abang

366 34 2
                                    

kangen?


"Yakin balik lo? Gue sebagai kawan khawatir nah.." Jeovan menatap rumah mawah di hadapannya dengan ragu.

"Ngga bobo rumah gue aja?" Jeovan beralih menatap wajah Jenderal.

"Ngga, ayah khawatir." Jenderal menggeleng. Ini sudah pukul sebelas malam, rumah raksasa yang selalu sepi terlihat lebih sepi.

"Khawatir apanya? Yang ada lo di gebukin." Jeovan berdecak. Setelah  mengunjungi tempat adanya potongan puzzle luka itu mereka memang pulang ke apartemen Jeovan.

Jeovan dan Narana sendiri yang menyuruh Jenderal agar ia mrnginap di tempat Jeovan. Tapi entah kenapa tiba tiba Jenderal berubah pikiran, laki-laki itu merengek minta pulang pada Jeovan.

"Ayah baik." Jenderal mendelik, membuka gerbang yang jarang jarang di kunci oleh sang empu.

"Pulang sana!" Sentak Jenderal, laki-laki itu balik badan melangkah masuk lebih dalam kedalam rumahnya.

Jeovan mendengus, tanpa menutup kembali gerbang Jenderal sudah pergi dari pandangan nya. Ia ingin sekali mencekal tangan Jenderal agar laki-laki itu tak masuk kembali kedalam neraka.

Rasa khawatir benar benar mendominasi isi hati seorang Jeovan, mata laki-laki itu menatap lama bangunan yang menjadi tempat seluruh luka Jenderal berkumpul secara bersamaan.

"Gue ngga bisa cegah lo, maaf." Jeovan naik keatas motornya, sekali lagi ia menatap lama bangunan itu sebelum benar benar pergi dengan seluruh rasa bersalah juga khawatir.

"Oh, pulang juga akhirnya si penyakitan!" Suara sarkas Sagara menginterupsi pergerakan Jenderal, langkah laki-laki itu langsung terhenti.

Ini yang Jenderal nanti nanti, Jenderal pulang karena ia tahu bersembunyi atau menjauh sejauh apa pun ia tak akan pernah bisa memutus jeratan milik keluarga Adirtama.

Dia sayang Sagara, dia juga sayang Ares. Mereka keluarga dan keluarga tidak bisa memutuskan suatu hubungan.

"Ngga tidur, Sagara?" Jenderal menatap wajah adiknya dengan lembut. Wajah seorang Sagara yang sudah lama menyukai gadis yang malah menyukai dirinya.

"Gue nunggu lo," jawabnya pendek. Posisi Sagara masih sama seperti sebelumnya, berbaring diatas sofa dengan tenang.

"Buat?"

"Ambil nyawa lo!" Sagara bangkit, tersenyum miring bak iblis. Amarahnya memuncak setelah mengingat ingat kenyataan pahit tadi.

Jenderal bergidik ditempat, "Jenderal salah apa?" Lirihnya.

"Cinta gue bertepuk sebelah tangan!" Beginilah Jeovan jika obat yang di minumnya sudah tak bereaksi. Amarahnya tak bisa dikendalikan, hal sepele ia anggap benar benar serius.

"Aku ngga suka Narana." Jenderal menggeleng, wajah merah dan nafas Sagara yang menggebu nggebu benar benar membuat Jenderal tak bisa bergerak.

"Hah? Gue ngga denger!" Sagara menarik kerah baju yang digunakan Jenderal, lalu menyeret laki-laki itu layaknya binatang.

"Kegelapan tempat yang paling cocok buat lo."

JenderalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang