Gelap dan suram itu yang Narana rasakan ketika memasuki rumah besar ini, tak ada banyak orang di dalam—dan mungkin hanya ada Sagara dan Jenderal di rumah sebesar ini juga orang tua.
Mata Narana menelisik ke segala penjuru rumah, banyak lukisan juga barang barang antik.
Matanya menelisik lebih tajam, rumah ini gelap membuat penglihatan menjadi cukup buruk untuk melihat sekitar.
"Jen–deral?!" Sampai manik nya menangkap sosok yang kini terbaring tak sadarkan diri.
Narana memekik tertahan, berjalan mendekat seseorang yang terkapar lemah tak sadarkan ditengah kegelapan.
"Jenderal?" Manik Narana bergetar melihat betapa buruknya kondisi Jenderal.
Wajahnya lebam disertai luka dimana mana, darah yang mengering juga memperburuk wajahnya. Tanpa pikir panjang Narana menaruh kepala Jenderal di pahanya, tubuh ringkih itu tak bergerak sama sekali. Matanya tertutup, nafasnya pelan sekali.
"Jenderal.." Kepala Narana tertunduk lemas, matanya menitikkan liquid bening.
Jeovan yang berada dibelakang Naran sejak tadi juag melihat wajah hancur temannya itu dengan jelas, tangannya mengepal kuat. "Anak anjing!" Umpatnya marah.
Rahang tegasnya mengeras, ia berjalan mendekat Sagara yang berbaring santai disofa, seakan ia tak melakukan masalah sedikit pun.
"Lo apain temen gue hah?!" Satu bogeman mentah milik Jeovan mendarat mulus mengenai wajah Sagara.
"Argh!" Mata Sagara langsung terbelak, belum sempat mengusap wajahnya yang ngilu Jeovan sudah lebih dulu menarik kaos hitamnya.
"Tanggung jawab lo," Jeovan berucap sinis.
"Buat apa? Dia yang harusnya tanggung jawab anjir."
Satu bogeman mengenai wajah Sagara lagi, "Kalo dia mati lo di cap sebagai pembunuh, Sagara."
Laki-laki yang tengah mendapat tekanan dari Jeovan meringis, tubuh tinggi nya tersungkur akibat kekuatan tak main main itu.
"Asal lo tau—"
"Jangan terlalu lama menetap pada sebuah kenangan, Sagara."
"Lo memperburuk segalanya." Jeovan mendesah, mengibaskan rambutnya yang terasa lepek.
"Jangan asal ngomong lo!" Mata Sagara membola, menatap wajah Jeovan.
"Ngga ada teori ibu lo mati karena Jenderal," ucap Jeovan lagi.
"Apa apaan lo!" Sagara bangkit, menatap wajah Jeovan seakan tak percaya dengan semua perkataan laki-laki itu.
"Bagimana dia bisa tau?"
"Jeovan! Panggung ambulance please! Jangan berantem mulu!"
"Terima takdir pelan pelan, Sagara." Jeovan meninggalkan Sagara yang mematung.
"Siapa dia?"
=====
Bau khas rumah sakit menyeruak penciuman Jenderal, lampu terang yang menggantung di langit langit rumah sakit mengganggu Jenderal dari pingsan nya.
Mata laki-laki itu mengerjap, mencoba menerima pencahayaan yang terasa amat terang baginya.
Ia meringis pelan, dengan bantuan tumpuan tangannya ia bangkit mendudukkan diri.
Ini UGD, tempat ia berbaring adalah brankar terakhir yang tersisa di UGD. Brankar paling ujung, bersebelahan langsung dengan jenderal besar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jenderal
Teen Fiction{ Angst-Hurt } { Lokal-Teen } { Jeno Lee from NCT } Hanya sepotong kisah sang pemilik senyuman terbaik; Jenderal. ❝𝙹𝚎𝚗𝚍𝚎𝚛𝚊𝚕 𝚒𝚝𝚞 𝚒𝚗𝚝𝚒 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚕𝚞𝚔𝚊, 𝚜𝚎𝚍𝚊𝚗𝚐𝚔𝚊𝚗 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚊𝚐𝚒𝚊𝚗 𝚋𝚊𝚐𝚒𝚊𝚗 𝚍𝚊𝚛𝚒 𝚙𝚞𝚣𝚣𝚕𝚎 𝚈𝚊�...