Tuk
Liset meletakan nampan pesanannya, dia menimbrung pada dua gadis yang khusyu pada makannya.
"Gue gabung ya?" Liset seolah meminta ijin, padahal bokongnya sudah menyentuh nyaman kursi.
Azura dan Zylen mengangguk santai, tapi Azura tidak sedikitpun melirik Liset.
Dia merasa canggung saat terpergoki kemarin, bahkan setelah itu ketika mereka bertatapan Liset selalu melempar seringai jahil. Azura jadi enggan, huh sungguh memalukan.
"Kenapa sih kalian?" Zylen menyuara, dia merasa keanehan dari keduanya.
Senyum Liset terbit, dia memandang geli pada Azura lalu beralih pada Zylen. Untuk sesaat, lawan bicaranya tertegun, senyum Liset tidak pernah seramah itu sebelumya.
"Ga ada" Azura menyerobot saat Liset membuka mulut untuk bicara, lalu terdengar kekehan.
"Temen lo lucu juga ya Zyl, pedahal gapapa loh, udah wajar itu" Ucap Liset, semakin membingungkan Zylen.
"Apasih? gue ketinggalan apa?"
"Ini dia, kemaren ciuma-"
"Ihh Liset diem, lo salah liat itu" Azura bangkit dan membekap Liset, menutup mulut itu untuk tidak berkata lebih.
Wajah Azura kini memerah karena kesal dan malu. Sadar akan apa yang dia lakukan, Azura segera mepas tangannya, dia berdehem dan melirik sekitar yang menatap ke meja mereka penuh tanya.
Intraksi ketiganya ternyata tidak luput dari sorot pandang pengisi kantin, mereka bertanya tanya. Mengapa seberani itu Azura bercanda dengan Liset. Cantik dan Gladis pun, teman Liset sebelumnya tidak pernah separah itu.
"Apa cium apa?" Zylen membelah kecangungan, entah dia karena tidak peka akan situasi atau memang kelewat ingin tahu.
"Diem ah makan!" Azura akhirnya berkata, wajahnya mendatar. Zylen bungkam, Azura ternyata tidak bisa di ajak bercanda saat ini.
Gemerlatuk langkah kaki yang mengesek lantai terdengar berisik seolah tergesa. Azura menyadarinya dia melihat Ghibran mendekat ke mejanya dengan raut wajah merah dan mata berkobar marah. Azura mewanti wanti apa yang akan terjadi.
"ANJING LO!" Gbibran mendorong Liset hingga terjungkal, raut wajah gadis itu terkejut namun kembali mendatar.
Menarik kasar lengan Liset sampai gadis itu berdiri, matanya menatap jengah Liset.
"Lo berapa kali gua peringatin jangan ganggu Ka-
"Siapa yang ganggu inces lo hah?!" Liset berteriak, dia menyamakan oktaf suara Ghibran.
Azura dan Zylen mereka saling pandang mengkoneksi, berfikir dengan sama.
"Lo kurung dia di gudang buku kan?!" Ghibran semakin menyolot, urat uratnya tertonjol.
"Dari tadi gua di sini bajingan!" tanpa takut Liset mendorong tubuh kekar itu, hingga mundur selangkah.
Liset tidak takut, dia bahkan pernah menghadapi ini sebelumnya. Namun, mengapa saat dia mendengar bentakan Ghibran dan tuduhan tak berdasar itu hatinya berdenyut nyeri, bukan hanya sekali bahkan itu sering terjadi.
Meremas erat androk, Liset tidak sedikitpun menunjukan rasa takut, walau sebenarnya dia merasa sakit. Di dalam hatinya, dia merasa amat perih.
Bagaimana, bagaimana mungkin dia merasa tenang. Saat orang yang ia cinta membela mati matian orang asing? menatapnya penuh benci seolah dialah makhluk paling hina.
Bahkan, untuk berdiri tegak melawannya Liset harus menyusutkan air mata agar tidak mengalir semena mena.
Mengecewakan, benar benar mengecewakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Azura sang Figuran
FantasyGadis itu, Agnia Rahayunda -dia memiliki takdir yang terus mengobrak abrik hidupnya. Bagaimana mungkin jiwanya tersangkut di dalam Novel, lalu dia harus menelan kenyataan bahwa dirinya mengisi tubuh figuran dengan akhir -gila- karena rasa cintanya...