13

3K 193 3
                                    

Jika ada kesamaan sama cerita kalian mohon di maafkan karena ini murni dari imajinasi ku sendiri.

Happy Reading

Di bawa bintang-bintang berkedip-kedip, Seandra dari tadi enggan beranjak dari balkonnya. Duduk dengan tatapan kosong yang dari tadi melihat bintang di langit. Indah? Sudah jelas bukan, siapa pun akan menyukai itu.

Seandra masih tidak menyangka jika di dalam tubuhnya ada sosok monster yang tumbuh. Di umur yang masih bisa di bilang remaja itu harus menanggung beban di bahunya sendirian.

Di tambah lagi deh penyakit di tubuhnya. "Gw harus sembunyiin ini" Ucap Seandra mengambil amplop itu dan menyimpan di tempat yang tidak bisa di ketahui orang lain selain dirinya.

"Maafin gw..."

Kembali ke balkon menyandarkan tubuhnya di kursi yang sengaja ia taruh, mengambil nafas sedalam-dalamnya lalu menghembuskan secara perlahan-lahan.

Beberapa jam kemudian, Seandra masih saja betah duduk di sana, padahal cuaca di malam hari itu sangat dingin, tapi tetap enggan beranjak dari sana. 2 jam sudah terlewatkan yang artinya sudah pukul 11 malam. "Gw harus bagaimana?" Tanya Seandra.

"Gak usah lebay deh Seandra, cuma penyakit gak akan buat lu mati" Ucap Seandra tersenyum lirih..

"Hahaha bener, gw gak mati palingan koit" Tertawa hambar.

"Njir mengalay gw"

"Aelah dari pada gw pusing mikirin, mending gw tidur seenggaknya beberapa jam bisa gw lupain" Ucap Seandra kembali memasuki kamarnya.

Sudah mencoba memejamkan matanya, tapi matanya tidak bisa tertutup. Menganti gaya tidur bisa saja ia salah tidur, tapi tidak sudah berapa kali ini Menganti gaya tidurnya tetap saja tidak bisa menutup matanya. Menghela nafas kasar, melihat ke arah meja yang terdapat sebuah obat.

Mengambil obat itu yang bentuknya seperti kapsul dan juga seperti bentuk obat biasa, membuka dan mengambil dua tablet masing masing segera menelan tanpa air. Pahit? Sudah jelas.

Menggenggam obat itu cukup lama, dan menaruhnya kembali ke tempat semulanya. "Pahit sih, tapi lama-lama udah terbiasa dah" Ucapnya.

"Kira-kira gw bakal overdosis gak sih?"

"Kayaknya enggak deh, gw cuma butuh obat itu di saat gw butuh obat itu hahaha"

"Intinya saat ku butuh aja seperti saat ini" Mulai memejamkan matanya dan bergumam perlahan-lahan ia mulai tidur.

...





"Bagaimana Bun?" Tanya Deandra.

Diam. Deandra paham. Keterdiamnya Hana membuat Deandra mengerti. Ayahnya masih tetap dengan egonya yang tinggi itu. Ayahnya masih terjebak di masa lalu, ia lupa jika bukan dirinya saja yang kehilangan. Ayahnya tetep kekeuh pada pendiriannya, ayahnya hanya memikirkan perasaannya sendiri. Tanpa tau bahwa anak-anak lainnya juga tersakiti. Tidak, ia harus membuat ayahnya sadar sebelum terlambat.

"Bun, kita coba lagi sekali" Ujar Deandra.

"Kita harus buat ayah sadar kalau kepergian adek itu udah takdirnya. Itu bukan salah Seandra" Lanjutnya.

Bukannya menjawab, Hana malah memegang bahu Deandra dan, " Bunda yakin kak Dean bisa tanpa bantuan bunda. Kak Dean bisa menyakinkan ayah dan membuat ayah sadar."

"Bunda boleh minta tolong sama kak Dean?"

Deandra menjawab 'iya' .

"Kak Dean harus menjaga Seandra, tetep stay di samping adek, bunda nggak minta banyak-banyak bunda cuma mau kak Dean bisa melindungi adek, menyayangi adek, mengganti peran ayah selagi ayah masih pada pendiriannya. Bunda pikir-pikir kak Dean bisa melindungi Seandra" Ucap lembut Hana.

S E A N D R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang