Bukan teman lagi ya?

639 94 27
                                        

Happy reading.

***

Narana Ayunda benar benar berubah-gadis yang dulu pernah menolong nya. Gadis yang pertama kali berinteraksi dengan bahasa isyarat.

"Nara, kenapa sih?" Jenderal masih tak paham dengan sikap nya yang tiba tiba berubah seperti ini, bahkan gadis itu menuduhnya berpacaran dengan Mayang.

"Enyah please?" Nada suara Narana terdengar rendah amat memohon.

Kantin kini tengah dipenuhi banyak siswa siswi, karena jam istirahat untuk hari ini sama.

"Jen masih belum paham kenapa Nara begini." Jenderal dan Narana duduk di meja yang sama, saling berhadapan.

Bisanya Jenderal tak pernah keluar setiap waktu istirahat, namun kali ini ia sangat butuh penjelasan dari Narana. Jadi tanpa pikir panjang Jenderal langsung melangkahkan kaki keluar kelas, mengekori Narana.

"Aku ngga mau liat muka kamu lagi," ucap Narana menatap Jenderal dengan wajah sangar tak bersahabat nya.

Laki-laki itu membalas ucapan Narana dengan seulas senyuman simpul, "Makanya jawab biar Jenderal cepet pergi."

"Jenderal janji ngga bakal nangis kan ya?" Walau hati kecil milik Jenderal terasa sakit lagi lagi hanya ialah yang dapat menguatkan laki-laki itu.

"Ck, aku kecewa sama kamu, udah itu aja." Narana mengaduk kuah bakso nya dengan malas, masih ada dua bakso tersisa namun selera makannya sudah hilang karena kedatangan Jenderal.

"Kalo gitu kecewa karena apa?"

"Kamu pacaran sama cewek yang paling aku benci."

"Rumor? Nara percaya rumor?"

Entah mengapa rumor tentang dirinya dan Mayang menjalin hubungan sangat tersebar luas di sekolah ini. Jenderal baru tahu, pagi ini. Tapi sepertinya rumor itu sudah tersebar cukup lama. Mungkin dua hari yang lalu?

Dengan foto laki-laki yang mirip dengan dirinya dan Mayang sedang berpelukan menjadi bukti bagi segalanya.

"Kenapa harus ngga percaya? Nyata nyata ada bukti nya." Narana berucap sinis. Bangkit dari meja kantin, ingin melangkah pergi namun pergelangan tangannya lebih dulu di cengkeram oleh Jenderal. Pandangan beberapa orang sudah teralihkan oleh tingkah mereka.

"Apa lagi yang kamu mau? Enyah dari hadapan aku Jenderal." Narana menghempas tangan Jenderal secara kasar agar laki-laki itu sadar bahwa ia tak lagi menerima nya.

"Jen belum puas sama jawaban Nara," ucapnya sembari menggeleng.

"Aku kecewa sama kamu Jenderal! Tuli?!" Narana berteriak menatap wajah Jenderal dengan gurat terluka.

Semua murid yang tengah makan santai di dalam kantin kini lagi lagi mendapatkan drama gratis. Semua, hampir semua dari mereka sudah fokus pada Narana dan Jenderal.

"Si cacat buat masalah apa lagi tuh?"

"Bruh, bestie nya kecewa katanya."

"Cemburu gegera si cacat pacaran sama Mayang?"

"Nara," Jenderal menghela nafas panjang, mengusap wajahnya frustrasi. "Aku ngga pernah ada di foto itu."

"Itu bukan Jenderal." Jenderal menatap lamat mata Narana, menyalurkan harapan pada gadis itu.

"Aku ngga bakal pernah nginjek gedung mall."

"Mau makan aja susah, kan?"

"Ngapain juga aku ke mall?"

Narana bungkam seketika, wajah penuh amarahnya hilang seketika.

"Bener kan?" Tanya nya ingin memastikan, Jenderal mengatakan sejujur jujur nya.

"Tapi kamu ada di sana! Di foto itu!" Narana mendengus kecil, gadis itu memutar tubuhnya lalu melangkah menjauh dari Jenderal yang masih mematung.

"Itu bukan Jenderal!"

"Jenderal ngga mau sendirian lagi, Tuhan.." Lirihnya dalam hati. 

"Buat masalah terus anjing, si cacat!"

Manik milik Jenderal menatap lantai kantin dengan pandangan kosong, kepala laki-laki itu tertunduk dalam.

"Cara buat Nara percaya gimana, Tuhan?"

"Bakal ninggalin Jenderal sendirian lagi Narana?" Gumam laki-laki itu, pandangannya memmburam karena air mata yang menumpuk, siap keluar kapan saja jika Jenderal rak dapat menahannya lagi. 

Jenderal mengangkat kepalanya, mengusap matanya dengan kasar,  suasana tiba-tiba kantin sudah berbeda dari sebelumnya.

Narana terpaku di depan pintu kantin, di hadapan gadis itu terdapat Mayang yang kini tengah menatap nya--dua gadis itu berada di pintu kantin utama, saling berhadapan.

Mata Jenderal bergerak ke kanan menatap Sagara Adirtama yang kini juga terpaku sembari menatap nya-laki laki itu berdiri di pintu kantin kedua.

Kantin lenggang seketika.

"Jenderal!"

"Udah makan?"

"Belum ya? Makan bareng yuk!" Lalu seorang Mayang Sri Rahayu memecahkan semuanya, setelah pekikan manja nya itu terdengar semua orang kembali sibuk pada kegiatan yang sempat berhenti tadi.

Gadis itu berjalan mendekat, ingin menggenggam tangan Jenderal. Tapi lebih dulu di tepis oleh sang empu, Jenderal dapat merasakan aura sinis dari Sagara dan ia tak pernah ingin berurusan dengan lelaki itu.

Jenderal menghela nafas panjang, laki-laki itu berjalan keluar kantin dengan perasaan terluka. "Kita bukan teman lagi Narana?" Kayaknya Narana lupa sama janji nya.

JenderalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang