puzzle luka

307 33 0
                                    

"Jenderal itu masih kecil, masih sering berpikiran pendek, masih ngga tau yang mana yang bisa buat dia bahagia mana yang ngga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jenderal itu masih kecil, masih sering berpikiran pendek, masih ngga tau yang mana yang bisa buat dia bahagia mana yang ngga."

=====

Jenderal menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, meringkuk sembari menangis didalam sana.

Tubuhnya terasa remuk semua, kaku digerakkan, membuat rasa sakit yang dirasakan laki-laki itu berkali kali lipat.

Jenderal terisak menumpahkan kesedihan nya didalam selimut rumah sakit itu.

Jenderal yang sudah bangun sejak Ares berteriak dan menumpahkan segalanya kekecewaan juga amarahnya pada Sagara ia mendengar semua yang mereka ucapkan.

"Tuhan, ini ngga bohong kan?" Dan satu perkataan Ares yang membuat Jenderal harus menelan kenyataan pahit yang tak pernah ia duga sebelumnya.

"Jadi ini satu potongan puzzle luka milik Jenderal?" Laki-laki itu menepuk nepuk dadanya yang terasa sesak, sejak Ares dan Sagara pulang ia sudah tak lagi menggunakan saluran oksigen.

"Kenapa tuhan?"

"Kenapa harus seorang Sagara Adirtama?" Jenderal berucap lirih.

"Dia saudara kamu Sagara Adirtama,"

"Saudara sama ibu beda ayah.." Ucapan Ares pada Sagara itu dapat Jenderal dengar baik karena hearing aid nya yang tak lepas dari telinga.

Kata kata yang membuat jantung Jenderal serasa lepas saat itu juga, membuat matanya memanas ingin mengeluarkan air mata.

"Istri papa yang notabe nya mama kamu itu juga mamanya Jenderal.." Jadi selama ini hubungan nya dan Sagara lebih dari seorang saudara tiri rapi mereka saudara beda ayah.

"Lo bukan abang gue," Suara penuh benci dari Sagara kini menghantui pendengaran Jenderal.

"Sampai kapan pun lo ngga pernah jadi abang gue." Jenderal mengusap kasar matanya yang terus mengeluarkan liquid bening. Laki-laki yang tubuhnya bergetar itu menarik nafas dalam dalam berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Jangan pernah panggil saya ayah!"

"Kamu itu cuma pembunuh!" Jenderal melepas kasar hearing aid nya melemparnya asal.

"Jadi anak jangan cuma bisa nyusahin!" Jenderal meringis, suara itu masih terdengar jelas.

Laki-laki itu melepas kasar infus yang tertancap di tangannya, ia menarik nafas dalam dalam lagi.

"Kamu itu pantas mati!!" Jenderal menyibak selimut, memaksakan dirinya yang masih lemas untuk berdiri membuat ia hampir terhuyung saking lemas dan kakunya kaki itu.

"Enyah Jenderal! Enyah!"

"Aargh! Iya Jenderal pergi!" Jenderal menutup kedua telinganya, air matanya bercucuran.

JenderalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang