27. The Playlist

3.5K 658 106
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Timun mengeong keras ketika Marsha menuangkan makanan sang majikan ke stoples. Dengan gerakan cepat gadis itu mengosongkan isi bungkusan, lalu merapikan sekali lagi litter box yang sudah bersih. Gadis itu menitip pesan pada temannya yang tidak ke mana-mana weekend ini, agar tak lupa menuangkan seporsi makan Timun tiap pagi, karena kalau kelupaan nanti Timun bisa terbang. Alias mencoba meraih gagang pintu kamar Marsha yang setinggi siku orang dewasa itu.

Kawan Marsha yang tampangnya bisa dipercaya itu mengangguk-angguk sambil mencatat di ponselnya. Entah apa yang dicatat, padahal omongan Marsha juga tidak banyak. Sekarang Timun melingkar-lingkar di kaki Marsha seolah menahannya agar tidak kabur menjadi abdi setia.

"Timuun, Maca pergi dulu ya, nanti pulang kok besok– eh, besoknya lagi!" rayu Marsha sambil mengelus puncak kepala si majikan. Mulutnya monyong-monyong seperti merayu balita ngambek.

"Raaaooong, raaaooong," balas Timun. Mengusak kepalanya di betis Marsha.

"Ututututu, Timun jeyek kalo nangis, ututututu!" Marsha tiba-tiba tertunduk, karena Mario mengacak rambutnya dari belakang.

"Udah woy! Abang Gocar-nya udah nungguin dari tadi! Kalo telat denda kita, nanti!" ajak Mario sambil mengangkat tas Marsha di sofa ruang tengah.

Langkahnya mendekati lagi tempat Marsha masih berjongkok. "Bye, Timun, babu lo gue pinjem dulu yaaa!" Tak lupa mengusap sebentar punggung si makhluk berbulu oranye itu.

Dengan satu eongan sedih Timun, Marsha pun bangkit dan berterima kasih pada teman kosannya yang bersedia mencurahkan kasih sayang untuk Timun selama dia tidak di sini. Adegan itu tak kalah mengharukan dibanding pisahnya batalyon prajurit di film perang.

Marsha dan Mario pun masuk ke mobil online pesanan Dodo. Sejak tadi yang menemani si abang ngobrol sambil ngopi ya Dodo. Subuh itu, mereka bertiga akhirnya meluncur ke kantor, titik pertemuan mereka untuk berangkat vacation ke Bandung. Akhirnya, healing time tiba. Semoga memang weekend ini bisa menyembuhkan banyak luka dan pikiran buruk karyawan-karyawan SV Commerce.


***


Marsha mengacungkan jempol diam-diam, saat Mario berjalan melewati kursinya di bus. Marsha memang sengaja memilih kursi agak depan, berdampingan dengan Clarissa. Sesuai rencana mereka semalam, Mario akan duduk dengan Yudis, di kursi nun jauh di belakang. Dan saat sudah sampai tol nanti, Yudis harus duduk di sebelah Clarissa. Karena letak kursi Clarissa di depan, tidak mungkin gadis itu menghindar ke mana-mana. Kecuali mau jadi tontonan satu bus besar berisi karyawan lintas divisi. Atau mau lompat dari jendela? Tidak mungkin lah, sebenci-bencinya Clarissa pada Yudis, pasti masih sayang nyawa sendiri.

Bus pertama meluncur ke bibir tol. Bus kedua ukurannya lebih kecil, berisi sebagian besar panitia dan peralatan untuk main game di sana. Kedua bus mengular seperti ular besi, henti sejenak membayar kewajiban agar bisa menikmati jalan bebas hambatan (yang kalau weekend tetap saja penuh hambatan) itu. Gas diinjak oleh supir, musik pun mulai dikumandangkan oleh DJ Widodo di bus pertama. Suasana riuh rendah penuh ekspektasi mengudara bebas.

Ideal CutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang