Tigabelas

2.2K 413 62
                                    

"Tadi aku bikin kue coklat buat kamu," Bima memberikan paper bag berisi satu kotak kue coklat pada Andin ketika mereka sudah berada di dalam mobil. Bima menjemput Andin dari kantor penerbit karena setelahnya ia ingin mengajak Andin ke makam Roy.

"Wah makasih ya Bim,"
"Kamu bikin sendiri?" tanya Andin mengintip ke dalam paper bag yang diberikan oleh Bima.

"Iya, hari ini aku ambil cuti jadi aku iseng-iseng bikin kue," Bima mulai menstarter mobilnya.

"Kamu emang suka masak ya?"

"He'em, di rumah ku yang di kampung aku sering ikut mama iseng-iseng di dapur, ntah masak atau bikin kue."

Andin kembali mengingat masa lalunya, Roy juga pandai memasak dan mama Rossa selalu bercerita tentang Roy yang sangat suka mengacak-acak dapurnya sejak kecil. Dari ingatannya tentang Roy dan mama Rossa, ingatan Andin melipir ke Aldebaran. Pria itu sudah beberapa hari tidak menghubunginya seperti biasa, sejak saat ia melihat Andin dan Bima di restoran. Andin baru sadar karena belakangan ini ia sedang sibuk membantu proses reading untuk filmnya, memastikan semua pemain masuk ke dalam karakter cerita yang dibuatnya.

Andin merogoh handphonenya, ia melupakan percakapannya dengan Bima. Andin mencari kontak Al di handphonenya dan mengirimkan satu pesan.

Mas, kamu di mana?

Pesan terkirim tapi belum dibaca oleh kontak yang masih ia pin di bagian atas WhatsAppnya itu.

Andin belakangan ini memang semakin intens berkomunikasi dengan Bima, Bima yang selalu menghubunginya lebih dulu dan Andin menanggapinya dengan baik karena ia penasaran dan merasa ada sosok Roy yang lain yang kini hadir. Perlakuan Bima terhadap dirinya pun semanis perlakuan Roy, ia juga hangat dan suka bercanda.

..

Sampai di makam Roy, yang pertama kali Andin lakukan adalah mengusap batu nisan. Setelah itu Andin dan Bima menundukan kepalanya untuk melantunkan doa.

"Hi Roy, gue bawa Andin nih," sapa Bima pada Roy setelah mereka selesai membacakan doa.
"Apa kabar lo di sana?"

"Roy, aku datang lagi,"
"Maaf ya baru sempat datang lagi, kamu tau film aku udah mulai di produksi," Andin tersenyum sendu.
"Kamu doain semuanya lancar ya dari atas sana,"
"Aku udah lebih baik sekarang, pelan-pelan aku mulai mengikhlaskan kamu,"
"Aku tau kamu bahagia di sana."

"Iya Roy, lo yang tenang ya di sana,"
"Di sini, tolong izinin gue buat jaga Andin.." ucap Bima berhati-hati sambil menatap Andin.

Andin terkejut dengan apa yang Bima katakan, Andin segera menatap Bima yang juga sedang menatapnya.

Bima mengerti ekspresi Andin, ia meraih sebelah tangan Andin yang semula mengusap batu nisan Roy.

"Andin, apa kamu menerima aku untuk menggantikan Roy jaga kamu?"

Andin menarik tangannya dari genggaman Bima, ia tidak habis pikir dengan apa yang Bima lakukan, apa ini artinya Bima memintanya menjadi kekasih? Di sini? Di makam Roy? Sekarang? Di saat ia juga masih berusaha mengikhlaskan Roy.

"Kamu gila ya?" cicit Andin pelan karena ia ingat sedang berada di pemakaman. Andin segera berdiri dari jongkoknya di susul oleh Bima.

"Ndin, Andin, tunggu Ndin.." Bima menahan pergelangan tangan Andin yang hendak pergi meninggalkan pemakaman.
"Maaf, maaf kalau kamu gak suka,"
"Iya aku salah, aku minta maaf," Bima memohon sambil menundukan sedikit wajahnya, nada suara sangat rendah dan terdengar pelan.

Andin diam, ia menatap Bima yang sedang menunduk di hadapannya sambil tetap mencekal pergelangan tanngannya. Andin luluh.

"Iya, aku juga minta maaf kalau reaksi aku berlebihan,"
"Aku harap kamu ngerti kalau aku belum siap, aku masih butuh waktu Bim."

HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang