Suara bel di sebuah rumah asri, kawasan Bintaro, mengalun. Memberitahukan pemilik rumah bahwa ada tamu di gerbang. Beberapa menit kemudian seorang wanita usia matang, tergopoh-gopoh keluar dan melongok ke pagar tinggi. "Cari siapa, ya?" tanyanya dengan dahi mengerut dalam.
"Sore, Tante, Clarissa-nya ada?"
Mendengar panggilan Tante, wanita di balik pagar sedikit menyengir. "Oh, ada-ada! Masnya nih udah ada janji, gitu?" Nada medok sedikit lolos dari wanita itu.
"Saya udah bikin janji sih, tapi Clarissa kayaknya lupa ada janji sama saya, Tante? Boleh dibantu panggilkan Clarissa-nya nggak?" Tak lupa senyum maut, sambil badan maju sedikit, tangan meremas jeruji pagar.
"Masnya orang kantor, nggeh?" tanya wanita itu sambil membukakan grendel pagar, dan membuka pintu yang lebih kecil, untuk membiarkan si tamu masuk.
"Iya, Tante!"
"Haaiis, Masnya nih, ndak usah panggil Tante segala! Panggil Mbok Tum aja! Ndak cocok Mbok Tum dipanggil Tante, Hehehe," ujarnya sambil terkekeh.
"Loh, cocok-cocok aja kok, Tante Tum? Ih, keren tuh jadinya ya?" Si pemuda masih saja tidak kehabisan akal. Mbok Tum menutup mulutnya, nyaris terbahak, tersipu-sipu luar dalam.
Mereka pun melangkah bersama menyeberangi garasi ke rumah. Mbok Tum membuka pintu ruang tamu, mempersilakan Yudis untuk duduk di sofa, bahkan menawarinya minum, mulai dari es teh sampai jus nanas, katanya tinggal bilang. Yudis dengan tenang menjawab fruit punch. Mbok Tum pun manggut-manggut sambil garuk kepala, lalu pamit ke dalam.
Yudis mengangkat bahunya, sambil melepaskan napas. Matanya beredar ke sekeliling ruang tamu, dan memerhatikan almari berisi pajangan souvenir piring-piring bercorak yang tampaknya dari luar negeri. Semuanya bersih dan ditata selang seling antara piring yang besar dan sedang. Pajangan giok-giok mungil juga terselip di beberapa tempat. Sofa berwarna mocca yang diduduki Yudis empuk, dan cukup menggoda untuk tamu berlama-lama duduk, mungkin bisa ketiduran kalau khilaf.
Yudis mengeluarkan ponselnya, dan membuka aplikasi chat. Melihat lagi pesannya yang hanya centang biru pada Clarissa, dua jam lalu. Tersenyum tipis, ia berniat mengetik sesuatu lagi di sana, tapi suara langkah kaki ke arah ruang tamu, membuat Yudis mendongak.
"Alamak! Siapakah gerangan tamu kita ini?" Suara nyaring wanita paruh baya menyapa Yudis, mungkin sedikit lebih tua dari Mbok Tum, tapi memang beda casingnya. Mbok Tum tadi mengenakan kemeja kotak-kotak dengan rok panjang, sementara ibu satu ini dengan tunik batik, dan celana legging, rambutnya cetar sekali seperti habis dikasih hairspray dua botol.
"Sore, Mbo— eh, Tanteee!" Yudis geleng-geleng samar, dan buru-buru berdiri untuk menyalami wanita itu. Senyuman Yudis setingkat lebih menawan daripada ke Mbok Tum di pagar tadi. Mungkin sudah dapat hidayah siapa wanita yang sekarang duduk di sofa seberang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ideal Cut
Чиклит| Chicklit - Humor | Part of Chaotic Company Series | All the things happening here is part of madness. Marsha, si Account Manager junior yang baru dipindahkan ke tim Joseph, kesulitan untuk berbaur dengan tim barunya. Tim Joseph berisi empat lelaki...