Part 11: Pengumuman

520 38 0
                                    

Setelah beberapa hari mereka berdiam di hotel, sekarang tiba waktunya hasil tes keluar. Cemas? Tentu saja mereka sedang merasakan hal yang sama. Menegang tanpa ada nafsu makan. Keduanya hanya setia memegang ponsel masing-masing. Tatapan kosong yang sulit diartikan muncul dari keduanya.

Tepat pukul 15.00 notifikasi muncul di layar ponsel mereka. Iya, pastinya itu notifikasi hasil tes yang sudah mereka tunggu beberapa jam lalu. Mereka melihat satu per satu nama peserta yang lulus sembari mencari namanya.

"Ayraaa ... Gue lulus ..." sorak Arin dengan suara keras.

Teriakannya sama sekali belum mendapat respons dari perempuan yang berada di sampingnya. Perempuan itu masih terus mencari namanya di deretan nama peserta. Wajahnya terlihat tegang. Beda halnya dengan Arin yang sudah bahagia dengan hasil yang ia dapat.

"Gue juga, Rin ..."

Suara Ayra menyadarkan Arin yang semula menangis.

"Aaa ... Alhamdulillah kita sama-sama lulus. Gue senang banget," ucap Arin melompat ke pelukan Ayra.

Haru, bahagia, dan lega kita berbaur menjadi satu. Siapa orang yang tidak bahagia mendapat kata yang indah atas perjuangannya. Siapa orang yang tidak haru atas hasil yang memuaskan dengan ranjau yang begitu rumit. Begitu pula dengan dua orang sahabat ini. Persamaan mereka tak bisa tergambar dengan jelas. Hal pasti mereka sangat bahagia dan bersyukur dengan hasil yang didapat.

Arin dan Ayra berpindah tempat dahulu. Keduanya ingin saling mengabarkan keluarga masing-masing dengan hasil yang menyenangkan.

Arin
Assalamualaikum, Bang.

Bang Ihsan
Waalaikumsalam, Rin. Iya ada apa? Kamu baik-baik aja kan di sana? Kamu sehat?

Arin
Sabar dong, Bang. Jangan langsung borong pertanyaannya. Abang kebiasaan, deh. Udah Arin bilang, kalau mau nanya satu-satu aja pertanyaannya.

Seperti biasa, Arin dan Bang Ihsan selalu memulai percakapan mereka dengan perdebatan yang tidak penting.
Ada saja hal yang akan mereka peributkan.

Bang Ihsan
Iya, Rin, iya. Kamu gimana kabarnya?

Arin
Alhamdulillah aku baik, Bang.
Ooo iya, Bang Ihsan di rumah kan? Ada Mama dan papa nggak?

Bang Ihsan
Iya, abang lagi di rumah. Sebentar ya, abang ke sebelah dulu.

Terdengar suara langkah kaki laki-laki itu yang bergegas berkunjung ke rumah sebelah. Itu dilakukannya atas permintaan seorang Arin. Terdengar suara kedua orang tua Arin yang sudah bersemangat mendengar suara putri mereka. Iya, meskipun kali ini mereka hanya bisa mendengar melalui panggilan saja.

Bang Ihsan
Udah, Rin. Abang udah ada di dekat orang tua kamu. Ini abang juga udah keraskan suaranya.

Arin
Oke, bang. Makasih ya. Mama, Papa, Bang Ihsan, Arin cuma mau ngasih tahu, kalau hasil tes udah keluar jam tiga sore tadi. Arin dan Ayra juga udah lihat hasilnya.

Bang Ihsan
Trus, hasilnya apa?

Terdengar suara heboh saling bersahutan mengiringi kalimat terakhir dari Arin. Mereka sudah tidak sabar mendengarkan hasilnya. Iya, meskipun nanti hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Mereka tetap bahagia mendengarkannya.

Bang Ihsan
Hasilnya apa, Rin. Jangan buat abang kepo sama nunggu gini. Menunggu itu nggak enak tau, Rin. Ayo hasilnya apa?

Arin
Alhamdulillah hasilnya Arin dan Ayra lulus, Bang. Kami lulus masuk universitas itu.

Arin tidak mendengar sama sekali jawaban dari keluarganya. Hanya suara tangisan yang bisa ia dengar. Pada tempat yang lain Arin juga melihat Ayra sedang menangis berbincang dengan keluarganya. Respons mereka sama. Tidak ada satu pun yang mengira bahwa Arin dan Ayra bisa berkuliah di kampus dan jurusan itu dengan beasiswa yang terbaik. Peluang itu tidak mudah didapatkan. Namun, Arin dan Ayra bisa menaklukkannya.

"Ayra, udah nangis nya. Kita makan, yuk. Lo pasti juga udah lapar banget. Dari pagi kita rela nggak makan karena nunggu hasilnya. Sekarang kita harus makan," ucap Arin duduk di samping sahabatnya.

"Gue senang banget, Rin. Coba deh lo ingat perjuangan kita tiga tahun belakangan ini dan ditambah latar belakang keluarga kita. Nggak mungkin kita bisa lulus, tapi ternyata Allah percaya ke kita berdua," sahut Ayra menyeka air matanya.

Arin mengangguk membenarkan ucapan sahabatnya. Ayra benar, hanya sepuluh persen peluang yang mereka punya dulu untuk masuk ke kampus ini dengan jalur beasiswa. Ia memeluk Ayra erat. Tidak hanya keluarga mereka yang merasa keajaiban kelulusan ini, melainkan mereka juga merasakan hal yang sama. Tenyata benar kata pepatah, usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil.

***

Hari ini Arin dan Ayra akan berangkat ke Singapura. Mereka sudah tiba di bandara dengan membawa banyak koper. Kedua keluarga juga sudah berkumpul melepas kepergian keduanya. Ini merupakan sebuah kebahagiaan yang tidak pernah terbayang oleh keluarga mereka akan terjadi. Mimpi besar yang mempertaruhkan banyak hal.

"Mama, Papa, Arin berangkat, ya," pamit Arin kepada kedua orang tuanya.

"Ayah, Mama, Ayra berangkat juga, ya. Bantu kirim doa buat kami supaya sukses di sana," ucap Ayra yang juga berpamitan.

Kedua orang tua mereka mengangguk. Tentu saja ada kesedihan dan rasa berat hati yang tersimpan dalam hati mereka. Melepas anak bungsu perempuan satu-satunya yang mereka punya ke negeri seberang.

"Ayra, tolong jaga Arin, ya. Dia orangnya ceroboh banget. Apalagi dia juga sering tersandung. Jadi, tante minta tolong jaga dia," ucap Mama Arin.

"Iya, Tan. Tenang saja, Ayra bakal jaga dia," jawab Ayra sembari tersenyum.

Mereka berdua memeluk semua anggota keluarga dan berbalik badan meninggalkan keluarga. Sangat berat rasanya meninggalkan mereka yang tersayang untuk jarang dan waktu yang lama. Namun, satu harapan yang terbetik di batin mereka. Semoga mereka pulang dengan membawa kesuksesan yang bisa memberikan kebahagian lebih untuk mereka yang tersayang.

To be Continue!

Lynella (COMPLETED✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang