Seorang gadis berambut panjang dan diikat kuda, naik ke bus satu, ia memberikan briefing pada penghuni bus dengan peserta paling banyak. "Waktu bebas dua jam ya! Manfaatin kupon buat sarapan, bisa dipake di food court! Nanti kita kumpul lagi, jam 11 di sini lagi ya! Kalo sampe telat, pokoknya kita tinggalin, nggak ada ampun!" seru Shabrina, staff HR yang bagian dari panitia inti outing hari ini. Mukanya yang imut-imut itu ceritanya mau mengancam, tapi yang ada cowok-cowok di sana malah prangas-pringis— terutama yang jomblo.
"Ah, telat ajaa aaahhh!!" goda Alvin dari kursi belakang. Dibalas sorakan setuju dari cowok-cowok lain, ribut lagi kayak anak TK mau tengok BonBin.
Shabrina tersenyum, mencoba mengerti bahwa kecerdasan mental manusia di kantornya sangat beragam. "Okee! Silakan dicoba ya, di sini masih ada angkot sih, siapa tahu penasaran rasanya naik angkot di Lembang ya?" Jawabannya sukses membuat Alvin murang-maring di belakang, dia jerit Shabrina kaku banget kayak kabel proyek.
Shabrina dengan tampang santai saja, akhirnya membagikan tiket untuk masuk ke The Great Asia Afrika yang ada di pinggiran jalan raya Lembang itu. Tidak butuh lima menit sampai seluruh karyawan di sana memegang satu tiket berwarna biru, dan gadis itu turun diikuti orang-orang yang duduk di barisan depan.
Marsha, yang sejak masuk tol Pasteur kembali duduk di samping Clarissa, kini menggenggam tangan seniornya itu sambil berjalan masuk ke gerbang untuk pengecekan tiket. Dari ekspresinya saja, Marsha tidak perlu menuntut pertanyaan apa-apa, ia tahu Clarissa tidak ingin membicarakannya.
Marsha mengulurkan tiket miliknya dan Clarissa ke petugas yang berjaga, lalu mereka pun melangkah bersisian di atas paving block yang agak basah. Bandung diguyur hujan. Ini sudah penghujung tahun, wajar Bumi ditangisi langit terus menerus. Tak terkecuali hari ini, begitu bus masuk area tanah Pasundan, rintik-rintik sudah menyambut. Mungkin hujan masih akan membayangi sampai malam, menilik awan yang bergulung-gulung di atas mereka sekarang.
Clarissa merapatkan jaketnya, dan berjalan dalam diam. Suasana sudah ramai, meski taman wisata ini baru buka.
Marsha merapatkan jemarinya di lengan Clarissa, tak ingin mereka terpisah, karena rombongan berpencar ke segala arah, toh ini waktu bebas. "Mbak, lo mau ke mana dulu? Mau sarapan?"
"Hmm, gue nggak nafsu sih, Sha. Lo mau makan dulu? Yaudah yuk?" Clarissa tersenyum.
Namun Marsha tampak berpikir, ia sendiri sudah sarapan di rumah tadi, Mario sudah membuatkan nasi goreng, jadi kalau dibilang lapar pun, sebetulnya dia tidak kelaparan. Masalahnya Marsha tidak lihat Clarissa makan apapun di bus tadi. Dia tampak khawatir, kalau-kalau Clarissa hanya menunda-nunda makan karena obrolannya dengan Yudis tadi.
"Gue sih kenyang, tapi Mbak beneran nih nggak laper?" pancing Marsha lagi. "Kalo nanti laper, bilang ya, kita jajan deh. Di bawah sana banyak jajanan sih," Marsha menunjuk jalanan menurun.
Taman wisata itu besar sekali, dengan ekosistem yang sangat asri, dibangun dengan konsep bangunan khas beberapa negara di Asia dan Afrika. Mungkin ini seperti TMII, bedanya itu khusus adat Indonesia, sedangkan ini miniatur negara lain. Salah satu jalan setapak pun dihias seperti layaknya jalanan di Korea Selatan sana. Setiap sudut taman sangat estetik dan Instagramable. Cewek-cewek sibuk berfoto sepanjang jalan. Ibu-ibu bergerombol di salah satu miniatur rumah adat Korea, mereka pakai hanbok sewaan. Suara cekikikan bergetar di sana sini. Marsha mengajak Clarissa untuk foto-foto di teras rumah ala Korea. Mereka berhasil menyimpan beberapa foto, meski senyum Clarissa masih antara ada dan tiada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ideal Cut
ChickLit| Chicklit - Humor | Part of Chaotic Company Series | All the things happening here is part of madness. Marsha, si Account Manager junior yang baru dipindahkan ke tim Joseph, kesulitan untuk berbaur dengan tim barunya. Tim Joseph berisi empat lelaki...