Tujuh

2.8K 453 29
                                    

Al menyandarkan tubuhnya di sofa ruang tamu apartemen Andin.

"Sorry Roy, gue belum bisa jaga Andin kayak lo," ucap Al dalam hatinya.

Al memejamkan matanya, mengistirahatkan pikirannya. Jujur menjaga Andin cukup membebani pikirannya karena ia tidak tahu caranya, mereka tidak cukup dekat.

Setengah jam kemudian Al kembali masuk ke kamar Andin membawa obat yang sudah diantarkan oleh supirnya, tidak lupa Al mengetuk pintu dulu dan masuk setelah dipersilahkan.

"Minum obatnya ya," Al membaca aturan dan dosis obat yang tertulis di bungkusnya lalu memberikannya pada Andin untuk langsung diminum.

"Makasih ya mas, maaf aku ngerepotin kamu," kata Andin setelah meminum obatnya.

"Saya gak merasa direpotkan, sekarang kamu butuh apa lagi?"

"Udah mas, aku mau istirahat aja,"
"Kamu pulang aja, aku udah lebih baik kok, kamu juga perlu istirahat kan."

"Kamu butuh ditemani malam ini? Kalau memang butuh biar saya minta tolong mama temani kamu."

"Nggak usah mas, aku udah repotin kamu, aku gak mau repotin mama juga."

"Handphone kamu di mana?"

"Hm? Buat apa?"

"Aktifin, biar saya bisa cek kondisi kamu,"
"Di mana?"

"Gak tau, kalau gak aktif mungkin baterainya habis."

"Dari kapan gak aktifnya?"

"Gak tau, aku gak pegang sejak hari di mana Roy pergi,"
"Aku gak mau diganggu,"
"Buat apa juga.."
"Yang ada aku akan selalu nunggu Roy hubungin aku.."
Ketika menyebut nama Roy, suara Andin kembali melemah, tatapannya kembali sendu.

"Kamu punya kehidupan lain, pekerjaan kamu, projek film kamu, teman-teman," Al mengedarkan pandangannya ke seluruh sisi kamar Andin, mencari kemungkinan di mana handphone Andin berada.

Andin tersenyum miring
"Gak ada lagi yang penting mas, bagian terpenting hidup aku udah gak ada, semuanya udah pergi,"
"Mama, Papa, Roy.."

Al tidak lagi menyahuti, ia berjalan ke rak tas yang ada di kamar Andin
"Terakhir kamu pakai tas yang mana?"

"Itu, kenapa?" tunjuk Andin pada tas hitam yang tergeletak di atas meja riasnya, bukan di rak.

Al beralih menghampiri meja rias Andin dan membawa tasnya pada Andin.

"Handphone kamu coba ada di dalam gak?" Al meminta Andin yang merogohnya karena rasanya tidak sopan kalau ia yang mengobrak-abrik.

Andin menurut dan benar handphonenya ada di dalam, ia mencoba menyentuh layarnya tapi tidak hidup.

"Mati, baterainya beneran habis."

"Ya kamu terakhir charg 40 hari lalu, gimana gak mati, ck!" decak Al mengomel, Andin hanya diam, Roy tidak pernah memarahinya.
"Charg dulu ya, chargernya di dalam tas juga? Coba cari," Al kembali menyodorkan tas Andin.

Andin kembali menurut dan memberikan charger serta handphonenya pada Al.

"Kamu harus aktifkan terus handphone kamu, setidaknya supaya saya dan mama bisa tau keadaan kamu dan kalau butuh sesuatu kamu juga bisa hubungi kami."

"Iya mas," jawab Andin pelan.

"Saya aktifkan ya," Al mengaktifkan handphone Andin setelah mendapat anggukan dari pemiliknya.

ting!
ting!
ting!
ting!
ting!
ting!
..
..
..
..

Banyak pesan masuk menyerbu dan notifikasi panggilan tidak terjawab.

HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang