[10] Perjuangan dimulai

666 57 3
                                    

Inara menatap jaket yang tergeletak di atas tempat tidur, di kamar pribadinya. Setelah menghampiri Lolita di apartemennya, Inara pun membawa jaket tersebut tanpa menjelaskan apapun kepada Lolita yang penasaran perihal sang pemilik jaket.

Awalnya Lolita berulang kali bertanya, tidak ingin dibuat penasaran perihal pemilik jaket tersebut. Tetapi, Inara dengan segala keteguhannya tidak sedikit pun mengatakan siapa sang pemilik jaket dan membuat Lolita mengubur rasa penasaran yang ada.

Inara memang bercerita tentang ia yang datang ke kelab waktu itu, yang juga membuat Lolita mewanti-wanti tentang hal tersebut mengingat popularitas Inara dan Lolita yang berstatus sebagai teman pun, tidak ingin terjadi sesuatu kepada Inara, apalagi pergaulan di kelab, meski Inara sudah sangat dewasa.

Hanya perihal ia datang ke kelab, Inara bercerita pada Lolita. Tentang ia yang tidak sengaja bertemu dengan lelaki yang baru saja ia ketahui bernama Gabriel dan sebuah insiden tidak terduga, Inara tidak menjelaskannya.

"Aku kenapa ya? Bisa-bisanya bawa jaket ini?"

Sekarang dia sendiri yang kebingungan sebab jaket itu berada pada dirinya. Kenapa sih, dia harus membawa jaket tersebut? Kenapa tidak menyuruh Lolita saja untuk memberikan pada sang pemilik? Ah, Inara sekarang malah galau.

"Masa dibuang? Sayang banget, kayaknya ini jaket mahal." Inara menelisik jaket tersebut dan dari penampilannya, Inara pikir harga jaket tersebut memang bukan kaleng-kaleng dan lelaki yang tidak sengaja ia temui juga terlihat dari keluarga berada.

"Apa aku kasih aja ke Lea? Tapi kalau dia tanya, kenapa jaket cowok itu ada di aku, gimana?"

"Astaga, perihal jaket aja bikin pusing."

Inara beranjak, perempuan itu mulai membuka lemari yang tidak jauh dari tempat tidurnya, kemudian mengeluarkan sebuah paperbag dan kembali ke posisi awal seraya menatap jaket tersebut.

Inara akhirnya memutuskan untuk memasukkan jaket itu ke dalam paperbag, biar nanti saja Inara akan pikirkan bagaimana jaket tersebut kembali pada sang pemilik. Inara tidak ingin merasa terbebani sebab keberadaan barang milik orang lain, bahkan orang yang sama sekali Inara tidak tahu.

"Masih nggak habis pikir. Kenapa bumi ini sempit banget? Sampai aku ketemu lagi sama cowok itu. Padahal membayangkan pun, aku nggak pernah."

Inara merasa serba salah sendiri. Kalau saja ia tidak pergi ke pesta ulang tahun anaknya, Inara pasti tidak akan bertemu lagi dengan lelaki yang membuatnya merasa malu dan membayangkan apa yang terjadi malam itu. Tetapi, mengingat hubungan dia dengan sang anak masih belum dikatakan baik-baik saja, Inara mana mungkin membiarkan kesempatan itu berlalu begitu saja, sekarang hasilnya Risa sudah menerima kehadirannya.

"Semoga di kesempatan nanti, nggak akan ada momen buat aku sama dia ketemu." Doa Inara.

"Tapi gimana caranya kasih jaket ini sama dia?"

**

"Makasih ya, Bang."

Gabriel tersenyum lebar menerima amplop cokelat yang diberikan oleh Sean kepadanya. Isi amplop tersebut adalah dokumen penting bagi kelancaran kisah cintanya saat ini.

Dua hari lalu setelah bertemu dengan Inara di pesta ulang tahun Risa, Gabriel terus kepikiran dan ingin kembali bertemu dengan perempuan tersebut, yang membuat lelaki itu mengganggu Lea. Dan tentu saja seringnya Gabriel menghubungi Lea, membuat Sean kesal. Meskipun alasannya adalah Inara, duda anak satu itu tampak tidak suka waktunya bersama sang kekasih terganggu sebab Gabriel.

Sean yang akhirnya kesal, malah membuat Gabriel kegirangan karena kekesalan Sean membuat Gabriel mendapatkan apa yang dia inginkan, yaitu informasi tentang Inara. Padahal niatnya akan membujuk Lea, agar sahabatnya mau membantu. Ternyata malah ia mendapatkan bantuan lebih dulu, tanpa harus membujuk sahabatnya. Ada untungnya juga karena Sean yang kelewat cemburu perihal ia yang kerap mengusik Lea.

"Gue benar-benar nggak menyangka sih, dapat informasi secepat ini."

"Saya sudah bantu kamu dan jangan lagi mengganggu Lea, kamu nggak tahu waktu sekali membuat Lea menjadi mengabaikan saya karena membalas pesan darimu." Posesif. Gabriel sebal sekali dengan kelakuan Sean yang begini, padahal yang awal mengenal Lea adalah dirinya, yang pertama kali ada di dalam hidup Lea juga Gabriel. Tetapi, malah Sean yang seakan memiliki dunianya Lea.

"Yaelah, Bang. Dia kan sahabat gue, ya gue ganggu siapa lagi biar dapat bantuan kalau nggak sama sahabat sendiri," balas Gabriel.

"Tetapi saya tidak suka karena kamu pernah menyukai kekasih saya." Sean tampaknya tidak ingin kalah. Ingatkan Sean dengan fakta itu, ia juga seorang lelaki dan tahu bagaimana cara lelaki menyukai lawan jenisnya dan sangat kentara sekali pada Gabriel waktu itu.

"Kurang-kurangi deh, jangan sampai posesif dan rasa cemburu lo bikin hubungan kalian jadi nggak langgeng." Gabriel berkomentar, pasalnya ia tidak ingin sahabatnya memiliki hubungan yang toxic.

Sean tampak diam. Mungkin merasa tersindir sebab begitulah dia kepada Lea. Sean pikir karena dirinya tidak mau kehilangan Lea, tetapi orang lain menilainya berbeda. Sementara Gabriel merutuki mulutnya yang memang tidak mau di rem, tetapi memang itu faktanya dan Gabriel tidak mau kalau hubungan Lea dan Sean berakhir.

Ya. Sekarang Gabriel sudah melepaskan Lea sepenuhnya, ia sudah yakin perihal Sean yang akan menjaga Lea selamanya. Mungkin memang Lea bukan jodoh untuk menjadi pasangan hidupnya, mereka hanya berjodoh sebagai sahabat saja.

"Terima kasih, kamu sudah mengingatkan saya," ucap Sean akhirnya.

Gabriel mengangguk, "Gue juga makasih lagi, Bang. Soalnya lo sampai kasih informasi detail kayak gini tentang Mbak Janda." Setelah mengintip dokumen tersebut, Gabriel dibuat terkejut karena informasi dari Sean cukup banyak.

"Omong-omong, lo udah selesai sama masa lalu, kan, Bang? Gue mau mulai mengejar masa depan gue sekarang."

"Sejak lama, saya sudah selesai dengan dia. Informasi itu juga saya dapatkan dari tangan kanan saya yang mencari tahu, bukan karena saya mengetahui banyak tentang Inara. Karena selama kami bersama pun, saya tidak terlalu mengenal Inara kecuali perihal mimpinya yang menjadi model internasional."

Gabriel mengangguk. Setidaknya jika Sean sudah melupakan masa lalu, ia lega karena hubungan Sean dengan sahabatnya mungkin saja menjurus pada hal serius. Pun dengan dirinya yang kali ini memperjuangkan perempuan yang ia inginkan. Perihal perasaan Inara, Gabriel masih meyakini sebuah kalimat "Cinta datang karena terbiasa."

Setelah Sean berpamitan, Gabriel mulai membaca beberapa informasi tentang Inara. Ternyata, mereka lahir di tanggal yang sama meskipun berbeda dua tahun. Gabriel semakin yakin kalau mereka memang sudah ditakdirkan bersama. Selain mengetahui tanggal lahir perempuan itu, Gabriel juga mendapatkan informasi perihal jadwal modeling Inara dan tentu saja ini menjadi kesempatan Gabriel untuk melakukan pendekatan.

"Waktunya berjuang sampai titik darah penghabisan!" Gabriel begitu semangat, kini jiwanya mulai berkobar demi masa depan bersama dengan sang pujaan hati.


Nikah Yuk, Mbak! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang