Ayah?

1.3K 141 172
                                    

Ayah?

Itu yang sangat Jenderal dambakan sejak dulu.

Tapi Jenderal tidak pernah meminta seorang ayah yang seperti ini, Tuhan.

======

"Enyah Jenderal! Enyah!"

"Saya tidak pernah mengharapkan kamu!"

Suara marah pria baya itu semakin tak terkendali, terlihat dengan urat urat leher juga wajahnya yang memerah, kesetanan.

"Kamu-

Kamu hanya pembawa sial!"

Suara teriakan itu diiringi suara guntur yang menggelegar, tubuh laki-laki yang terkapar lemah di atas lantai semakin bergetar.

"Yah-"

"Enyah Jenderal! Atau saya berbuat lebih?!"

Suara laki-laki tak berdaya itu langsung terpotong, wajah nya yang lebam dipenuhi darah itu terlihat semakin pucat.

"Jenderal kuat kok..

..jangan nangis ya?"

Waktu makan malam sudah lewat, tak dipungkuri rasa lapar yang menggerogoti perut nya.

Harusnya semuanya berjalan lancar, seharusnya tak ada acara ayahnya marah seperti ini.

"Enyah sekarang tuli!"

Malam ini di basahi rintikan hujan kembali, seperti malam malam sebelumnya. Malam hujan yang paling disukai oleh seorang Jenderal-dulu.

Malam yang seharusnya Jenderal lewati dengan hangat nya sebuah pelukan.

"Ayah, Jenderal minta maaf.." Lirih remaja itu, tubuh ringkih nya yang tak berhenti bergetar akan menahan seluruh rasa sakit.

Perlahan laki-laki itu bangkit, sesuai keinginan pria baya itu, ia akan enyah.

Malam ulang tahunnya hancur berkeping keping, tak sesuai dengan seluruh harapan yang sudah ia buat sejak hari hari sebelumnya.

Ia tak sengaja memecahkan vas bunga yang katanya favorit mendiang istri Ares Adirtma-ayah tirinya.

Dan kesalahan fatal-menurut Ares-itu yang membuat seluruh harapan Jenderal hancur.

"Jenderal sangat menyesal ayah.." Remaja yang kini tujuh belas tahun itu menatap tatapan nyalang milik Ares dengan rasa amat amat menyesal.

"Jangan pernah memanggil saya ayah!"

Teriakan marah itu menjadi yang terakhir untuk Jenderal dengar, alat yang bertengger di telinganya ia lepas dengan kasar.

"Jangan nangis ya? Jenderal kan kuat.."

"Kuat banget.."

Wajahnya hancur, lebam juga luka sebelumnya yang belum pernah kering kini kembali basah dan mengeluarkan darah.

Lebam lebam semakin bertambah dan memperburuk wajahnya.

"Ayah cuma lupa..

..ayah ngga sengaja kan?"

Hati kecil nya terus bersuara, berusaha menguatkan segala rasa sakit, dengan langkahnya yang tertatih ia memasuki sebuah ruangan kecil.

Ruangan kecil itu diterangi cahaya lilin, terlihat samar samar di mata milik Jenderal yang sudah dipenuhi liquid bening.

Di ruangan berpetak kecil itu terdapat sepotong kue coklat kecil diatas kasur yang sempat laki-laki itu beli di toko setelah pulang sekolah.

Jenderal lihat di atasnya tertancap angak satu juga tujuh.

"Tuhan..

..makasih udah buat Jenderal bertahan selama ini."

Laki-laki itu tersenyum lebar, membuat matanya menyipit, membuat seluruh liquid bening yang sedari tadi ia tahan akhirnya terjatuh.

Tak peduli dengan tubuh juga wajahnya yang hancur ia berjalan mendekat. Tak peduli dengan lampu yang masih padam membuat kamar ini hanya diterangi cahaya lilin.

Hujan masih turun dengan derasnya, dan rintikan itu menjadi alunan lagu ulang tahun milik Jenderal. Walaupun laki-laki itu tak pernah bisa mendengar nya.

Ia duduk di pinggiran kasur, mengambil kue coklat itu. Eyes smile nya mengembang indah diantara seluruh luka.

Luka yang selalu berhasil membuat nya tak pernah berhenti untuk terus bertahan.

Laki-laki itu meniup lilin, bersama hujan, bersama air matanya yang terus jatuh tak terkendali, bersama seluruh luka yang ia rasakan.

"Selamat ulang tahun, Jenderal."

"Terima kasih banyak sudah bisa bertahan,"

"Terima kasih banyak untuk terus tersenyum."

"Kamu laki-laki terkuat di muka bumi ini."

Hati kecil itu berucap tak henti henti, "Semoga tahun depan Jenderal bisa mendapatkan pelukan sebagai hadiah."

Laki-laki itu merintih sakit, tiba tiba kepalanya berputar hebat. Rasa mual dalam perutnya juga muncul.

Tubuhnya yang tadi sempat berhenti bergetar kini kembali lagi, kue yang sedari tadi ia pegang jatuh berhamburan.

"Kenapa lagi tuhan?"

"Tuhan mau kasih Jenderal apa lagi?"

Cairan kental berwarna merah keluar dari hidung nya. "Jenderal ngga mau rasain sakit lagi, maunya langsung ketemu tuhan.." hati laki-laki itu berucap lirih sebelum semuanya gelap.

"Jenderal udah ngga mau coba ngerasain gimana rasanya punya sosok ayah."

Apakah ini sosok ayah yang selalu menjadi pahlawan bagi anak anaknya?

Sosok ayah yang selama ini Jenderal dambakan?

Kalau memang iya, Jenderal tidak akan pernah lagi beroda pada Tuhan untuk memberikan nya sosok ayah dalam hidupnya.

bisa rasain rasa sakitnya Jenderal ngga?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

bisa rasain rasa sakitnya Jenderal ngga?

Jangan lupa senyum!

JenderalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang