21. The Invitation

4.2K 699 133
                                    

Marsha melepas helm, pandangannya masih terpaku pada Mario yang sejak tadi diam saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marsha melepas helm, pandangannya masih terpaku pada Mario yang sejak tadi diam saja. Pertanyaan yang tidak jelas tadi sepertinya membuat mood Mario turun. Pemuda itu sudah duluan masuk ke ruang tamu, dan duduk di samping Timun yang tengah bergelung di pojokan sofa. Makhluk berbulu itu diam saja saat jari Mario bermain-main di bulunya, meski tatapannya masih galak. Marsha meletakkan tasnya di lantai, dan duduk di sofa lain.

"Yo, tadi mau nanya apa sih? Kok nggak jadi?"

Mario meliriknya sekilas, lalu merenggangkan kakinya sambil melepas resleting jaket. "Nggak denger, apa pura-pura nggak denger?"

Marsha meniup poninya. "Ada Mas Jos, soal Mas Jos bukan? Tapi sisanya emang gue gak denger, suara motor modif sebelah kenceng banget."

"Ke THT deh yuk, besok?" Mario mencengir.

"Iiihh!" Marsha menendang telapak kaki Mario yang terparkir di depannya. "Cepetan, apaan sih?"

Mario berekspresi malas-malasan. "Dah ah, mau mandi dulu gue, capek! Besok jangan telat bangun lo! Gue tinggal kalo kesiangan!" ujarnya sambil berdiri, dan beranjak ke arah kamarnya. Timun mengeong keras, turun dari sofa, entah kenapa si kucing justru mengikuti Mario, padahal Marsha ada di dekatnya.

"Timuuun?" panggil Marsha, tapi tumben-tumbenan tidak digubris. Sebenarnya kenapa sih orang dan binatang di sekitarnya?

Gue salah apa? batin Marsha.


***


Clarissa melirik spion tengah dengan bibir yang makin menipis. Sejak tadi Yudis meyakinkannya untuk terus saja menyetir tanpa harus memedulikannya. Kata Yudis tidak perlu repot-repot mengantarkannya ke rumah, cukup arahkan mobil ke kediaman Clarissa sendiri tanpa pusing putar-putar separuh benua.

Di perjalanan pun Yudis tidak begitu banyak bicara, mungkin sadar tingkat senewen Clarissa sudah mendekati ubun-ubun. Daripada dia diturunkan di kolong jembatan (parah-parah jalan tol), dia memilih duduk manis mendengarkan radio dan goyang-goyang kepala saja.

Mobil compact hitam itu melaju lambat menuju ke sebuah perumahan asri di kawasan Bintaro. Di sebuah portal, Clarissa menurunkan kacanya dan menyapa satpam yang tengah berjaga malam. Sepertinya itu aturan tak tertulis warga sekitar agar keamanan dan kenyamanan terjaga.

"Malem Mbak Clarissa, baru pulang?" Pak Satpam ramah itu menunduk dan menatap ke dalam mobil. "Eh, sama pacarnya? Malem, Mas!"

Senyuman Clarissa berubah palsu. "Ahahaha, ini nemu, Pak Syukron! Anak hilang!"

Yudis ikut tertawa bersama mereka, "Halo Pak Syukron! Saya bukan pacarnya Clarissa kok, calon imam aja!"

"HEH!" Clarissa menepuk bahu Yudis.

"Waduh, aaammiinn deh! Ini mau ketemu calon mertua apa gimana?" canda Pak Satpam.

"Kira-kira gitulah, Pak! Doain ya, biar nggak diusir!" balas Yudis asal.

Ideal CutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang