Bab 10

6.7K 289 0
                                    

Bulan turun ke meja makan lebih dulu setelah menyiapkan pakaian suaminya. Sejak semalam mereka tak banyak bicara seperti biasanya.

Tak lama Alfan turun ke meja makan dengan pakaian rapi. Mereka berdua sudah kembali memulai aktivitas kembali seperti biasanya. Alfan sudah harus kembali bekerja di perusahaan papanya dan ia harus kembali mengurus butik yang sudah hampir dua minggu ini ditinggalkan.

Setelah lelaki itu duduk, Bulan dengan penuh perhatian melayani suaminya. Walaupun bukan cinta setidaknya ia memberikan rasa hormatnya pada suaminya.

“Apa yang kamu lakukan semalam, Bulan?” tanya Alfan membuat tangan Bulan menggantung di udara.

“Apa maksudnya?” jawab Bulan yang belum paham inti dari ucapan suaminya.

“Zahra,” sahutnya dengan pelan.

Bulan meletakkan kembali tangannya kemudian menatap suaminya dengan datar. Kini ia paham apa maksudnya. Mungkin karena semalam ia lancang mengangkat panggilan dari istrinya.

“Maaf. Semalam ponselmu terus berbunyi dan itu sangat mengganggu. Jadi you know what happened.”

“Kamu tidak seharusnya menyentuh privasiku, Bulan. Itu tidak sopan!.”

Bicara tentang kesopanan yang dikatakan Alfan. Seharusnya ia lebih dulu berkaca pada dirinya sendiri. Ia bahkan lebih tidak sopan dengan mendustakan banyak orang bahkan pernikahan sakral ini.

“Seharusnya jika kamu keberatan. Kamu bisa membawa ponselmu ke mana pun kamu pergi. Jangan meninggalkannya di kamar hingga membuatku terganggu. Bukan sekali loh dia menghubungimu, makanya aku menjawabnya siapa tahu itu penting,” jelas Bulan yang tak ingin disalahkan.

“Tapi —”

“Seharusnya kamu bisa jujur dan berterus terang. Jangan menyembunyikan sesuatu lebih lama lagi,” sahutnya memotong ucapan Alfan, “akan banyak hati yang tersakiti jika kamu terus seperti ini, Mas.”

“Kamu tidak mengerti rasanya, Bulan.” Alfan menghela napas kasar.

“Aku cukup mengerti tentang rasa sakit dan perihnya sebuah kenyataan, Mas.”

Semua ucapan Alfan terpatahkan dengan jawaban yang dilontarkan Bulan. Walau tutur katanya terlihat biasa namun pemilihan katanya sangat menohok.

Bulan yang berniat sarapan mengurungkan niatnya. Ia merapikan pakaiannya kemudian menyahut tasnya dan beranjak.

“Aku berangkat duluan, Mas. Aku sedang tidak ingin berdebat di pagi hari.” Bulan melangkah meninggalkan Alfan yang hanya menatapnya tanpa mencegah.

Alfan sama sekali belum menyentuh makananya sama seperti Bulan. Napsu makannya menguap begitu saja setelah perdebatan kecil mereka.

Walaupun bukan teriakan dan suara yang tinggi namun tetap saja pertengkaran di pagi hari itu sangat tidak nyaman dan jelas akan mempengaruhi suasana hati selanjutnya.

✿✿✿

Semua orang yang bergelut di dunia bisnis tahu tentang pernikahan spektakuler antara putri keluarga Latief dan putra keluarga Herlambang. Dua keluarga konglomerat yang akhirnya disatukan dalam sebuah pernikahan.

Tidak ada yang tahu di dalamnya kecuali mereka yang menjalaninya. Begitu juga dengan seorang wanita mungil berhijab itu. Wanita itu juga tidak mengetahui apapun tentang pernikahan yang dilakukan suaminya dengan wanita lain.

Zahra lebih banyak diam setelah panggilannya untuk Alfan diterima oleh wanita lain. Siapa wanita itu? Apa Mas Alfan memiliki wanita lain di sana? Begitulah isi kepala Zahra saat ini.

ISTRI DI ATAS KERTAS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang