Bagian 10 : Jatuh

174 90 32
                                    

Kenzo berdiri melongo menatap Anggun. Wajah Kenzo seketika berkerut. Ini kali ke berapa Anggun menunjukkan kecerobohan di depan umum. Ketika Kenzo ingin menegur, ia mengurung diri. Berpura-pura tersenyum ramah kepada pembeli.

"Aku harus memberikan tes fisik ke calon pegawai ke depannya," gumam Kenzo kemudian berlalu dengan langkah angkuhnya.

Anggun bangkit dengan raut wajah sedikit memerah. Malu. Ia lalu melemparkan senyum kepada para pembeli. Ria menatap sedih Anggun. Ia langsung mendekati Anggun.

"Anggun kamu gak apa-apa?" Ria meraih lengan Anggun membantunya berdiri.

"Eh, kok kamu di sini Ria?"

"Mamaku baru ngechat WA. Suruh beli makanan kalo mampir pulang kuliah," jawab Ria.

"Oalah, kamu pesan di situ. Nanti dilayani," balas Anggun sembari menunjukkan lokasi kasir.

"Oke oke. Lanjutin pekerjaannya. Eh, tapi kok kamu kerja ngepel?" tanya Ria.

"Ah, ceritanya panjang. Nanti aku cerita pas pulang. Aku lanjut kerja dulu Ria," ucap Anggun berlalu dari hadapan Ria.

Anggun menyeret kaki kanannya. Anggun membatin sepertinya ia terjatuh cukup keras tadi. Anggun berbaring di dinding ruang istirahat. Kemudian, meraih tasnya mencari salep. Ternyata, Anggun tidak memilikinya.

"Gak apa-apa. Ini cuma sakit kecil."

Di ruang kerja Kenzo mengatur beberapa berkas di meja kerjanya. Beberapa minggu ini, Kenzo jarang berada di rumah makan. Ia harus mendatangi satu per satu calon investor. Untunglah, Yohan menjadi investor pertama yang menerima kerja sama dengan Kenzo. Keinginan terpendam Kenzo berencana membangun cabang rumah makannya lebih luas lagi. Namun, sebenarnya Kenzo cukup kewalahan. Awalnya, Kenzo ingin membuka rumah makan agar masakannya dapat dirasakan semua orang. Seiring waktu Kenzo jarang menyentuh dapur lagi. Kenzo menghabiskan di ruang kerja saja. Kenzo mengingat masa ketika ia bekerja beberapa tahun lalu di Jepang. Saat itu Kenzo sangat bahagia karena dapat melakukan apa yang diimpikan sejak kecil.

"Semakin tua, tanggung jawabku semakin bertambah."

•••••
Beberapa hari kemudian.

"Yay! Hari ini aku menerima gaji pertamaku!" Anggun bersorak dalam hati di kelas. Ia begitu bersemangat karena gaji pertama Anggun cukup besar untuk menggenapi membayar tunggakan.

Brian melihat keceriaan Anggun. Ia lalu menghampiri Anggun.

"Wih, kenapa nih?" tanya Brian.

Anggun menoleh. "Eh, Brian. Oh, aku gak sabar dapat gaji pertamaku minggu ini. Tahu kan aku kerja paruh waktu," kata Anggun dengan ekspresi ceria.

"Selamat, ya Anggun!"

Anggun kemudian bangkit menepuk tas belakang Brian.

"Besok mau makan apa? Aku traktir," ujar Anggun.

Tiba-tiba jantung Brian berdesir. Rona merah terkuras dari wajah Brian. Brian tak sengaja menangkap dua manik mata Anggun.

"B ... Boleh," balas Brian dengan ekspresi gugup.
Brian memandangi Anggun berlalu. Ia menepuk kedua pipinya.

Di luar kelas Ria. Anggun menunggu Ria menyelesaikan mata kuliah terakhir. Ia mengintip Ria dari luar. Menatap dengan penuh kekaguman kecantikan Ria. Tinggi bak model, rambut hitam panjang terurai, dan gaya busana yang feminim. Anggun menatap pakaiannya. Lusuh. Beberapa bulan lalu, ketika masa libur semester. Nenek Anggun menawari pakaian masa mudanya, tapi Anggun menolak mentah-mentah karena pakaian nenek jadul. Namun, beberapa hari lalu ketika Anggun pulang kerja ia melihat gerombalan anak muda memakai pakaian ala-ala zaman dulu dengan gaya kekinian. Anggun menyesalinya. Harusnya, ia terima saja pakaian masa muda nenek.

Ufuk TimurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang