Bab 22

5.5K 267 0
                                    

“Sebenarnya ka—”

“Sebenarnya kami bersahabat sejak SMP dulu,” potong Bulan menghentikan ucapan Marvin.

Bulan menatap tajam ke arah Marvin yang malah menyeringai ke arahnya. Kemudian mengedipkan mata dengan menggoda.

“Wah, tidak menyangka. Ternyata Tuan Marvin ini sahabat istri saya,” ujar Alfan sembari ikut duduk di samping Marvin.

“Saya juga tidak menyangka ternyata istri yang menjadi buah bibir para pengusaha itu ternyata Bulan. Dia memang sangat cerdas,” cetus Marvin membuat Alfan mengerutkan kening.

“Ada apa memangnya?”

“Anda ini pura-pura tidak tahu atau bagaimana. Semua rekan bisnis kita memuji kecerdasan Nyonya Muda Herlambang. Maaf saya tidak bisa hadir di acara Anda.”

Akhirnya Bulan paham arah pembicaraan Marvin.

“Mas Alfan mau minum? Pekerjaanku belum selesai,” tawar Bulan yang langsung mendapat anggukan.

Bulan kemudian menghubungi karyawannya dan meminta tiga gelas kopi untuk mereka. Ia memilih melanjutkan pekerjaannya yang tertunda akibat kedatangan Marvin yang sampai saat ini belum percaya bahwa ia telah menikah.

Saat ini setelah melihat kedatangan Alfan, mungkin saja setelah itu Marvin tidak akan mengganggunya lagi.

Membiarkan Alfan dan Marvin berbicara, Bulan pura-pura tidak mendengar tapi kenyataannya ia menajamkan telinga untuk mendengar obrolan dua lelaki tersebut.

Sesekali Bulan mengepalkan tangan dengan geram karena obrolan Marvin hanya membahas tentang masa-masa kebersamaan mereka.

Sementara Alfan, kenapa lelaki itu harus menanggapinya dan malah tertawa bersama.

Sialan!

Tidak sadar Bulan mengumpat dalam hatinya.

Sekitar satu jam kemudian Marvin pamit pergi lebih dulu. Ia bilang ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Setelah kepergian Marvin, Alfan menatapnya dengan tatapan penuh selidik.

“Kenapa menatapku begitu?” tanya Bulan sedikit gugup. Apa Alfan mencurigai dia memiliki hubungan spesial dengan Marvin.

“Sepertinya hubungan kalian terlihat sangat dekat,” sahut Alfan.

Benar ‘kan, pasti Mas Alfan curiga, batin Bulan.

“Kami tidak sengaja bertemu beberapa waktu lalu,” sanggah Bulan dengan santai, berharap Alfan mengakhiri semua obrolan tentang lelaki itu.

“Sebaiknya kamu tidak terlalu dekat dengannya. Ingat, Bulan. Kamu berstatus istri orang,” sahut Alfan lagi entah apa maksudnya.

I know. Kamu tidak perlu mengingatkan aku akan hal itu, Mas.”

Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi. Alfan memilih diam memainkan ponselnya sementara Bulan kembali pada pekerjaannya.

Hingga tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat. Bulan mengakhiri pekerjaannya dan segera mengajak Alfan pulang. Tubuhnya begitu lelah dan butuh ranjang untuk berbaring.

✿✿✿

Mereka tiba di rumah sekitar pukul 19.30 WIB. Bulan langsung merebahkan dirinya di sofa panjang tanpa melepaskan high heels yang masih dikenakan.

Pinggangnya benar-benar terasa pegal-pegal.

“Mandi dulu, Bulan. Setelah itu makan malam.”

“Kamu mandi saja dulu. Aku lelah,” sahut Bulan lirih.

ISTRI DI ATAS KERTAS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang