19

3.1K 193 3
                                    

Sebelum lanjut, nak cerita sedikit hehehe. Buat kemarin malam maaf gak bisa double langsung, kemarin malam bener-bener malam yang hancur. Baru tersenyum eh udah di lunturin lagi senyumnya.

Semesta terlalu indah buat gue yang buruk, mental di kuatin lagi yok. Semangat semuanya.

Jika ada kesamaan sama cerita kalian mohon di maafkan karena ini murni dari imajinasi ku sendiri.

Happy Reading

"Terdengar suara tangisan yang begitu pilu masuk di pendengaranb si kembar, mereka terlihat tergesa-gesa menuju ke ruangan sang bunda.

Perlahan langkah itu semakin lambat, mereka bingung 'ada apa? Kenapa semua orang, menangis?'.

Pas sampai dimana keluarga semua kumpul, tiba-tiba Seandra di tampar oleh sang ayah, Wijaya.

Plak

Seandra terkejut dengan tamparan tiba-tiba dari Wijaya, bukan hanya Seandra Deandra pun sama kagetnya dengan tamparan itu.

"Ayah–"

Plak

Tamparan itu bukan dari Wijaya, melainkan nenek dari ayahnya. Double kill tamparan itu.

"Anak pembawa sial seperti kamu harusnya mati di dalam sana, bukan menantu saya!!"

"Nek–"

Plak

Masih dengan menampar Seandra dengan pipi satunya dimana Wijaya menampar nya tadi, ah sepertinya Seandra tak di suruh bicara. Baiklah Seandra jangan bicara dulu buat sementara biarkan nenekmu terlebih dulu.

"Diam! Tidak usah bicara dengerin saya,"

"Menantu saya meninggal semua gara-gara kamu, kamu menelpon menantu saya di saat dia bawa mobil. Memang ya kamu itu pembawa sial, pembunuh lagi."

Deg

Sesaat nafas mereka berhenti, Deandra dan Seandra tidak salah dengarkan. Ibu mereka sudah tidak ada.

"Nenek bercanda, kan?" Kali ini Deandra yang mengangkat suara.

"Apa muka nenek terlihat bercanda, kamu tidak lihat Oma kamu di sana menangis," tunjuk dimana posisi Oma menangis pilu kepergian sang anak.

"Dan ini semua ulah PEMBUNUH!" Menekan kata akhir.

Bagai di tusuk ribuan pisau, hatinya sakit saat ucapan dari neneknya. Apakah bener ini semua karna nya?

"Nek—"

"Pergi."

"Saya bilang pergi ya pergi! Jangan pernah menginjakkan kaki di sini, saya tidak sudah kamu melihat istri saya."

"Tapi ayah-"

Dengan cepat Wijaya menyeret Seandra pergi dari sana. Tidak ada satu pun yang mau menahan atau menolongnya, sekaligus Deandra. Anak itu bergeming di tempat, dengan suara isakan kecil keluar dari mulutnya.

Berbeda dengan Deandra, Seandra malah menahan agar tangisan nya pecah begitu saja. Apalagi dia di seret paksa oleh Wijaya.

Orang-orang pun yang melihat itu tak ada yang berani menghentikan Wijaya, pikir mereka itu urusan ayah dan anak, jadi mereka membiarkan Wijaya menyeret Seandra.

...

"Mau kemana lu?" Tanya tiba-tiba dari arah pintu dengan nampan di tangan nya.

Sedangkan sang pelaku, terdiam sesaat melihat sosok yang sama dengannya ada bersamanya.

S E A N D R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang