21

3.3K 221 9
                                    

Ada yang sama gak? Kesekolah bukan untuk belajar dan cari cogan, tapi untuk healing. Ternyata benar kata orang, sekolah bukan tempat healing, hehehe nambah beban pikiran aja. Healing terbaik adalah menghilang, menurut gue sih gak tau menurut orang lain.

Jika ada kesamaan sama cerita kalian mohon di maafkan karena ini murni dari imajinasi ku sendiri.

Happy Reading

Menyusuri lorong rumah sakit dengan wajah pucat, sehabis bangun tadi Seandra langsung tangcap gas menuju rumah sakit dimana awal dirinya masuk rumah sakit.

Sakit di kepala masih terasa berdenyut denyut, sedangkan di perutnya sudah tidak. Hanya saja dadanya seperti terjepit sesuatu yang berat dan itu membuat Seandra sulit bernafas.

Sampainya di ruangan dokter Ryan, Seandra lantas masuk begitu saja. Dokter Ryan sempat terkejut, tapi melihat siapa pelakunya membuat dokter Ryan urungkan. Dokter Ryan sudah terbiasa dengan kebiasaan Seandra, tidak sopan? Sudah jelas, dokter Ryan memaklumi dan sudah menganggap Seandra sebagai anaknya.

"Dok Yan–begini obat yang kemarin sudah habis, dan gu–saya ingin—"

"Sean kenapa ke dokter hm? Kan resep nya masih ada di kamu, kamu bisa membeli di apotek rumah sakit," jelas dokter Ryan, yang habis memotong kalimat Seandra.

Seandra tampak menggaruk kepala yang tidak gatal, tertawa kecil sembari melihat ke arah lain. Sedangkan dokter Ryan sudah tahu maksud Seandra, hanya saja dokter Ryan ingin tahu dari mulut Seandra langsung.

Sebenarnya Seandra sedikit takut dengan dokter di depannya ini, dan tidak tahu cara meminta obat itu tanpa harus mendengar omelan dari dokter.

Karena Seandra hanya bergeming, dokter Ryan mulai buka suara. "Obat yang kamu minta itu dosisnya terlalu tinggi, ginjal dan hati kamu bisa rusak dan dokter tidak mau itu terjadi."

"Dokter mau kamu pergi konsultasi dengan teman dokter itu yang kamu butuhkan bukan obat," sambungnya, melepaskan kacamata dan menaruh di samping tangan nya.

Seandra yang sudah tahu begini akhirnya hanya bisa menghela nafas berat, tahu jika yang di butuhkan itu seorang psikiater. Tapi seorang psikiater tidak bisa selalu bersamanya dan hanya obat itu yang selalu bersamanya.

"Dokter tidak bisa memaksa kamu, tapi jika boleh dokter mau kamu bertemu dengan teman dokter. Hanya sekali habis itu terserah Sean mau lanjut atau tidak."

Pada akhirnya Seandra mau mengikuti usulan dokter Ryan, tapi dengan syarat dokter Ryan harus memberinya obat itu walau hanya sedikit tidak sebanyak pertama kali.

"Ingat Sean Minggu depan kamu harus kesini dan bertemu dengan teman dokter."

"Iya dok kalau Sean tidak lupa."

"Dokter yang akan menjemputmu jika kamu lupa."

Sebelum benar-benar keluar Seandra kembali di cegah oleh dokter Ryan. "Sean tidak ingin mempertimbangkan lagi? Ini jalan satu-satunya agar kamu bisa sembuh."

Seandra memejam mata, menoleh ke arah dokter Ryan yang menatap nya balik. Seandra kembali menghadap dokter Ryan.

"Kemoterapi membutuhkan banyak uang, saya tidak sanggup membayar biaya nya dan lagi kemoterapi itu sakit. Saya rasa, rasa sakit ini sudah cukup."

"Soal biaya biar dokter yang menanggung, asal kamu mau ikut dokter akan menanggung semuanya."

Kurang apalagi coba dokter Ryan, Seandra hanyalah orang asing yang tiba-tiba saja mengenal nya. Sungguh beruntung.

"Kenapa? Kenapa dokter sangat peduli dengan saya? Ayah saja bahkan tidak peduli dengan apa yang terjadi pada saya bahkan ayah menginginkan kematian saya."

Dokter itu tersenyum, tapi enggan menjawab Seandra.

"Kamu anak yang kuat, suatu saat nanti kamu bisa mencapai apa yang kamu inginkan terutama ayah kamu."

"Jadi sehabis konsultasi dengan teman dokter, kamu ke ruangan dokter kita bahas kapan kamu kemoterapi."

Terdengar helaan nafas panjang Seandra, "maaf dok, tapi saya tetap dengan pendirian saya tidak ingin kemoterapi cukup dengan obat ini saya sudah sangat amat senang.—"

"—Jika saya ikut kemoterapi tapi hasilnya tetap sama, dokter Ryan akan rugi besar dan perjuangan dokter membujuk saya akan sia-sia."

...

Selepas dari rumah sakit Seandra bergegas pulang, Deandra pasti sedang menunggunya. Ternyata benar, kembaran nya itu sedang menunggu di teras rumah.

Memarkirkan motor disamping motor Deandra terletak. "Dari mana aja Lo? Jam segini baru balik?"

Mengusap rambut depan yang sedikit basah, melangkah dimana sang kembaran berada. "Biasalah, habis rumah Revan." alibinya, padahal baru balik dari rumah sakit.

Deandra memicingkan mata, memperhatikan Seandra dengan seksama. Mencari apa yang ada di pikirannya.

"Lah lu ngapain disitu? Ah gw tau–"

"–Lu nungguin gw ya? Fans ya ama gw? Iya gw tau kok kalo gw ini tampan gak usah di sambut segala kali." Pedenya.

"Anak dugong, gw khawatir ama lu eh ternyata-"

Deandra menggeleng, sekarang ia cukup tau.

Saking heran nya dengan sang kembar, Seandra telah meninggalkan dirinya di depan teras. Sedangkan Seandra sudah tertawa receh. Ada-ada saja kelakuan si kembar ini.

Ceklek

Setelah menutup pintu kamar Seandra langsung memasuki kamar mandi guna membersihkan tubuhnya. Keluar dengan rambut basah yang berantakan, kaos putih hitam sudah melekat di tubuhnya dengan bokser hitam polos. Mengacak-acak rambut dengan handuk, ah jika di lihat-lihat Seandra cukup tampan dengan rambut di acak-acak. Siapapun yang melihatnya pasti akan jatuh hati kepadanya.

Membuang sembarang handuk yang telah digunakan tadi, Seandra lantas menggeser kursi yang ada dimeja belajar nya. Mengambil obat yang telah ia dapat dari dokter Ryan tadi, melihat dengan seksama dengan rinci.

Helaan nafas lelah terdengar oleh dirinya sendiri, menjatuhkan kepalanya pada meja belajar memejam mata sejenak sebelum kembali membuka mata.

Menelan ludah dengan pahit, hening kembali menemani dirinya. Lagi dan lagi Seandra menghela nafas anak itu mulai mencari sebuah benda yang telah cukup lama menemani hari-hari nya.

Buku. Sebuah buku atau bisa di bilang sebuah diary.






Seandra meletakkan kembali buku diary ke tempatnya, jangan lupakan buku cetak milik sekolah ia taruh di atasnya.

"Kukira suatu kedewasaan adalah hal yang menyenangkan, ternyata tidak seperti apa yang gue inginkan..."

Itulah kalimat yang Seandra tulis sebelum ia menutup buku diary nya.


"Tetaplah tersenyum dalam keadaan apapun karena tidak ada yang akan perduli sehancur apapun hidupmu"

Author

Aww Nana ganteng banget sih(´ε` )

Aww Nana ganteng banget sih(´ε` )

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Besok pada sekolah gak?

TBC...

S E A N D R ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang