Limabelas

2.5K 536 94
                                    

"Kamu semakin intens sama dia ya?"

"Aku udah pacaran sama Bima, mas," kata Andin pelan, ada rasa tidak enak mengucapkannya.

"Oh bagus kalau gitu, artinya kamu udah bisa mengikhlaskan Roy sepenuhnya," Al tersenyum lalu mengusap puncak kepala Andin.
"Selamat ya, semoga kalian langgeng."

Ada rasa kecewa di hati Andin mendengar respon Al yang malah terlihat senang. Akhirnya Andin pun memaksakan senyumnya. Padahal Al dengan sekuat tenaga memalsukan reaksinya, ia tidak terkejut dengan hubungan Andin dan Bima, tapi tiba-tiba dadanya terasa sesak. Sekarang Al baru sadar, ternyata selama ini rasa nyamannya ketika bersama Andin, pikirannya yang selalu tentang Andin, dan rasa sesak ketika mendengar kedekatan Andin dan Bima adalah karena ia mencintai Andin.

"Makasih mas,"
"Ayo kita berangkat," Andin berdiri. Sementara Al masih duduk di sofanya.

"Bima gak akan marah kalau kamu pergi sama saya?" tanya Al, ia tidak ingin merusak kebahagiaan Andin yang baru saja terjalin.

"Nggak, aku udah bilang,"
"Dan dia juga tau kalau hubungan kita cuma sebatas kakak-adik," ada rasa sakit di hati Andin ketika mengatakannya tapi ia merasa memang Al hanya menganggapnya adik selama ini, biarpun Andin sendiri sebenarnya memiliki harapan lebih dan Al pun merasakan yang sama, akhirnya ia tau ternyata selama ini ia hanya dianggap kakak oleh Andin.

Akhirnya Al berdiri untuk memenuhi permintaan Andin sebagai kado ulang tahunnya, Al berpikir ini yang terakhir sebelum Andin benar-benar akan menghabiskan waktunya dengan Bima seumur hidup.

..

Al dan Andin sudah duduk di restoran yang Al pilih, atas permintaan Andin yang meminta Al memilih di mana mereka akan makan siang.

Karena ini spesial ulang tahun Andin, tentu Al memilih restoran yang tidak biasa saja. Sebuah restoran yang membuat Andin menolak untuk turun karena merasa pakaiannya terlalu biasa tapi Al selalu berhasil meyakinkan Andin dalam hal apapun.

"Mau pesan apa?" tanya Al pada Andin yang berada di hadapannya.

"Mas aja yang pesenin buat aku," pinta Andin.

"Saya? Kamu percaya sama saya?"

Andin mengangguk sambil mengembangkan senyum semangatnya.

"Rib Eye Steak Barbeque?" ucap Al sambil menatap Andin, meminta persetujuan, anak gadis itu hanya diam menatap Al tanpa memberikan jawaban lewat suara ataupun gerakan kepala.

Al memasukan menu tersebut ke dalam keranjang menu digitalnya karena menganggap Andin tidak menolak.

"Pancake Coklat," gumam Al kali ini tanpa menatap Andin lagi, karena percuma menurutnya, tidak akan ada jawaban, kenapa Andin sangat suka mengujinya.
"Minumnya saya juga yang pesan?"

Dijawab anggukan oleh Andin. Al menghela nafasnya, andai bukan Andin pasti Al sudah meninggalkannya sendirian dan kembali ke kantor.

"Vanilla Late," semua menu Al pesan dua porsi karena ia malas memilih lagi untuk dirinya sendiri.

Makanan sudah dipesan melalui menu digital, tinggal menunggu pelayan datang mengantarkannya.

"Kok kamu pesen itu?" tanya Andin membuat Al deg-degan takut Andin ternyata tidak suka, tapi kalau tidak mau kenapa tidak protes dari tadi, pikir Al, Andin memang sangat menyebalkan.

"Kamu gak mau? Pesan lagi kalau gitu," Al kembali membuka ponselnya untuk memesan tambahan.

"Nggak, bukan, aku mau,"
"Tapi kamu kok tau semua kesukaan aku?" diam-diam dari tadi di dalam hatinya Andin senang karena Al tau semua kesukaannya, ternyata selama ini pria dingin itu memperhatikannya meskipun terlihat tidak peduli.

HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang