34. The Party

12.9K 855 219
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sebulan Kemudian

Marsha memperhatikan Ray dan mempelai wanitanya, dari tempatnya berdiri, stand buah-buahan. Ray dan sang kekasih yang sekarang sudah sah jadi sepasang suami istri itu tampak tak henti-hentinya tersenyum, sambil menyalami setiap tamu yang datang. Marsha menggigit melon dingin dari garpu kecil di tangannya. Mulutnya seketika penuh dengan rasa manis sekaligus tawar. Piring kecilnya sudah tandas, dan gadis itu meletakkan piring kecilnya di tempat sampah. Berjalan pelan ke arah dessert lain yang tak kalah menggoda.

Gedung yang dipilih Ray ini, aslinya sport center. Panggung mempelai terhalang kolam renang yang dihiasi banyak lampu mungil. Sangat nyaman dipandang berlama-lama. Marsha kali ini mencomot segelas kecil puding berlapis cake. Warnanya menarik, rasanya bisa jadi sama menariknya.

Tiba-tiba ada tangan yang melingkar lembut di pinggangnya. Marsha pun mendongak, meski sudah mengenali aroma eau de toilette pemiliknya.

"Aaak!" Pemuda itu membuka mulutnya, dan Marsha menyuapkan sesendok puding. Keduanya mengangguk-angguk karena kudapan itu cocok dengan lidah mereka.

"Enak, tapi enakan yang itu tuh, tadi gue coba yang tiramisu, cobain deh, Ca!" Ia menunjuk gelas yang lebih pendek dan bulat.

Marsha memutuskan untuk mengambil dan mencobanya juga. Ternyata memang enak. Keduanya pun asyik menghabiskan kudapan masing-masing. Mereka masih menunggu giliran mereka dipanggil naik, karena teman-teman kantor mereka rata-rata belum datang. Maklum saja, karena tempat tinggal yang cukup jauh dari venue.

Namun sekiranya lima belas menit kemudian, suara familier memanggil keduanya dan mereka menoleh bersamaan.

"Woyyy CaYooo, mojoook aja nih, berdua! Gue cariin juga dari tadi, sampe siwer!" omel Clarissa sambil menjepit clutch bag-nya.

Gadis jangkung itu datang dengan potongan gaun off shoulder yang memamerkan bahu atletisnya. Model pakaian seperti itu paling pas dikenakan Clarissa, karena bahunya cantik, belum lagi rambut panjang gelombangnya yang terurai rapi di punggung.

Dengan cepat Clarissa memeluk Marsha, mengedipkan sebelah mata pada Mario, lalu bibirnya langsung mengoceh betapa macetnya arah ke sini tadi. "Haduh, kalo tadi gue nggak nungguin dulu si kunyuk, udah sampe dari tadi gue!" keluhnya.

"Ck, ganteng gini kok dibilang kunyuk, sih...," sahut Yudis yang baru datang. Ia mengenakan setelan jas berdasi kupu-kupu. Untung pakai jas, kalau enggak, nyaru sama mas-mas waiters soalnya. Di saat tamu undangan lain datang mayoritas pakai batik, Yudis memang mencolok karena beda dari tamu-tamu yang sekarang berdiri di sekitar mereka.

Marsha dan Mario tersenyum saja melihat Clarissa dan Yudis lagi-lagi gelut. Masih bahas gara-gara Yudislah mereka ngaret. Dan Yudis bersikeras, yang lama itu dandannya Clarissa, dia datang sudah tepar, Clarissa malah masih catok rambut. Alasan Clarissa, kelamaan tunggu Yudis jadi dia ketiduran, dan rambutnya berantakan lagi. Terpaksa catok ulang. Mungkin mereka akan berdebat terus, sampai Ray dan istrinya berangkat honeymoon.

Ideal CutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang