17. The Picture

4.2K 745 125
                                    


Marsha bersenandung ringan sekembalinya dari ruangan tim merchandising

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marsha bersenandung ringan sekembalinya dari ruangan tim merchandising. Ia melangkah santai kembali ke ruangannya sambil menenteng map hijaunya. Namun setibanya di ruangan, rupanya tidak ada siapa-siapa, jadi Marsha sengaja melempar mapnya dari jauh, dan ternyata bunyi pendaratannya lumayan berisik. Gadis itu terkekeh sendiri melihat hasil keisengannya.

"Duh, kaget." Suara gremeng-gremeng terdengar dari arah meja Joseph, padahal di kursinya tidak ada siapa-siapa.

Marsha terbelalak, dan membeku sebentar, sebelum mendekati meja keramat itu. Jangan-jangan 'penghuni' ruangannya ngamuk karena Marsha banting-banting map?

Dilongoknya meja kosong itu, Marsha justru terkesiap sambil mengelus dadanya. "Ya Tuhan ... Mas Jos? Ngapain di situ?" Karena leader-nya itu sedang duduk bersila di lantai, sambil membuka-buka lacinya. Di sebelahnya bertumpuk-tumpuk kertas entah apa.

Wajah Joseph tengah mendongak ke arah Marsha, sementara gadis yang ditatapnya cengar-cengir. "Eh, Sha, ini nih lagi beresin berkas-berkas," jawabnya, lalu menyingkap lagi lengan kemejanya yang agak turun.

Marsha mengerucutkan bibirnya selagi menimbang, otaknya berpikir cepat, haruskah ikut campur kalau Joseph tidak bicara apa-apa?

"Ma—"

"Sha, lagi sibuk, nggak?" tanya Joseph cepat, bahkan Marsha baru mangap untuk basa-basi busuk, tapi keburu disamber.

Marsha mengangguk, "Eng ... enggak, Mas!"

"Enggak, apa iya?" Joseph menelengkan wajahnya, karena Marsha justru mengangguk.

"Iya, enggak sibuk gitu, apa perlu dibantu?" Marsha bergerak ke sisi Joseph, dan berlutut si sampingnya. Beruntung hari itu ia memilih mengenakan celana, bukan rok. Rempong nanti buat jongkok-jongkok.

"Perlu dong," balas Joseph dengan kalemnya.

Marsha hanya bisa tersenyum kecut, karena Joseph tidak ada acara tolak-tolak dulu kek gitu. Terjebak sudah Marsha jadi peri rumah. Debu yang melayang-layang dari tumpukan kertas lumayan bikin tremor. Mungkin kertas-kertas itu sudah eksis sejak perusahaan ini berdiri.

"Ini nggak minta tolong OB aja gitu, Mas?" tanya Marsha hati-hati. Karena kelihatannya Joseph nyaman banget ndeprok di lantai, hawa-hawanya akan lama acara beberes ini.

"Nanti, kalau udah dipisahin mana yang sampah, mana yang arsip. Yang tahu ini penting apa enggak, kan kita, jadi ya harus kita sendiri yang pilah-pilah," jelas Joseph sambil membuka-buka beberapa proposal bisnis.

Marsha mengangguk, meski Joseph tak melihat. Dan tangannya mulai bergerak membuka laci lain di belakang Joseph. Maklum ya, kantor startup begini, yang bebersih ya mereka-mereka juga. Tenaga office Boy kan terbatas, apalagi itu bukan tugas mereka membersihkan dokumen, mana tahu kan ada dokumen yang confidential. Jadi selama bisa dilakukan sendiri, ya lakukanlah, kalau tifus barulah izin. Marsha menemukan kertas-kertas berisi purchase order dari tiga tahun lalu. Bahkan kopian akta-akta perusahaan yang seharusnya disimpan dengan lebih tertutup. Perlahan tapi pasti Marsha memisah-misahkan mana dokumen yang kiranya masih dibutuhkan, dan mana yang harus disingkirkan.

Ideal CutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang