?"

Jian mendadak terdiam. Alkohol? Gadis itu perlahan merogoh ponsel di dalam kantung jaket, tersenyum tipis. Sebetulnya hanya ada sedikit alkohol, tapi ada banyak sekali foto.

"Duh, tidak ada yang benar-benar ingin tahu tentang itu. Semua gadis sekarang sedang sibuk menggaet Jeon Jungkook," balas yang lain. Ia memasukkan beberapa koin, menekan satu botol teh hitam dan melanjutkan sambil terkikik, "Kau ingin tertinggal, ya? Kudengar kandidat yang paling kuat sekarang itu Jo Woori. Gadis arkeologi."

"Ah—sial. Lantas bagaimana caraku menarik perhatiannya? Aku sudah menghabiskan separuh uang bulananku kepada Jian agar ia mau mengantarkan barang yang kuberi pada Jungkook."

Satu botol teh hitam jatuh dan si gadis menyambar, "Itu sia-sia. Aku bahkan tak pernah sekali pun melihat Jungkook mengenakannya. Pernah berpikir, tidak, kalau Jian barangkali tidak pernah memberikan mereka pada kakaknya? Bagaimana kalau dijual?"

Serius?

"Aku tidak menjualnya. Jadi tolong jangan berburuk sangka," sahut yang tertuduh dengan satu hela napas tak percaya. Jian menaikkan satu alis saat kedua gadis memalingkan wajah secara bersamaan, terkesiap tertahan dalam detik selanjutnya. Seperti melihat hantu—tak bisa disangkal. Jadi, Jian melanjutkan kalem, tersenyum tipis, "Well, biar kuberi tips dariku, ya. Mungkin kau harus mulai memberikan barang yang lebih berkualitas? Jadi, kakakku sudi memakainya. Kau tahu, keluarga Jeon punya sedikit alergi dengan barang-barang imitasi."

"Apa?"

"Tersinggung?" Gadis itu menatap lurus. "Maaf, ya. Tapi memang sengaja, kok."

Dalam diamnya, Jian lantas benar-benar tak bisa menahan letupan gelembung di dalam dada; sensasi menyenangkan, terbakar, sekaligus menggelitik tatkala menatap wajah kedua lawan bicara yang perlahan-lahan memerah. Malu, marah, jengkel; semua menjadi satu bagian utuh yang terlihat begitu sempurna. Lalu tatkala salah satunya mengumpat seraya melangkah pergi dengan terburu-buru, "Sial. Dasar tak tahu sopan-santun." — gadis Jeon itu hanya bungkam sembari tersenyum tipis.

The IssuesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang