Setelah enam tahun berada di sekolah ini, sekarang Arin harus pergi meninggalkannya. Sekolah yang menyimpan begitu banyak kenangan untuknya. Baik kenangan bahagia maupun sedih. Ia sesekali tertawa kecil mengingat hal yang pernah dilakukannya di sini.
"Ra, kapan ya kita balik lagi ke sini. Gue ngerasa berat banget untuk pergi, tapi bagaimana pun juga, gue tahu kalau kita nggak boleh terus di sini. Masih banyak impian yang harus kita gapai," tutur Arin.
Ayra hanya mengangkat kedua bahunya menjawab pertanyaan sahabatnya. Tentu saja perempuan itu juga sedang merasakan hal yang sama dengannya. Tidak mudah bagi mereka untuk pergi begitu saja dari sekolah ini. Sekolah yang sudah memberikan rekam jejak yang begitu istimewa dalam memori mereka.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam," sahut Arin dan Ayra serentak.
Tiba-tiba teman kelasnya yang lain juga datang. Mereka berkumpul dan bercerita tentang kisah yang telah mereka lalui.
"Oh iya, kalian mau lanjut ke mana?" tanya Arin penasaran.
"Gue kayaknya mau ikut tes ke Timur Tengah, Rin," sahut Sarah.
Jawaban Sarah diiringi oleh temannya yang lain. Ternyata mereka memilih jalan yang berbeda. Ada yang ke Timur Tengah dan Indonesia.
"Kalau kalian mau lanjut ke mana?" tanya Sarah balik bertanya.
"Gue sama Ayra rencana mau lanjut di Singapura. Besok mau tes," jawab Arin yakin.
"Kapan perginya?" timpal Ceri.
"Nanti siang kami mau berangkat ke Jakarta. Tadi juga singgah ke sini cuma sebentar. Soalnya ngelihat waktu, gue nggak punya banyak waktu lagi di Indonesia. Jadi, takut nggak sempat mampir ke sini," jelas Arin.
"Keren, kalian semangat, ya. Semoga kalian berdua lulus dan bisa masuk sesuai harapan sebelumnya," jawab Sarah memberi semangat.
Ayra melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sembilan lewat sepuluh menit.
"Maaf guys, gue potong dulu pembicaraannya. Gue mau bicara sama Arin sebentar," sanggah Ayra.
Terlihat jelas wajah kebingungan yang ditampilkan oleh orang yang bersangkutan. Ia penasaran dengan aksi Ayra yang mendadak memotong pembicaraan.
"Lo kenapa, Ra. Gue lagi asik ngobrol sama mereka. Ada apa?" tanya Arin kebingungan.
"Iya, maaf. Gue tahu lo lagi asik ngobrol bareng mereka tadi, tapi lo lihat ini. Ingat pesan Bang Ihsan tadi. Kita boleh keluar, tapi jangan lama. Bokap dan nyokap gue juga bilang tadi. Soalnya kita mau berangkat ke bandar, Rin," jawab Ayra memperlihatkan jam tangannya.
"Gue baru ingat kalau kita mau berangkat sekarang. Oke, kita pamit dulu."
Arin mengangguk paham dengan aksi Ayra yang menghentikan pembicaraannya. Ia kembali kepada teman-temannya dan pamit kepada mereka. Ayra benar, mereka tidak boleh terlambat.
"Guys, maaf banget, nih. Gue sama Ayra nggak bisa lama di sini. Kita berdua mau ke bandara. Jadi, kita duluan ya," pamit Arin dan Ayra sembari memeluk satu persatu temannya.
"Nggak papa, santai. Lo sama Ayra hati-hati di sana, ya. Semoga kalian sukses," sahut Sarah membalas pelukan keduanya.
Arin dan Ayra berpamitan kepada teman-teman mereka. Mereka harus segera pulang, karena sebelum pergi, Bang Ihsan sudah mengingatkan mereka untuk cepat pulang. Ia khawatir keduanya akan ketinggalan pesawat.
Sekarang keduanya sudah siap untuk berangkat.
"Mama, Papa, Bang, Tante, mohon doa untuk kamu berdua. Semoga kami bisa menjalankan tes dengan baik dan lancar," ucap Ayra yang dibalas anggukan oleh satu per satu dari keluarga mereka.
"Hati-hati di sana ya, Rin. Jaga kesehatan. Ayra juga. Jangan malas makan, kalian butuh banyak energi selama tes," ujar Bang Ihsan mengelus kepala adik sepupunya.
"Siap, Pak komandan," tegas Arin.
***
"Rame banget, Ra. Ini mereka pada mau tes semua?" tutur Arin membulatkan matanya sempurna.
"Iya, Rin. Setelah lihat ini, gue jadi takut. Lo lihat sendiri gaya mereka udah kayak orang hebat. Sedangkan kita, biasa aja. Gue rasa mereka juara semua sih di kelasnya," sahut Ayra.
"Gue juga mikirnya gitu."
Sekarang keduanya sudah mulai dilanda kecemasan. Mereka seolah sudah pasrah melihat saingan yang begitu banyak. Tidak sembarangan orang juga yang menjadi saingannya. Itu artinya peluang mereka semakin menipis untuk bisa memasukinya.
Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya nama mereka dipanggil. Keduanya akan melakukan tes tulis dan lisan secara bergantian. Keduanya sudah terbilang pasrah dengan apa pun hasilnya nanti. Hal terpenting, Arin dan Ayra sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik.
"Ayra, gue berhasil ..." teriak Arin bersemangat.
Ayra sudah lebih dulu keluar ruangan. Ia hanya tinggal menunggu sahabatnya yang sekarang sedang menghampirinya.
"Belum, Rin. Lo jangan senang dulu, ya. Perjuangan kita belum selesai. Ini baru tes, kita nggak tahu gimana hasilnya nanti. Bisa saja hasilnya di luar dugaan," sahut Ayra pelan.
Ayra berusaha mengajak Arin untuk merendahkan harapannya. Ia tidak ingin Arin dan dirinya merasa kecewa terlalu dalam ketika mendapat hasil nantinya. Tidak ada yang bisa menebak hasil dari penilaian yang sedang berlangsung.
"Oh iya, mending kita balik ke hotel. Sekalian istirahat dan menenangkan diri. Gue yakin lo juga capek. Tes kali ini benar-benar menguras tenaga," ujar Ayra.
Arin mengangguk dan setuju dengan ajakan perempuan yang sedang bersamanya.
To be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Lynella (COMPLETED✅)
RomanceKita tidak bisa memilih akan jatuh cinta kepada siapa. Kita tidak bisa memaksa bahwa semua impian harus terwujud. Kita juga tidak bisa berharap selalu ada untuk mereka yang tersayang. Cerita ini merupakan bagian dari perjalanan, petualangan, dan...