Arin mengernyitkan dahinya saat mendapati cahaya matahari menembak kedua matanya.
"Wah, selamat pagi, Tuan Putri," sapa Kak Arka sembari mengulaskan senyumnya.
"Pagi, Mas. Aku ketiduran nih."
Arin bangkit dari tidurnya serta berjalan menuju kamar mandi untuk merapikan dirinya. Setelah selesai, ia keluar dari kamar dan kembali menuju ranjangnya. Iya, sampai detik ini Arin masih bermalam di rumah sakit. Ia masih bergelut dengan alat infus dan obat.
"Mas lagi ngapain?" tanyanya mendapati Kak Arka asyik dengan laptop.
"Ini, Mas mau ngirim file pekerjaan. Soalnya kan lagi ngambil cuti, jadi harus disiapkan dulu berkas-berkas penting. Oo iya, kamu mau makan?" jelas Kak Arka.
"Nanti aja deh," jawab Arin menggeleng.
Arin beranjak duduk di dekat Arka dan ikut bergelut dengan laptopnya juga. Emang Arin masih harus melanjutkan pendidikannya. Bagaimana pun juga masih banyak materi yang akan ia selesaikan segera. Apalagi sekarang sudah hampir semester akhir.
"Kamu mau ngapain ke sini juga? Pakai bawa laptop segala," ujar Kak Arka penasaran.
"Ini, aku mau buat tugas. Tugasku banyak banget yang belum selesai. Kalau nggak sekarang kapan lagi aku ngerjainnya," jawab Arin menghembuskan napas kasar.
"T-tapi-" kalimat Arka terputus.
"Apa? Mau bilang nanti pas keluar dari rumah sakit? Aku aja entah kapan mau keluar dari sini," tuturnya pasrah.
Arin lanjut mengerjakan tugasnya. Rasa lelah terpampang jelas dari raut wajahnya. Namun, mau tidak mau Arin harus terus semangat melewati ini semua. Apalagi semenjak kehadiran Kak Arka. Ia merasa memiliki penyemangat tambahan.
"Kamu istirahat gih. Wajah kamu kelihatan capek banget. Tugasnya biar Mas yang lanjut ya."
Kak Arka mengambil alih laptop istrinya. Meskipun tadi sempat mendapat penolakan dari Arin.
"Istirahat sana," pinta Arka dengan nada lembut.
"Nggak mau ah, aku mau di sini aja. Lagian aku nggak ngantuk, masa disuruh tidur," jawab Arin memanyunkan bibirnya.
Kak Arka hanya mengangguk menuruti permintaan istrinya. Ia memperbolehkan Arin untuk duduk bersamanya. Ia mulai mengetik satu per satu tugas Arin. Untung saja mereka memiliki jurusan yang sama, walaupun beda universitas. Tanpa sadar Arka tergelak saat menoleh dan mendapati Arin yang sudah terlelap di pundaknya.
"Dasar, Arin. Katanya nggak mau istirahat dan nggak ngantuk. Baru aja ditinggal ngetik sepuluh menit, eh udah tidur aja," omel Kak Arka.
Kak Arka membiarkan Arin lelap bersandar di pundaknya. Ia tidak tega kalau harus membangunkan Arin serta meminta perempuan itu berpindah tempat.
"Assalamualaikum," sapa seorang perempuan dari pintu.
"Waalaikumsalam. Udah pada nyampe ya. Aduh, Arin masih tidur nih. Jadi, nggak bisa nyambut kedatangan semua," tutur Arka.
Kedua mata Arin terbuka sempurna ketika mendapat elusan dari mamanya. Sungguh, ia merindukan wanita itu.
"Mama? Papa? Bang Ihsan?" ucap Arin memperhatikan satu per satu keluarganya.
Sebenarnya, Arin memang tidak tahu akan kedatangan keluarganya. Kak Arka yang merencanakan ini semua. Menurutnya kehadiran keluarga Arin bisa membuat imun istrinya bertambah bagus.
"Kamu nggak papa kan, Nak?" tanya Mama khawatir.
"Aku baik-baik aja kok, Ma. Ini buktinya, aku masih bisa berdiri dan ngomong langsung di hadapan kalian," jawab Arin sumringah.
"Dek, kamu pasti kangen sama Arka kan? Makanya pura-pura sakit biar Arka ke sini. Iya kan dek? Ngaku aja deh," ujar Bang Ihsan dengan tatapan menyelidik.
Arin memalingkan wajahnya dan memunculkan raut wajah kesal. Ia mencubit pinggang Bang Ihsan kuat.
"Enak aja bilang aku pura-pura sakit. Ini benaran lho. Mana ada orang pura-pura sampai di rawat gini," protes Arin.
"Iya, iya. Bang Ihsan percaya kalau itu benaran. Benaran rindu kan?" ucap Bang Ihsan kembali menggoda adiknya.
"Benaran sakit, Bang," ketus Arin.
Bang Ihsan mengangguk dan terkekeh mendengar jawaban terakhir dari Arin. Ia mengusap puncak kepala adiknya.
"Lain kali, jangan gitu lagi ya. Kamu buat semua orang khawatir. Semua orang sayang kamu. Makanya kami semua ke sini. Kami ingin memastikan keadaan kamu," jelas Bang Ihsan menatap Arin tulus.
"Iya, Bang. Aku janji nggak bakal gitu lagi. Aku juga janji nggak bakal buat semua orang khawatir lagi. Maaf, ya."
"Nah, itu baru adik abang. Sehat terus ya, Cantik."
Melihat tingkah kakak adik itu membuat semua orang ikut bahagia. Saat sedang tertawa, ponsel Arka berdering.
"Ma, Pa, Bang Ihsan, Arka izin pergi dulu ya. Ini ada pasien yang membutuhkan pertolongan secepatnya. Nggak bisa ditunda," pamit Kak Arka terburu-buru meraih jasnya.
Kak Arka beralih menuju ranjang Arin. Ia mengusap puncak kepala istrinya pelan.
"Arin, maaf Mas harus pergi dulu. Nanti kalau kamu udah pulang, bisa langsung ke apartemen yang di sini aja. Nggak perlu nunggu ya, kamu tidur duluan aja."
Kak Arka segera berlari meninggalkan ruang rawat. Banyak kejanggalan yang dirasakan Arin di sini.
'Bukannya Kak Arka udah bilang kalau dia ngambil cuti untuk beberapa hari ke depan?'
'Bukannya tadi Kak Arka udah ngirim berkas supaya bisa libur?'
'Lalu kenapa sekarang Kak Arka mendadak ada pasien? Apa Kak Arka lupa kalau dia sedang ada di Singapore bukan di Indonesia?'
To be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Lynella (COMPLETED✅)
RomanceKita tidak bisa memilih akan jatuh cinta kepada siapa. Kita tidak bisa memaksa bahwa semua impian harus terwujud. Kita juga tidak bisa berharap selalu ada untuk mereka yang tersayang. Cerita ini merupakan bagian dari perjalanan, petualangan, dan...