Medusa

259 26 0
                                    

Mampi ges, yang like memang baru 7 tapi tayangan nya udah mencapai 2k kokk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mampi ges, yang like m
emang baru 7 tapi tayangan nya udah mencapai 2k kokk.

mampir dan beri feedback kalian ya ♡♡♡

Senyuman Narana Ayunda belum bisa luntur sampai pagi ini—dari tadi malam mood nya dalam keadaan baik sekali.

"Narana sebagai hujan dan Jenderal sebagai bunga, mau?" Tanpa menjawab pun pasti laki-laki itu tahu jawabannya.

Hati Narana dipenuhi bunga bunga, merasa dirinya adalah orang paling beruntung. Walau sempat kesal karena tahu kenyataan bahwa Jenderal sudah tahu jika dirinya menaruh padanya namun laki-laki itu bersikap seperti bocah tak tahu apa apa.

Narana sudah simpulkan kejadian tadi malam bahwa seorang Jenderal sudah menuju siap untuk menjadi kekasih nya.

Narana terkekeh kecil, lagi lagi kejadian tadi malam terulang di kepalanya, seperti kaset—

Dan pada akhirnya senyuman bahagia Narana luntur, ketika dirinya sudah memasuki ruangan kelas matanya menangkap sosok Jeovan yang tengah tertawa.

Sialan, kenapa si Jepon itu ada di kelasnya? Lalu dengan lancang nya ia duduk di bangku Narana.

"Ouii, Narana." Kepala Jeovan tertoleh, lebih dulu melihat sosok Narana dari pada Jenderal.

"Ck, awas tuh kursi gue. Balik sana ke kelas lo." Narana misuh misuh, menatap jengkel Jeovan yang masih santai tak memedulikan lagi keberadaan nya.

"Awas lo!" Kali ini Narana menaikkan nada suaranya beberapa oktaf.

"Nara, ngga boleh bentak cowok." Jenderal menggeleng geleng, menatap Narana dengan pandangan serius nya.

"Diem." Narana mendelik, rumus  dari mana itu? Jenderal benar benar aneh!

"Pergi ngga?" Narana melotot pada Jeovan yang kini sudah sangat susah payah menelan saliva nya. Jika Jeovan tidak ada disini mungkin Narana sudah duduk disebelah Jenderal sembari tersenyum manis.

"Ck, ngeselin lo." Jeovan mendengus, mengalah. Dari pada ribut dengan gadis seperti Narana ia lebih memilih bangkit dan melangkah pergi.

Jenderal sudah masuk sekolah seperti biasa, karena ia memaksa ingin masuk kembali hari ini walau Narana dan Jeovan sudah serempak tak mengizinkan nya.

Tadi malam Jenderal masih tidur di UGD, lalu paginya sudah ada Jeovan beserta seragam hari ini—itu miliknya.

"Jenderal.." Kepergian Jeovan membuat hati Narana berbunga bunga kembali. Gadis itu menumpukan wajahnya diatas telapak tangannya sembari tersenyum lebar.

"Kenapa, Nara?" Jenderal ikut tersenyum.

"Jenderal udah siap jadi pacar Narana belom?" Tanya nya asal, berniat menggoda laki-laki yang cukup polos itu.

"Belom.." Jenderal menggeleng geleng lucu, masih dengan senyuman nya.

"Ngeselin sih, untung sayang.."

"Siap nya jadi apa dong?"

"Eng, jadi masa depannya Narana." Jenderal terkekeh. Ia memang menjawabnya dengan asal namun itu sangat berarti bagi Narana, terlebih wajahnya sudah terlanjur memerah sebelum tahu Jenderal itu hanya menjawab asal.

"Oke, aku kalah lagi."

=====

Bu Ratna baru saja keluar kelas, mengakhiri pelajaran yang amat amat memusingkan.

Mayang merenggangkan otot tubuhnya, menguap kecil. "Ke wc yuk?" Mayang menoleh pada dua temannya yang sudah fokus pada handphone nya masing masing.

"Ayo, butuh kaca besar gue." Iren mengangguk, ikut bangkit. Gadis itu mengambil kantong dalam laci.

"Males, duluan aja." Yang satu ini memang cukup tomboy—Lea menggeleng sembari mengangkat bahu.

"Yuk, May." Iren mengaitkan tangannya pada lengan Mayang, lalu berjalan beriringan keluar kelas.

Mayang itu anak XII IPA 6 yang ketika ingin melangkah ke wc pasti melewati kelas Jenderal.

"Kelas doi, May. Samperin lah." Iren mengedipkan satu matanya, mendorong dorong tubuh Mayang.

Mayang tersenyum samar, menatap pintu kelas Jenderal. Tanpa pikir panjang lagi ia membuka nya.

"Jen, makan aja kayak anak kecil kamu." Dan yang ia lihat bukan Jenderal yang tengah fokus membaca buku, ia melihat itu semua dengan mata kepalanya sendiri.

Narana tertawa kecil melihat noda yang menempel di pipi Jenderal, lalu tanpa aba aba mengelap nya dengan tisu. Mereka tertawa bersama.

"Wah, gila." Iren meneguk saliva nya, menatap wajah Mayang sudah memerah.

"Pelakor! Jenderal pacar gue anjing!" Dengan amarah yang membludak Mayanga berjalan mendekat, lalu tanpa aba aba menarik rambut pendek Narana.

"Jenderal pacar gue!" Mayang mengencangkan jambakannya pada rambut Narana.

"Akh—apaan sih lo?!" Narana memukul tangan Mayang berharap jambakan itu terlepas.

"Jenderal pacar gue!" Narana refleks berdiri, jambakan itu bukannya melemah melainkan semakin kuat mencengkeram rambut rambutnya.

"May, kamu ngapain sih? Narana kesakitan." Alis Jenderal tertaut. Tangannya mencengkeram pergelangan tangan Mayang kuat.

"Lepasin." Jenderal melotot. Lantas Mayang melepaskan jambakan nya itu.

"Jen, lo ngebela si Nara?!" Mayang tak takut dengan pelototan itu, amarah nya masih memuncak terlebih kepala Narana sedang diusap lembut dengan Jenderal.

"Sakit sebelah mana Nara? Biar Jen usap." Laki-laki itu bergumam, mencari area di kepala Narana yang mungkin masih terasa sakit.

"Pacar Jenderal, halu lo! Gue pacar nya asal lo tau!" Narana mendengus kasar, menepis tangan Jenderal. Mata gadis itu menyorot tajam, menatap medusa di hadapannya.

"Rese lo! Caper! Ngga capek apa? Jenderal sukanya sama gue bukan sama lo!" Narana menumpahkan amarahnya.

"Eh lo! Lo lupa sama perjanjian kita hah?" Mayanga ingin mendorong tubuh Narana, namun lebih dulu dihalangi Jenderal.

"May, udah. Kamu buat keributan di kelas aku." Jenderal mengibaskan tangan, walau lebih banyak murid yang keluar kelas tapi tetap saja keributan ini mengalihkan atensi murid yang masih di dalam kelas.

"Lo ngga inget sama perjanjian Narana?" Mata Mayang mendelik tajam.

"Oh, lo lebih milih Jenderal dari pada ayah lo?"

"Ck, anak durhaka." Mayang tertawa, menatap wajah Narana dengan pandangan meremehkan.

"Gue bakal suruh robohin malam ini juga." Mayang tak bersuara, namun gerakan mulutnya seakan mudah sekali terbaca oleh Narana.

Wajah garang Narana hilang seketika, ia meneguk saliva nya. Mayang sudah balik badan hendak melangkah pergi.

"Gimana nih?"

JenderalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang