3. The Origin

7.6K 1K 75
                                    

A/N : Untuk yang belum baca chapter 2, silahkeun, mundur cantik ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A/N : Untuk yang belum baca chapter 2, silahkeun, mundur cantik ya ... baru ke sini


Mario menyeruput frappuccino hasil memalak Clarissa tadi. Efek meningkatnya kadar senewen perempuan itu membawa sedikit berkah untuk Mario yang memang keselek krim J.co, dan butuh cairan untuk bertahan hidup. Dengan alasan nggak bawa dompet apalagi hp, tentunya Clarissa merasa bertanggung jawab atas Mario, dan menggesek membership card kedai kopi langganan di lobi.

Pemuda bongsor itu masih menggigiti sedotan. Bunyi gemerisik es batu dan res-resan kopi dihisap, sejujurnya mengganggu Clarissa. "Nggak usah disedot-sedot terus, ngilu gue!" tegurnya.

Bibir Mario pun berpisah dengan sedotan kesayangan. Lantas memberi tatapan, 'salah apalagi hamba?'. "Masih haus, Mbak, lumayan air esnya masih sisa ..." ujarnya tanpa dosa.

"Oh, My God!" Clarissa beranjak ke kasir dan memesankan minuman baru untuk manusia gelonggongan satu itu. Lima menit kemudian ia datang dengan ice latte, satu untuk Mario, dan satu untuknya sendiri.

"Jadi, gue mau tahu proyek apa aja yang dipegang Yudis buat kuartal ini?" tanyanya to the point, setelah Mario menyandarkan punggungnya lagi ke kursi.

Mario mendorong gelas plastiknya yang tinggal berisi setengah. Tersenyum penuh arti. "Kepo, niih? Kenapa tadi ada orangnya nggak ditanya langsung?" godanya.

Gadis itu mengembuskan napas lelah. "Yah, you know why, laaa! Sok polos lo, malesin." Bibir atas Clarissa naik-naik.

"Lagian, kenapa sih, Mbak ... sensi banget sama Bang Yudis? Baek tahu dia, asli deh! Mukanya kadang doang bikin enek, sisanya bikin enak, ya kan?" Lagi-lagi Mario komentar jahil.

"Sembarangan! Mana sempat ya gue enak-enak sama dia! Najis!"

"Ups, keceplosan gak tuh? Kayak nyesel gitu nadanya?" Mario terbahak.

"Apaan sih!!" Clarissa mendelik. "Nggak ada apa-apa gue sama dia, pokoknya gue males aja. Taktik si Yudis tuh selalu licik aja menurut gue, makanya males banget!"

"Oh, iya sih korban dimanisin, jadi masih dendam ... I see." Mario mengelus dagunya sok kalem.

"Heh! Udah jangan ngalor ngidul! Buruan, ada proyek gede nggak dia dalam waktu dekat?"

"Belum tahu gue, Mbak ...."

"HALAH!" kilah Clarissa. "Sogokan lo donat doang langsung luluh? Mau apa sini, ngomong sama gue!" sindirnya, mengingat seserahan Yudis tadi, sejujurnya Clarissa kesal sendiri.

Mario menahan tawa. "Mau sugar mommy ...."

"Bangke!" Flat shoes Clarissa menindas Converse buluk Mario tanpa ampun. "Baek-baek mulut lo, gue jahit nih!"

"Aaah!! Buset!" Mario menarik kakinya menjauh. "Emak sama anaknya sama-sama bar-bar, anjrit!" umpatnya. Anak yang dimaksud Mario adalah anak buah Clarissa, secara tak langsung Clarissa adalah emaknya anak-anak, meski bukan hasil perbuatannya sendiri.

Ideal CutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang