“Sialan! Kalau bukan teman, gue nggak sudi datang.”
Gabriel mengumpat sepanjang jalan, tetapi tak ayal lelaki itu sampai di parkiran sebuah kelab malam yang cukup terkenal, di mana sebuah pesta berlangsung dan mengharuskan dirinya untuk hadir.
Sebenarnya Gabriel enggan untuk hadir, kalau saja temannya tidak terus meneror dengan berulang kali menghubungi dirinya. Sudah mirip penagih hutang saja! Ditambah Gabriel dikatakan cupu kalau tidak datang, tentu saja hal tersebut membuat lelaki berusia dua puluh satu tahun itu kesal, merasa tidak terima dikatakan cupu.
Dentuman musik menyambut Gabriel dan membuat lelaki itu sedikit meringis, indra pendengarannya belum terbiasa dengan suara kencang musik yang hampir terdengar ke setiap sudut tempat ini.
Kedua mata lelaki itu tampak menelisik setiap sudut, mencari teman-teman lain yang tampaknya sudah datang karena dia sendiri sedikit terlambat dari waktu yang ditentukan. Baginya, yang penting datang tanpa peduli terlambat atau tidak.
Langkah kaki Gabriel kian melebar, saat kedua matanya menangkap lambaian tangan dari seseorang yang ia kenali. Gugun—teman kampret—yang membuat dirinya menginjakkan kaki di sini, tampak melambaikan tangan dan menyuruh Gabriel untuk mendekat.
“Akhirnya, yang kita tunggu datang juga. Gabriel Alexander, suatu kehormatan lo bisa datang ke sini.” Sebuah kalimat yang menyebalkan, membuat Gabriel berdecak kesal seraya melayangkan tinju tepat di perut Gugun, yang membuat lelaki itu mengaduh.
“Ini biang keroknya! Gara-gara omongan dia, gue jadinya datang. Kalau mulutnya nggak nyindir gue pake kata cupu, gue nggak mau injak tempat ini.” Gabriel menunjuk Gugun, si biang kerok yang malah tertawa mendengar omelan Gabriel.
“Kapan lagi, lo bisa datang kayak gini, El. Lagian udah kayak orang bener aja, pake segala nolak datang ke sini,” balas Gugun yang mendapatkan anggukan dari yang lainnya seakan memojokkan Gabriel di sini.
“Gue sih orang bener, memangnya kalian!”
Gugun tergelak. “Omong-omong, ada yang kurang nggak sih. Lo nggak sekalian ajak si Lea ke sini, El?” tanya lelaki yang duduk di sebelah Gugun. Dia Bimo, si pemilik acara malam ini.
“Lah, iya juga. Biasanya kan, di mana ada lo, di situ juga ada Lea,” timpal Gugun.
“Lo semua kayak nggak tahu aja. Kalau sampai gue ajak Lea ke sini, bisa tinggal nama doang gue nanti. Belum lagi, pawang dia sekarang ngeri. Gue masih sayang nyawa lah,” balas Gabriel agak bergidik membayangkan dirinya hanya tinggal nama jika hal tersebut terjadi.
Memang benar, di mana ada Gabriel, di situ kerap ada Lea. Sahabatnya yang juga dikenal oleh teman-teman yang lain, kalau saja Lea juga lelaki, Gabriel tentu tidak akan segan-segan mengajaknya. Tetapi, Lea kan perempuan dan sudah pasti tidak akan mudah untuk datang ke acara seperti ini, apalagi di luar jam malam gadis itu. Bukan hanya orang tuanya saja yang akan melarang, Gabriel pasti sudah habis ditangan kekasih sahabatnya.
“Kalau gitu, lo nikmati pesta malam ini. Dan selamat bersenang-senang,” ucap Bimo yang kemudian berlalu dari hadapan mereka.
Gabriel menggeleng, ia tentu tahu maksud dari “bersenang-senang” yang dikatakan oleh Bimo. Dia bukan anak ingusan, bukan juga anak kemarin sore. Apalagi melihat beberapa perempuan yang mengenakan pakaian terbuka, yang tengah menatap dirinya penuh minat.
Katakan Gabriel anak malam, tetapi kalau urusannya sudah pada hal-hal yang menurutnya berlebihan, Gabriel sedikit menjaga jarak. Prinsipnya, nakal boleh, brengsek jangan. Apalagi kedua sahabatnya adalah perempuan, Gabriel mana mau kalau sampai Lea ataupun Rashi mendapatkan keberengsekan lelaki.
“Lo mau minum?” tawar Gugun, yang melihat Gabriel hanya diam saja di tengah acara berlangsung.
Gabriel menggeleng, “Gue masih sayang nyawa, masa gue bawa motor tapi mabuk,” tolaknya.
“Seteguk nggak bikin lo teler, Bro.” Gugun memberikan gelas kecil pada Gabriel yang dengan terpaksa ia terima.
Seteguk, nggak bikin oleng, batinnya.
**
Katanya seteguk, bilangnya segelas. Bulshit! Begitulah Gabriel yang sepuluh menit lalu menolak minum, ujungnya ketagihan. Gugun sampai terpingkal, mendapati Gabriel yang wajahnya sudah memerah efek minuman yang mereka nikmati.
Gabriel masih sedikit sadar, semoga saja begitu karena seperti yang ia katakan sebelumnya, dirinya harus mengendarai sepeda motornya sendirian dan masih sayang dengan nyawanya, jadi jangan sampai ia mabuk malam ini.
"Mau ke mana lo?" tanya Gugun melihat Gabriel beranjak dari posisinya, meskipun agak oleng tetapi tidak membuat Gabriel tumbang.
“Toilet.” Dengan wajah yang memerah, serta menahan gejolak di perutnya, Gabriel memilih untuk pergi ke toilet.
Salah, ia tidak seharusnya menerima segelas minuman dari Gugun, sialnya lagi, Gabriel malah menikmati sampai dirinya lupa dengan tujuan datang ke sini, hanya untuk hadir tanpa minum. Benar-benar pembohong sejati.
“Sialan! Pusing banget ini kepala, kayak makan baling-baling punya doraemon.” Gabriel mengumpati dirinya sendiri, penyesalan memang selalu berada di akhir. Kalau yang lain mengajaknya lagi, ia akan menolak saja.
“Terakhir deh, gue nggak mau minum lagi,” katanya. Seakan dia benar-benar akan merealisasikan apa yang dia katakan kali ini. Padahal, di kesempatan lainnya mungkin saja ia lupa, tidak ada yang tahu kan? Apalagi manusia kerap lupa.
Gabriel segera membasuh wajahnya, setelah mengeluarkan semua isi perut sebab ia merasa pusing dan tidak enak perut, sekarang Gabriel merasa lebih baik.
Keluar dari toilet, Gabriel tidak sengaja berpapasan dengan seseorang yang juga baru saja keluar dari pintu toilet yang lain, tepatnya toilet perempuan yang bersebelahan dengan toilet lelaki.
“Sorry,” ucap Gabriel seraya membungkukkan badannya lalu menatap orang tersebut.
“Astaga, mata gue,” gumamnya. Tidak sengaja, sungguh ... Gabriel tidak bermaksud membiarkan kedua matanya melirik aset perempuan tersebut.
Ya, yang berada di hadapannya sekarang adalah seorang perempuan yang menggunakan dress berwarna hitam dengan belahan dada yang cukup membuat Gabriel kalang kabut.
Ingat, Gabriel. Jaga matamu!
Kondisi perempuan tersebut bisa di bilang tidak baik-baik, apalagi setelah Gabriel menatap wajahnya. Hampir saja Gabriel terkena serangan jantung melihat riasan wajah perempuan tersebut yang sudah tidak karuan, sebab kedua mata yang sembab dan jejak air mata di kedua pipi mulusnya.
Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir perempuan tersebut, bahkan keberadaan Gabriel saja sama sekali tidak perempuan itu pikirkan, bak makhluk halus, begitulah ia di depan perempuan tersebut.
Hendak mengabaikan perempuan tersebut, sebelah tangannya malah dicekal dan membuat Gabriel bertatapan dengan kedua mata indah milik perempuan tersebut, meski terhalang riasan yang acak-acakan, tetapi mata itu membuat Gabriel mematung.
Indah. Entah kenapa, ia ingin lebih lama menatap kedua bola mata perempuan tersebut. Ia pikir, malam ini akan menjadi malam yang menyenangkan dan tidak pernah Gabriel lupa, apalagi bisa bertemu dengan perempuan cantik di tempat ini. Namun, semuanya seakan terpecah belah, saat insiden tidak terduga membuat skenario romantis dalam otaknya buyar begitu saja.
“Hueekk!!”
Gabriel, sungguh malang nasibmu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Yuk, Mbak!
RomanceVersi terbaru "Nikah Yuk, Mbak!" Penulis : Purplerill Gabriel tidak paham, Tuhan kenapa senang sekali membuat kisah cintanya tidak mulus. Setelah cinta bertepuk sebelah tangan dengan sahabat sendiri. Sekarang Gabriel harus bersaing dengan masa lalu...