22

2.8K 229 15
                                    

Hola kawan kawan gimana kabarnya baik? Alhamdulillah. Dhil kembali lagi saatnya hiatus berakhir.

Ada kangen sama Seandra gak? Dan ya thanks buat kalian. Eh nungguin Seandra gak, nih?

Jika ada kesamaan sama cerita kalian mohon di maafkan karena ini murni dari imajinasi ku sendiri.

Happy Reading

Setelah 2 bulan  Seandra lalui dengan siksaan Wijaya. Tidak ada tanda-tanda perubahan Wijaya justru kebalikannya Wijaya semakin menjadi-jadi menyiksa Seandra.

Kekerasan yang dilakukan Wijaya kini berdampak pada mental Seandra. Kini anak itu sangat takut melihat wajah sang ayah, mengingatnya saja sudah membuat tubuh Seandra gemetar hebat bahkan Seandra membentur kepalanya ke dinding hanya untuk menghilangkan wajah Wijaya yang terbayang bayang di kepalanya.

Ya, perlahan demi perlahan Wijaya menghancurkan mental Seandra tanpa Wijaya sadari.

Deandra? Anak itu terkadang membantu Seandra dan terkadang juga tidak memperdulikan Seandra. Seperti saat ini Deandra hanya melihat Seandra kesakitan dan meminta tolong kepada nya, memegang perut dengan suara yang jika boleh dibilang hampir tidak kedengaran karena saking sakitnya.

Bahkan saat Seandra meneteskan air matanya pun Deandra tidak peduli, justru Deandra beranjak dari tempatnya dan pergi ke kamarnya.

Siapapun tolong Seandra.

Seandra mencoba mengatur nafas lebih dulu sambil mencengkram kuat perutnya. Semakin ia mencoba semakin sakit yang ia rasakan, "s–saaakiit."

"Bun—nda to–loongakkhh hiks–hah hah hiks–oba–at mau obat se–sean"

"Aaarrgghh hah hah hah eemm sa–kit"

"Kena–aaakkhh–pa haru-us sekarang..

Ceklek

Pintu depan terbuka lebar menampilkan Wijaya berjalan dengan angkuh dan menghampiri Seandra.

Dalam lubuk hati paling dalam Wijaya merasa sakit melihat keadaan Seandra yang sudah jelas bahwa anak itu sedang tidak baik baik saja, tapi karena ego nya yang tinggi rasa kasihan itu ia sampingkan.

"Cih! Bangun jangan pura-pura sakit" ucap Wijaya menatap Seandra tajam.

Karena tak kunjung bangun dari duduknya di lantai membuat Wijaya emosi. Hey apakah ia tidak mau melihat sang anak duduk di lantai atau sebaliknya?

"Aa–ay–yah" terdengar sangat lirih saat Wijaya mendengar suara Seandra.

"Bangun! Saya bilang bangun masuk kamar sana."

Hey pak tua apakah kamu kasihan dengan Seandra? Apakah kau sudah mau menerima Seandra? Jika ia tolong bawa Seandra ke kamarnya.

"Apa kamu tidak dengar saya? Saya bilang BANGUN!!"

Seandra tersentak mendengar teriakkan Wijaya, seketika wajah anak itu terlihat gelisah.

"Ayah perut Sean sakit yah, ayah jangan teriak teriak ya" pinta Seandra.

"Sakit perut?" Batin Wijaya.

"Ayah bantu Sean ke kamar ya aakhh Sean mau istirahat di kamar aja" menahan isakan yang sejak tadi ingin keluar, bahkan ia menahan sakitnya ini.

"Menyusahkan saja kenapa tidak mati saja, hm? Jika kau mati hidup saya dan anak saya akan lebih baik dan jika kau hidup kau akan menjadi beban buat saya."

"Berdirilah, saya tidak akan menyiksamu hari ini jadi jangan membuat saya emosi, jadi bangun dan berdiri dari sana." Ucapnya menghela nafas.

"Seberapa mau ayah aku mati? Apakah hidupmu sangatlah tidak penting baginya? Dan jika aku mati apakah ayah akan senang? Kalau emang itu membuat ayah senang maka akan kulakukan toh hidup gw gak berguna juga buat mereka" batinnya berbicara.

S E A N D R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang