Part 33: Pamit

2.1K 77 0
                                    

ARKA POV ON:

Setelah menerima panggilan dari Ayra tadi siang. Aku merasa sangat bahagia. Akhirnya penantian yang dilakukan selama lebih kurang empat bulan ini memberikan hasil yang menyenangkan. Dia Adiba Syakila Atmarini akan segera aku lihat wajahnya. Aku akan mendekap tubuh mungil itu kembali.

"Siang ini gue mau ke Cafe F2. Berkat ide cerdas lo, gue bakal ketemu Arin lagi, Fan," ucapku kepada Irfan yang sedang bersantai di ruang keluarga.

"Gas, Bro. Lo harus gunain kesempatan ini buat jelasin semua ke Arin. Gue nggak mau tahu, lo harus berhasil bawa dia ke rumah ini lagi. Semangat, Man," sahut Irfan mengangkat lengannya.

Iya, sebenarnya di balik perjuanganku mencari keberadaan Arin. Ada sosok hebat yang selalu ada bersamaku. Dia adalah Irfan. Sama halnya seperti Arin yang memiliki Ayra dalam hidupnya.

Irfan langsung melempar kunci mobil dan memintaku untuk segera berangkat ke cafe. Pastinya ia tidak ingin membuat Arin menunggu lama.

Tidak lama setelah duduk di cafe mataku ditutup oleh seorang perempuan dari belakang. Rasa bahagia kini menggerogoti jiwa.

"Arin. Mas kangen banget sama kamu. Akhirnya kamu datang juga. Jangan jahil deh, Rin," ucapku bawel.

Aku mengelus kedua punggung tangan tersebut. Berharap sosok Arin yang sedang menghampiriku saat ini.

"Minggir dulu nih tangannya. Mas mau peluk kamu," ucapku untuk kedua kalinya.

Perlahan kedua punggung tangan itu terbuka. Betapa kagetnya diriku yang mendapati bahwa tangan tersebut milik Nadia, bukan milik Arin.

"Lho, kamu ngapain ke sini lagi? Harus berapa kali aku bilang jangan pernah ganggu kehidupan aku lagi."

Aku mencecar Nadia dengan penuh amarah. Rasa bahagia sudah direnggut paksa oleh kehadiran perempuan itu.

"Saya bilang pergi. Ingat! Jangan pernah muncul lagi di hadapan saya." Aku mengusir Nadia dengan penuh amarah.

"Oke. Oke. Aku janji nggak bakalan muncul di hadapan kamu lagi. Begitu juga dengan Arin. Istrimu juga tidak bakal muncul lagi mulai detik ini."

Ucapan Nadia seolah sedang memancing amarahku untuk semakin bergejolak.

"PERGIII!!!" ucapku lantang sehingga membuat semua orang memandangku ngeri.

Nadia akhirnya pergi meninggalkanku. Ia sudah berjanji untuk tidak akan muncul lagi di kehidupanku. Terlepas dengan ucapannya tentang Arin. Aku selalu berharap kalau istriku akan kembali lagi bersamaku. Kami harus memperbaiki semua.

***

Sudah sepuluh jam aku berada di cafe, tapi sosok Arin tak kunjung datang. Sampai Akhirnya aku diminta untuk pergi karena cafe akan segera tutup. Ada rasa kesal yang bersarang dalam diri ini. Aku masih mengharapkan Arin datang menemuiku detik ini.

Aku berjalan menyusuri jalan yang pernah dilalui saat bersama Arin. Namun, kali ini yang menemaninya bukan Arin, melainkan rintik hujan yang kembali menampakkan keberadaannya kepada bumi.

"Sayang, kamu di mana? Pulang, yuk. Aku rindu banget sama kamu. Dulu, kamu sering bilang kalau ingin mendengar aku bilang rindu. Sekarang saatnya, Rin. Aku mau bilang kalau aku rindu banget sama kamu. Love you, Adiba Syakila Atmarini."

Aku merasa begitu frustrasi dengan jalan hidupku. Pulang bukanlah pilihan tepat untuk saat ini.

"Tuhan ... Apa memang tidak ada lagi kesempatan buat aku memperbaiki hubunganku dengan Arin? Apa ini yang Engkau tentukan sebagai akhir dari cerita cinta kami berdua?" ucapku pasrah.

Aku kembali mengacak rambutku frustrasi. Seolah diri ini tidak terima dengan takdir saat ini. Ketika aku sedang berdebat dengan semesta tentang keadilan kepada jiwa yang penuh dosa ini. Tiba-tiba ada sebuah payung yang datang untuk melindungiku dari setiap rintik hujan.

"Ayra?" tanyaku dengan mata yang membulat sempurna.

"Iya. Kak Arka kenapa hujan-hujanan di sini?" tanya Ayra masih tetap melindungiku.

Jujur, saat ini aku tidak tahu dengan maksud Ayra. Sosoknya memang terkadang membuatku bertanya-tanya.

Bukankah selama ini aku yang terlalu berbuat salah kepada Arin?

Bukankah Arin sering menangis karena ulahku?

Bukankah Ayra sangat menyayangi Arin?

'Lalu kenapa dirinya masih saja peduli denganku?' gumam batinku penasaran.

"Kak, teduh dulu, yuk. Ntar sakit lho." Ayra mengajakku menepi.

Aku mengikuti ajakan Ayra untuk berteduh.

"Kak Arka ngapain di tengah jalan kayak tadi?" tanya Ayra untuk kedua kalinya.

"Kakak mau nunggu kedatangan Arin, Ra. Udah lebih sepuluh jam Kakak nunggu di cafe. Sekarang cafenya udah tutup," jawabku.

"Tadi kamu kan yang menghubungi Kakak. Sekarang mana Arin? Kenapa kamu ke sini sendiri aja? Kamu pasti tahu kan di mana Arin?" tanyaku.

Ayra terlihat menarik napas dalam dan beralih menatap Angga dari kejauhan. Kali ini aku rasa ia sedang meminta kekuatan dari suaminya agar bisa membantu penyelesaian masalahku dengan sahabatnya.

"Maaf, Kak. Sebenarnya Arin ta-" ucapan Ayra terputus karena kalimatku.

"Hm, Kakak udah tau apa yang ingin kamu sampaiin, Ra. Kamu pasti mau bilang kalau Arin belum siap untuk ketemu atau Arin udah membenciku. Nggak apa-apa. Kakak paham. Sekarang Kakak udah nyerah untuk mencarinya, Ra. Kakak udah mutusin untuk berangkat ke Mesir besok. Tolong bilang ke Arin kalau sampai kapan pun dia akan tetap menjadi istri dari pemilik nama lengkap Abdurrahman Arka Ramadhan dan Kakak selalu mencintainya," ucapku berusaha untuk tersenyum dengan kepedihan yang menyeruak di hati.

ARKA POV OFF:

"Tapi, Kak. Arin-"

"Kakak akan berangkat jam 13.45 besok. Tolong bilang selamat tinggal pada Arin. Tolong jaga dia ya, Ra."

Ayra mengurungkan niatnya menyampaikan, kalau Arin sempat datang ke cafe. Ucapannya sudah berulang kali dipotong oleh Kak Arka dengan berbagai opininya.

"Kak Arka yakin nggak bakal nyesal ninggalin Arin? Ayra sih yakin banget kalau suatu saat Kak Arka bakal nyesal dengan keputusan itu."

Ucapan Ayra lagi-lagi dibalas dengan senyum penuh kepedihan oleh Kak Arka.

"Padahal tadi Arin datang ke sana, tapi ia malah melihat kakak bersama yang lain," ucap Ayra pelan.

Tanpa satu pun balasan Kak Arka melangkah meninggalkan Ayra seorang diri.

'Percayalah, kamu bakalan nyesal, Kak. Kakak bukan hanya meninggalkan satu orang, tapi ada debay yang juga ikut menjadi korban dari masalah kalian,' gumam Ayra tersenyum miris memandangi punggung Kak Arka.

To be Continue

Lynella (COMPLETED✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang