[6] Genggaman si lelaki royal

834 75 6
                                    

“Ini undangan keponakan gue, jangan lupa datang.”

Sebuah undangan bergambar hello kitty berada di atas meja, sebelah mangkuk bakso yang sedang di nikmati oleh Gabriel. Lelaki itu menoleh, mendapati Rashi yang baru saja datang bersama dengan Lea.

Gabriel memang mengirim pesan di grup yang berisi mereka bertiga, memberitahu dirinya sudah berada di kantin, pun tidak lupa mengirim foto selfie saat ia melahap bakso.

Hari ini jadwal perkuliahan mereka sama, hanya saja Gabriel yang lebih dulu selesai dan memutuskan untuk mengisi perut. Omong-omong perihal jurusan mereka masing-masing, Lea berada di jurusan psikolog, Rashi memilih jurusan hukum, sementara dia sendiri terjebak dalam dunia bisnis.

Ya, Gabriel kerap menganggap dirinya terjebak. Padahal ia sendiri yang memilih berada di jurusan tersebut, sebelum akhirnya ia juga yang menyadari betapa otaknya dikuras habis dengan segala macam teori, belum lagi tugas yang menumpuk.

Padahal Lea selalu bilang, “Ya namanya juga menuntut ilmu. Wajar kalau dibuat pusing, lo aja yang malas berpikir.” Dan memang intinya Gabriel malas berpikir.

“Baru kali ini gue dapat undangan ulang tahun dari bocil,” ucap Gabriel seraya membuka undangan tersebut. “Gue kasih hadiah apa nih?” lanjutnya.

“Ya, terserah lo aja, El. Asal jangan sampai lo kasih janji palsu,” celetuk Lea yang membuat Rashi tergelak.

“Kapan gue kasih janji palsu? Nanti antar gue beli hadiah dong, Le. Lo kan pasti tahu apa yang disukai bocil,” ajak Gabriel pada Lea yang langsung dibalas gelengan oleh gadis itu.

“Nggak bisa, gue juga udah ada janji sama Mas pacar mau beli hadiah sama kue.”

Jawaban Lea membuat Gabriel mendengkus, setelah Lea memiliki kekasih, gadis itu jarang sekali jalan dengan Gabriel. Belum lagi, kekasih Lea kerap cemburu melihat kedekatan Lea dengannya. Wajar sih, dia kan tampan. Ya, Gabriel dengan tingkat kepercayaan dirinya yang selangit.

“Rashi aja, dia lagi galau dan lo bisa sekalian ajak jalan buat healing dia dari pacarnya,” ucap Lea lagi. Dengan tatapan menunjuk pada sahabat perempuannya.

“Punya pacar aja masih galau, tahu kayak gitu mending lo jomlo aja, Ras. Mana kalau berantem, gue yang jadi ojek dadakan,” keluh Gabriel yang memang begitu adanya.

Di saat Rashi bertengkar dengan kekasihnya, perempuan itu kerap menghubungi Gabriel dan menyuruh sahabatnya untuk menjemput di lokasi yang menjadi pertengkaran kedua insan itu. Gabriel yang memang si paling jomlo di antara dua sahabatnya, paling tidak bisa menolak permintaan yang berasal dari dua perempuan tersebut.

“Namanya juga pacaran. Lo bakalan tahu kalau udah punya pacar, hubungan itu nggak selalu mulus kayak perosotan anak TK,” timpal Lea.

Gabriel mengangguk-anggukan kepalanya, “Iya deh, gue yang jomlo tahu apa soal hubungan kekasih,” cibirnya.

“Omong-omong semalam berarti lo gabut ya, kirim pesan tapi malah lo hapus lagi? Untung gue orangnya nggak penasaran banget,” ucap Gabriel yang kali ini menatap Rashi.

Tadi pagi saat ia menyalakan ponsel, Gabriel melihat notifikasi pesan yang masuk, tetapi pesan tersebut sudah dihapus oleh sang pengirim. Saat melihat siapa yang mengirim pesan, Gabriel pun tak ambil pusing dan ia pikir sahabatnya salah mengirim pesan, sudah sering begitu.

Rashi yang mendapatkan tatapan dari kedua mata Gabriel dibuat gugup sendiri. Gadis itu tampak diam sebelum akhirnya menjawab ucapan Gabriel, “Iya, gue salah kirim. Harusnya gue chat Lea bukan lo.”

“Memangnya lo chat apa?” Kali ini giliran Lea yang bertanya. Sebab Lea tidak menerima pesan apapun dari Rashi malam tadi.

“Ah, itu soal ulang tahun keponakan gue. Tapi nggak jadi, keburu Mama panggil terus gue lupa.” Rashi berusaha menutupi kegugupannya, jangan sampai kedua sahabatnya tahu perihal pesan tersebut, apalagi kalau sampai Gabriel tahu.

Semalam Rashi terlalu pusing memikirkan hubungan dirinya dengan Marko—kekasihnya. Sampai otaknya malah memutuskan hal yang tidak terduga, mengatakan kebenaran perihal perasaannya pada Gabriel. Untung saja ia cepat sadar dan memilih untuk menghapus pesan tersebut, belum waktunya Gabriel tahu atau mungkin sahabatnya tidak perlu tahu.

**

Gabriel akhirnya ditemani oleh Rashi, mencari hadiah untuk anak perempuan yang usianya lima tahun. Sebenarnya Rashi yang menawarkan diri sekaligus mengambil kesempatan untuk jajan dibayar oleh sang sahabatnya.

Gabriel itu lelaki paling royal, termasuk pada kedua sahabatnya. Mungkin karena anak tunggal kaya raya, sampai lelaki itu bingung sendiri menghabiskan uang yang selalu dikirim oleh kedua orang tua super sibuknya. Begitu pikir Lea dan Rashi.

“Lo nggak mau sekalian kasih hadiah buat tantenya?” tanya Rashi setelah mereka mendapatkan apa yang akan diberikan Gabriel pada keponakannya.

“Ulang tahun lo, kan, masih lama. Masa mau dikasih hadiah sekarang,” balas Gabriel. Mereka sedang mencari tempat makan, karena Rashi yang sudah mengeluh kelaparan. Kalau dilihat begini, mereka seperti pasangan kekasih yang tengah menikmati kencan.

“Kasih hadiah nggak harus tunggu ulang tahun kali,” balas Rashi mencebikkan bibirnya.

Gabriel terkekeh seraya mengacak rambut sahabatnya, “Jelek banget kayak bebek. Nggak usah cemberut gitu, hadiah lo karena udah temanin gue beli hadiah, ya makan sepuasnya sampai perut lo meledak.”

“Enak aja! Yang ada gue gendut.”

“Biar lo gendut, lo tetap sahabat gue, Ras.”

Wajah yang semula berbinar perlahan memudar, perkataan Gabriel membuat Rashi terdiam. Ya, selama ini ia hanyalah seorang sahabat di mata lelaki itu dan sialnya Rashi malah jatuh pada pesona sahabatnya sendiri. Gabriel memang menyebalkan, tetapi Gabriel adalah lelaki yang paling mengerti dirinya.

Mereka mungkin kerap berdebat, tetapi Rashi selalu suka dengan perdebatan tersebut karena dengan begitu ia dan Gabriel semakin dekat, dengan begitu rasanya bisa ia tutup secara rapat.

Saat mereka memasuki salah satu tempat makan cepat saji, Gabriel yang tengah memerhatikan sekeliling dan mencari tempat kosong dibuat terkejut sekaligus marah, sebab seorang lelaki yang tengah bermesraan dengan seorang perempuan di hadapannya.

“Brengsek!” umpat Gabriel. Yang membuat Rashi mengikuti arah pandang sang sahabat.

“Biarin aja, El.” Rashi mencekal tangan Gabriel, saat lelaki itu hendak berjalan ke arah di mana dua pasang insan yang dimabuk cinta berada.

“Nggak bisa! Lo lihat sendiri kan? Cowok lo sama cewek lain, Ras.” Gabriel tentu saja marah, apalagi yang disakiti adalah sahabatnya sendiri. Ya, yang Gabriel lihat adalah Marko—kekasih Rashi—bersama dengan perempuan lain.

“Gue sama dia udah putus semalam.”

“Dia selingkuh?” tebak Gabriel tepat sasaran. Melihat anggukan kepala Rashi membuat lelaki itu semakin emosi, Gabriel berjanji menjaga kedua sahabatnya dari siapa pun yang menyakiti mereka dan sekarang Rashi yang menjadi korban.

“Kita makan di tempat lain, lo bisa minta apapun sama gue. Asal hari ini lo bahagia dan bisa lupain cowok kayak dia, masih banyak cowok di luar sana yang pantas buat lo dan bikin lo bahagia.” Gabriel membawa Rashi pergi, sebelum niatnya menghajar Marko kembali datang. Ia akan membalas rasa sakit sahabatnya nanti.

“Kalau lo aja yang bikin gue bahagia, gimana, El?” batin Rashi seraya menatap genggaman tangan mereka.

Nikah Yuk, Mbak! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang