Satu jam kemudian. Kini keluarga Albert, telah tiba di rumah sakit internasional. Dengan tergesa-gesa mereka segera masuk ke dalamnya. Dengan Claudia yang nampak terbaring lemah di atas brankar rumah sakit tanpa mengeluarkan sepatah kata sedikitpun. Hanya cairan merah, saja yang keluar dari lubang hidungnya. Tidak ada, teriakan kesakitan dari gadis berkacamata tersebut. Padahal keadaannya sekarang tidaklah baik-baik saja.
Bahkan Dokter Ridwan, menyuruh agar Claudia segera di larikan ke ruang Operasi. Karena kali ini, Dokter Ridwan akan bertindak secepatnya. Untuk mengoperasi gadis itu. Bagaimana pun mereka adalah sepupu. Ridwan, tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi kepada sepupunya itu. Bahkan karena rasa sayangnya Dokter Ridwan, kepada Claudia. Ia bahkan rela, menunda pertemuannya dengan dadnya karena ingin mengambil alih, mengoperasi Claudia. Ia ingin memberikan yang terbaik, kepada gadis itu agar ia cepat pulih dan sembuh dari penyakit yang ia derita.
Tuan Dimitri dan nyonya Lea, yang tadinya menolak surat pengajuan operasi tersebut. Karena mereka takut, jika putrinya sampai kenapa-kenapa, karena kata Dokter Claudia tidak dapat di operasi lagi. Karena akan berakibat fatal, sebab ini yang sudah kedua kalinya. Bahkan tumor yang tumbuh di dadanya, sudah menyebar luas ke tubuhnya. Membuat Tuan Dimitri dan nyonya Lea menolak.
Tetapi, ketika melihat keadaan putrinya yang saat ini sangat memperihatinkan membuat mereka menjadi kasihan, dan menganggap diri mereka begitu bodoh dalam merawat putri mereka. Yang terus-terusan menahan rasa sakit setiap saat.
Dan Dokter Ridwan pun, tidak ingin menyerah sampai di situ. Ia terus memohon dan memohon kepada tuan Dimitri dan Nyonya Lea agar mengizinkannya untuk, mengobati Claudia secepatnya. Ia benar-benar tulus untuk mengobati, gadis itu. Demi keselamatan bersama, akhirnya Dimitri pun terpaksa mengizinkan operasi Claudia putrinya, yang akan di lakukan beberapa menit lagi.
“Sayang, kau harus kuat! Mom yakin sepenuhnya. Dokter Ridwan pasti akan menyembuhkan putriku ini!” ujar mom Lea dengan suara yang terdengar lirih. Seraya mengecup kening putrinya, dengan penuh kasih sayang. Sementara Caca, yang memang berada di samping Claudia. Hanya bisa terdiam menatap dengan intens, wajah kakaknya itu.
Yang nampak sangat pucat pasi, dengan infus yang menancap di tangannya. Serta beberapa alat medis di tubuhnya.
“Sayang, kau harus kuat! Mom yakin kau pasti akan segera sembuh. Mom akan selalu mendoakan kesembuhanmu.” Lirih mom Lea lagi. Tak kuasa melihat keadaan putrinya yang sekarang. Wajah cantik itu nampak sangat pucat, seperti mayat hidup.
“Mom, kau tahu. Semakin mom menangis, kak Claudia akan bertambah bersedih juga mom.” Sahut Caca yang sedari tadi hanya diam saja melihat, bagaimana momnya menangis. Di hadapan kakaknya.
Karena sedari tadi, Caca memerhatikan wajah Claudia. Bahkan ia tahu, jika gadis itu sedang menahan tangis.
“Benarkah? Jika benar, maafkan mom. Mom tidak bisa menahan, air mata mom jika melihat putri mom seperti ini,” lirih mom Lea menatap sendu Claudia. Yang nampak terdiam dengan air mata yang mengalir membasahi wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCHOOL IN LOVE PARIS [SUDAH TERBIT]
General Fiction"Merelakan adalah pilihan terbaik, daripada harus memiliki. Tuhan punya cara lain untuk, menguji kesabaran para hamba-hambanya-Nya." ~Arinda Tepat di tanggal 5 Februari 2022 seorang gadis keturunan Albert, mengembuskan nafas terakhirnya di hari be...