Duapuluh

2.5K 485 102
                                    

Ayah kapan bisa pulang? Pulang dong yah, dedek panasnya masih belum turun juga padahal udah bolak-balik puskesmas sama klinik, Ibu khawatir.

Deg

"Ini dia mie instan kuah rasa ayam bawang pake telur setengah matang sama cabe rawit rebusnya enam, favorit nona Andin," Bima memecah keterkejutan Andin dengan membawa nampan berisi dua mangkuk mie instan.
"Wait, aku ambil air minumnya dulu," setelah meletakan dua mangkuk mie di atas meja, Bima kembali ke dapur untuk mengambil air minumnya.

Andin masih diam, ia terus mengulang isi pesan yang masuk ke ponsel Bima di kepalanya, kemungkinan-kemungkinan nya sampai yang terburuk. Jika kemungkinan terburuk yang Andin duga adalah yang benar-benar terjadi, Andin rasanya tidak akan siap, itu berarti lagi-lagi ia akan merasakan kehilangan dan kembali sendirian. Tapi Andin juga tidak mau terus dibohongi, apalagi menjadi simpanan. Lebih baik ia sendirian atau menyusul orang-orang tercintanya yang sudah meninggalkannya lebih dulu dan kembali berkumpul bersama.

"Sayang, kok bengong? Kenapa?" tanya Bima yang melihat Andin melamun.

"Hm? Iya aku makan ya," Andin mengangkat mangkuknya lalu menyuap kuahnya.

"Pas gak?"

"He'em, makasih ya"

..

Sampai makanan mereka habis, tidak banyak percakapan yang terjadi, Andin menjadi lebih pendiam lagi.

Sekarang Andin berdiri untuk membawa mangkuk dan gelas bekas dirinya dan Bima ke dapur, Bima menatap bingung punggung Andin yang berjalan ke arah dapur.

Bima akan menanyakan apa yang terjadi setelah Andin kembali dari dapur. Ia mengambil ponselnya yang ada di atas meja lalu menyandarkan punggungnya. Dua detik kemudian ia kembali menegakan tubuhnya setelah menyentuh layar ponselnya dan melihat isi pesan di notifikasi lockscreen. Dugaan sementaranya, Andin melihat pesan itu.

Bima memasukan ponselnya ke dalam saku celana lalu menghampiri Andin yang sedang mencuci piring dan peralatan masak yang tadi Bima gunakan.

"Sayangg.." panggil Bima pelan yang berdiri di sebelah Andin.

Andin menoleh sebentar dan tersenyum tanpa menjawab apapun.

"Kenapa?" tanya Bima lagi.

"Apa?" tanya Andin balik kali ini tanpa menoleh, ia fokus pada cucian piring di hadapannya.

"Kok diem aja?"

Andin kembali menoleh, "nanti kita bicara ya."

Bima mengangguk, "perlu aku bantu?" ia menawarkan bantuan pada Andin.

"Tunggu aja di sofa," Andin memilih tidak membahasnya langsung karena ia perlu berpikir dulu dengan tenang agar tidak kelewat batas, sembarang tuduh, atau mengeluarkan kata-kata yang tidak seharusnya. Ia butuh waktu sampai cuci piringnya selesai.

..

Andin duduk di sofa yang berbeda dengan Bima, mereka bersebrangan dengan meja berada di tengah.

"Kenapa?" tanya Bima pada Andin yang menatapnya datar.

"Kamu pasti udah baca pesannya, itu siapa? Istri kamu?" tanya Andin to the poin.

"Oh pesan ini," Bima mengeluarkan ponselnya lalu membuka pesan yang Andin maksud, meletakan ponselnya di atas meja.
"Salah kirim, aku gak kenal"

Andin masih diam, ada rasa tidak percaya dalam dirinya.

"Ambil aja, kamu boleh periksa handphone aku," Bima mempersilahkan Andin mengambil ponselnya.

HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang