[17] Cinta pertama

565 49 5
                                    

“Hai, Beb!”

Gabriel muncul. Lelaki itu benar-benar gencar sekali dalam menjalankan misinya, sekalipun wajahnya tampak lelah sebab hari ini memiliki jadwal perkuliahan yang padat, Gabriel masih menampilkan senyumnya dan ia beruntung karena jadwal pemotretan Inara hari ini di jam dirinya selesai kuliah.

Omong-omong lelaki itu tampak biasa saja setelah kemarin dengan tanpa permisi mencium Inara di depan umum, padahal Inara sampai tidak bisa tidur sebab mengingat hal yang sama sekali tidak terduga. Dan anehnya, kenapa mengingat semua membuat jantungnya tidak karuan?

“Sorry, ya. Gue baru datang jam segini, Dosen gue memang nggak tahu waktu banget kalau asyik bahas materi. Padahal gue udah kangen banget sama lo, pasti lo juga kangen kan sama gue?”

Dasar kepedean! Inara mendelik, perempuan itu sedang menghapus make-up dibantu oleh satu orang kru. Ia baru selesai pemotretan untuk salah satu produk kecantikan. Hari ini jadwalnya tidak terlalu padat, hanya saja ia baru bekerja di siang hari dan berakhir sore ini, yang malah bertemu dengan Gabriel lagi.

“Kamu nggak bisa ya, sehari aja nggak bikin aku sakit kepala? Kepercayaan diri kamu sudah over dosis.” Inara tampak mengomel, ia heran saja kenapa ada lelaki yang tingkat kepercayaan dirinya se-over Gabriel?

Gabriel menggeleng, “Udah bawaan lahir, lagian memang gue suka sih bikin lo pusing, biar gue melekat dalam pikiran lo,” ucapnya yang lagi-lagi membuat Inara tidak bisa membalas.

“Ini, gue tadi beli kue kesukaan lo.” Gabriel baru ingat, ia mengeluarkan kotak kue dari sebuah paperbag yang sejak tadi ia pegang. Tadi saat ia melewati salah satu toko kue, Gabriel teringat Inara suka dengan macaron.

Inara menatap kotak yang Gabriel berikan, sejak kapan lelaki itu tahu apa yang ia sukai? Dan sebenarnya apa yang salah dengan perasaannya kali ini? Kenapa hati Inara terasa menghangat?

“Sesuai janji gue. Akan gue belikan apapun yang bikin lo happy, apalagi makanan kesukaan lo. Jangan lupa dimakan ya, gue mau cari makan dulu. Lupa belum makan, soalnya nggak ada yang perhatian,” katanya lagi. Gabriel menyimpan macaron tersebut di atas meja dan berlalu begitu saja.

“Dia baik. Kalau kamu nggak terpesona sama dia, kayaknya ada yang salah sama hati kamu, Ra,” ucap Lolita yang memang sejak tadi ada di sana, memerhatikan Gabriel dan Inara.

“Dia kayak gitu ke semua cewek kali,” balas Inara masih menyangkal perihal apa yang sebenarnya sedang ia rasakan. Tidak bohong kalau keberadaan Gabriel membuat dirinya terbiasa, hanya Inara memang tengah menyangkal.

**

“Yang sabar ya, menghadapi sikap Inara.”

Lolita berdiri di samping Gabriel, lelaki itu tengah memerhatikan Inara yang sedang pemotretan. Gabriel menoleh seraya tersenyum membuat Lolita hampir tak berkedip, pasalnya pesona Gabriel memang tidak main-main, Lolita saja heran kenapa Inara seakan tidak terpesona?

“Omong-omong, Mbak. Lo sejak kapan berteman sama Mbak Inara?” tanya Gabriel. Melihat kedekatan Inara dan Lolita, ia penasaran dengan hubungan keduanya dan mungkin saja Gabriel bisa mendapatkan bantuan dari Lolita.

“Kita satu sekolah, bisa dibilang udah tahu banget baik buruknya dia kayak gimana.”

“Wah, lama banget kalau gitu. Bisa kali spill cowok yang dia suka waktu jaman sekolah atau kisah percintaan dia kayak gimana,” ucap Gabriel.

“Waktu sekolah, Inara itu pendiam sih. Nggak banyak teman juga, malah waktu ketemu setelah hilang kabar, aku malah kaget dia kerja jadi model. Inara sekarang beda banget sama yang dulu, tapi kalau soal kebaikannya, dia masih tetap Inara yang aku kenal.”

Nikah Yuk, Mbak! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang