Bab 2. Sakit

63 42 4
                                    


Malam hari pun tiba.

“Kakak!” pekik Caca dengan kuatnya sembari mendorong pintu kamar milik  Claudia hingga terbuka lebar. Dan menampakkan gadis itu tengah, berdiri sambil menatap Caca dengan sangat tajam hingga kaca mata yang ia gunakan, terturun ke pangkal hidungnya.

Brak!

“Eh, sorry.” Cengenges Caca tertawa kecil, dengan tidak takutnya masuk ke dalam kamar milik Claudia. Yang kini tengah menatapnya dengan sangat tajam. Hingga menampakkan wajahnya yang memerah menahan amarah. Karena adiknya yang, asal masuk saja tanpa memberi salam terlebih dahulu.

“Kakak kau tahu? Beberapa menit yang lalu, aku mempunyai kekasih kak?! Hebat bukan?” tanya Caca dengan bangganya melompat-lompat bak anak kecil, yang bahagia karena baru saja memiliki sesuatu, yang ia inginkan.

Sementara Claudia yang melihat tingkah laku Caca tadi, hanya bisa menghela nafasnya dengan kasar. Ia mengira hal bahagia, apa yang di bahas oleh Caca hingga ia terlihat sangat bahagia seperti itu. Ternyata hal yang membuat Caca bahagia, hingga lompat-lompat seperti anak kecil tadi. Karena ia sudah memiliki seorang kekasih.

“Baru mendapatkan kekasih, kau sudah sebahagia itu! Apa lagi menikah dengan pria malang yang mau menjadi kekasihmu itu, bisa-bisa aku tidak jadi datang ke pesta pernikahanmu itu!” ejek Claudia. Membuat Caca kesal, dan refleks memukul lengan Claudia dengan kuat hingga ia meringis kesakitan.

“Aww ... Sakit!” ringis Claudia menatap nanar lengannya yang di pukul oleh Caca. Kebetulan pada saat ini Claudia tengah memakai tanktop hingga memperlihatkan kulitnya yang putih. Yang kini berubah menjadi memar, karena di pukul oleh Caca.

“Itu balasan atas, hinaanmu kak. Kau tahu A itu tampan! Dia pria terkenal! Dadnya lebih kaya dan tajir di banding Dad kit--“ Caca yang sadar atas ucapannya tadi, segera menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua tangannya.

“Apa kau bilang?! Coba ulangi?”

“Maaf kak, aku cuman bercanda.” Ucap Caca cengengesan segera mengunci mulutnya rapat-rapat takut ia kembali keceplosan.

“Siapa A? Mengapa namanya jelek sekali?” tanya Claudia mengejek. Membuat Caca kembali memukuli kakaknya itu karena tidak, bisa berbicara dengan baik kepadanya.

“Kakak namanya A -B-I-A-N, Abian!” tekan Caca. Membuat Claudia terdiam sesaat, dan segera melangkahkan kakinya menuju wastafel karena merasa, sangat mual. Perutnya seperti sedang di guncang di dalam sana.

Sementara Caca yang tadinya kesal kepada Claudia, karena telah menghina pria yang baru saja beberapa saat menjadi kekasihnya. Kini di buat khawatir ketika mendengar Claudia memuntahkan seluruh isi perutnya di wastafel. Nampak wajah cantik yang menggunakan kaca mata di kedua bola matanya, terlihat memucat bak mayat hidup. Di tambah darah yang tiba-tiba mengalir dari lubang hidung kakaknya, membuat Caca seketika syok dengan tubuh yang bergetar hebat karena phobia akan darah.

Caca memberanikan diri untuk mendekati Claudia, berusaha membuang rasa takutnya ketika melihat darah yang menetes ke lantai akibat darah yang mengalir dari hidung kakaknya. Jujur Caca sangat bingung sekarang, ia ingin melap darah dari hidung kakaknya itu tetapi rasanya tangannya tidak bisa ia geraki. Saking bergetarnya tubuhnya.

“Kakak, kau tidak apa-apa?” tanya Caca hendak membantu Claudia. Tetapi  gadis berkacamata itu, segera menepis tangan Caca dengan halus. Sembari menahan rasa mualnya.

“Kak, kau kena—“

“Pergilah Ca, selamat malam.” Ucap Claudia dengan tenangnya membuang wajahnya ke arah lain. Ia enggan menatap adiknya yang nampak mengkhawatirkan dirinya, karena bagi Claudia ia harus  terlihat kuat dan tegar. Tetapi tidak dengan hatinya, penyakit yang ia derita ini membuat Claudia tumbuh jadi anak yang kuat, dan pemberani. Karena kata Dokter, Claudia harus kuat jika ia ingin sembuh dari penyakitnya ini dan tentunya harus, mendapat banyak support dari orang terdekatnya.

“Tapi kak ak—“

“Pergilah, aku baik-baik saja. Tadi perutku mual, makanya aku muntah. Mungkin terlalu banyak makan!” sahut Claudia dengan cengegesan tanpa sadar, membuat Caca semakin sedih. Karena kakaknya itu selalu berpura-pura terlihat kuat, dan tegar di hadapannya. Padahal aslinya, Claudia adalah sosok wanita yang lemah, dan butuh banyak support dari orang-orang sekitarnya.

“Tidak usah mengkhawatirkan aku. Aku baik-baik saja, oh ya bukankah besok ada acara penting yang  harus kau hadiri?” tanya Claudia berusaha mencairkan suasana saat ini. Karena melihat, dari sudut ekor matanya nampak wajah khawatir Caca, yang saat ini mengkhawatirkan dirinya. Dan itu, mampu membuat Claudia tidak enak hati.

“Nanti aku akan mengizinkanmu kepada Bu Meri!” tutur Claudia. Tetapi Caca, hanya diam saja.

“Jadi pergilah, Ini sudah masuk waktu tidur. Aku sangat lelah, selamat malam semoga mimpi-mimpimu indah!” bisik Claudia mendorong tubuh Caca keluar dari kamarnya. Karena pada saat ini, ia benar-benar butuh waktu untuk sendiri.  Menahan rasa sakit di dadanya, yang terasa amat nyeri. Dan jadwal kemoterapinya satu minggu lagi.

 Wanita yang terkadang kuat, terlihat pemberani dan tegar. Bisa menangis, dengan tersedu-sedu dalam diam. Hanya menangis yang bisa ia lakukan, rasanya sangat sakit mendengar Dokter memprediksi jika ia sedang sakit parah. Di usianya yang masih sangat muda ini, membuat Claudia menjadi sangat stress jika memikirkan penyakit yang ia derita ini.

Kata Dokter, Claudia harus rutin kemoterapi. Jangan banyak pikiran, karena itu akan membuat dirinya semakin tersiksa.

Tahun kemarin, Claudia sudah selesai operasi pengangkatan payudaranya. Tapi sangat di sayangkan tumor itu sangat ganas, dan sudah banyak menyebar di daerah kedua payudaranya.

***

Happy Reading izin tag 😍

Penerbit_LovRinz #WritingChallengeBatch02  ❤❤

Jangan lupa tinggalkan komen kalian 😌

SCHOOL IN LOVE PARIS [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang