Tiga

3.1K 403 42
                                    

"Ma, kenapa?" tanya Andin sangat panik, ia ikut berjalan cepat di sebelah mamanya.

"Aldebaran, Ndin.." ucap Rossa dengan berat.

"Mas Al kenapa? Mau dibawa ke mana, ma?" tanya Andin lagi sambil menatap brankar yang didorong cepat beberapa suster dan dokter di depannya.

Rossa tidak bisa menjawabnya, ia hanya terus menangis penuh kepanikan. Andin sedikit berlari mendahului Rossa agar sejajar dengan suster yang mendorong brankar Aldebaran.

"Sus, kenapa?"

"Pasien kembali kritis Bu, kami akan membawanya kembali ke UGD," jawab salah satu suster.

Andin menggoyangkan lengan Al pelan dan berbicara di dekat telinganya, jangan lupakan air mata Andin yang ikut menyertai.

"Mas, mas Al, kamu harus baik-baik aja mas, mama butuh kamu, kamu kekuatan mama, mas kamu denger aku kan? hikss.."

"Maaf Bu, mohon tunggu di sini," suster menghentikan langkah Andin ketika mereka sudah sampai di depan ruang UGD.

Andin menghentikan langkahnya lalu berbalik menghampiri Rossa yang berdiri di belakangnya sambil menangis, Andin memeluk mamanya itu.

"Semuanya akan baik-baik aja ma, duduk dulu yuk, hiks.." Andin berusaha menguatkan dirinya agar bisa menguatkan Rossa juga.

"Andin.. mama takut sekali.." lirih Rossa di sela-sela tangisnya.

"Aku juga ma, kita berdoa sama-sama ya," Andin tidak berhenti mengusap bahu calon mertuanya.

"Ndin, kalau hal paling buruk terjadi-"

"Sstt.. mama, gak akan terjadi apa-apa," padahal di dalam hatinya, Andin sangat kacau, ia takut bukan main.

Lima belas menit berlalu, dokter maupun suster belum ada yang keluar dari ruang UGD untuk memberikan informasi mengenai keadaan Aldebaran.

"Andin.." panggil Rossa lirih pada Andin yang terus menatap ke arah lorong yang berlawanan dengan pintu ruang UGD tempat Al ditangani.

"Iya ma? Mama mau sesuatu?" respon Andin cepat.

"Biarkan mama sendiri di sini."

"Enggak, aku temenin mama di sini."

"Andin, tunggu Roy, mama tau kamu sangat mengkhawatirkan Roy. Biar mama tunggu Al di sini. Kita berkabar kalau ada sesuatu, ya?"

"Mama gapapa sendiri di sini?"

"No, mama gapapa," Rossa memaksakan senyumnya untuk meyakinkan Andin.

Andin mengangguk, "kalau ada apa-apa, hubungin aku ya ma, aku ke ruangan Roy dulu."

Setelah Andin meninggalkannya sendirian, Rossa kembali menangis, ia merasa hidupnya sedang berada di awang-awang, kedua putranya, dua anggota keluarganya yang tersisa, sama-sama terbaring di rumah sakit dengan keadaan kritis. Jika boleh ditukar, Rossa lebih memilih dirinya yang menggantikan kedua putranya.

Setelah cukup lama menunggu, akhirnya dokter keluar dari ruang UGD untuk menyampaikan kondisi Al pada keluarganya.

Rossa segera berdiri dan menghampiri dokter itu, "bagaimana keadaan anak saya dok?"

"Pak Al sudah sadar Bu, tapi masih dalam pantauan ketat, setelah ini Ibu bisa masuk jika ingin bertemu,"
"Tapi gagal jantung Pak Al sudah semakin parah Bu, kita harus segera mendapatkan donor, jika tidak Pak Al tidak akan pernah kembali sehat seperti sebelumnya,"
"Ini juga disebabkan oleh Pak Al yang belakangan ini sepertinya beraktifitas cukup padat dan lumayan stress, sehingga memperburuk kondisinya."

HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang